Setelah makan di kantin, Ahyeon memilih untuk kembali ke kelas dengan perasaan yang kacau. Meskipun mencoba fokus pada kegiatannya, pikirannya terus kembali pada pertemuan kemarin dengan wanita yang mengaku teman Bunda. Pertemuan itu menciptakan kegelisahan yang tak kunjung hilang. Ahyeon berusaha untuk menenangkan diri, tetapi bayangan tentang wanita itu terus mengganggu.
Juga di tengah kesibukannya, dia tidak bisa menghindari kehadiran Jaehyun. Tanpa disangka, Jaehyun mendekatinya dengan senyuman yang terlihat biasa saja, namun bagi Ahyeon, senyum itu terasa jauh lebih mengintimidasi.
“Yeon, kamu sibuk gak hari ini?” Jaehyun bertanya, bersandar di mejanya seolah tidak ada hal yang lebih penting.
Ahyeon menutup buku catatannya dengan gusar. “Aku punya banyak tugas, Jaehyun.” jawabnya tanpa menatapnya. Dia tahu kalau dia menunjukkan kelemahan, Jaehyun akan semakin gigih.
Jaehyun tidak tampak kecewa. “Sibuk terus, ya?” Jaehyun bergumam, suara penuh obsesi itu membuat Ahyeon bergidik. “Aku cuma mau ngajak kamu ke taman loh. Masa ditolak lagi?”
Ahyeon mencoba mengalihkan perhatian dengan membuka buku lain, padahal pikirannya berputar cepat, mencari cara untuk keluar dari situasi ini. “Jaehyun, aku bilang gak bisa. Tolong ngerti,” katanya dengan suara setenang mungkin.
Namun, Jaehyun tidak menyerah. Dia mencondongkan tubuh ke depan, membuat Ahyeon merasa terpojok. “Kamu gak bisa terus-terusan menghindar dariku, Yeon. Aku cuma mau kamu ngerti kalau aku serius.”
Mata Jaehyun yang penuh tekad itu menatap Ahyeon, seolah menuntut perhatian penuh. Ahyeon merasakan kegelisahan yang semakin dalam, tetapi dia berusaha untuk tetap tenang.
Sebelum suasana menjadi semakin tegang dan menimbulkan keributan, Ahyeon memutuskan untuk pergi, meninggalkan Jaehyun di kelas. Ahyeon merutuki dirinya karena tidak bergabung dengan teman-temannya untuk menonton pertandingan basket setelah makan bersama di kantin, Ahyeon merasa dia perlu waktu sendirian untuk merenungkan apa yang terjadi kemarin.
Namun, saat Ahyeon berjalan menyusuri lorong sekolah yang mulai sepi, dia merasakan langkah Jaehyun mengikuti di belakangnya. Seolah-olah dia tidak bisa lari darinya. Ahyeon mencoba mempercepat langkahnya, tapi Jaehyun semakin mendekat. Setiap kali Ahyeon melangkah, Jaehyun seakan selalu ada di sana, mengambil kesempatan saat lorong sepi untuk memojokkan Ahyeon dengan sedikit kasar.
"Kamu gak bisa melarikan diri, Ahyeon," kata Jaehyun dengan nada rendah yang penuh penekanan. Ada sesuatu yang aneh dalam suaranya, membuat Ahyeon merinding. "Aku cuma mau kamu ngerti kalau aku serius."
Ahyeon merasa semakin terpojok. Dia menarik napas panjang, berusaha menenangkan dirinya yang mulai kacau. "Jaehyun," katanya dengan suara lebih tegas. "Aku udah bilang. Aku gak nyaman dengan sikapmu yang terus maksa perasaan ini."
Dia menundukkan kepala, berusaha mencari ketenangan. "Tolong, aku cuma mau tenang."
Jaehyun tertawa kecil, tapi tawanya terdengar sangat tidak menyenangkan. "Tenang, ya?" katanya sambil menatap Ahyeon dengan tatapan yang memuja. "Kamu bisa tenang kalau udah jadi milikku, Yeon."
Kata-kata itu mengiris perasaan Ahyeon, membuatnya merasa semakin terkepung. Ia mencoba mundur, namun saat ia bergerak, Jaehyun dengan cepat meraih tangannya, menahannya dengan kekuatan yang tak bisa membuatnya berontak. Sentuhan itu membuat Ahyeon merasakan ketakutan yang luar biasa.
"Jaehyun, lepasin!" teriak Ahyeon dengan suara yang bergetar. Dia berusaha melepaskan diri, tetapi Jaehyun tidak memberikan ruang.
"Kamu akan menyesal kalau terus kayak gini, Ahyeon," bisik Jaehyun dengan suara yang hampir terdengar seperti ancaman, tapi juga penuh dengan keyakinan. Ada kegelapan dalam nada bicaranya yang semakin membuat Ahyeon merasa terjebak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deadly Silent
Nonfiksi"Setiap keluarga punya rahasianya, tapi tidak semua rahasia bisa disembunyikan selamanya." Pertanyaannya hanya satu, kapan? Dan saat waktunya tiba, apa yang akan tersisa dari keluarga yang telah dibangun di atas pondasi kebohongan?