30 | i should hang it up

2K 347 122
                                    

"He's totally obsessed with you," komentar Gwen seraya mengusap keringat di keningnya. Wanita itu berdiri sambil menatap Kylandra yang menenggak minuman isotoniknya dengan tenang. "Keelan udah too much, Ndra. Gue rasa lo harus kasih boundaries—no, gue rasa ini waktu yang tepat buat mengakhiri kesempatan kalian. Bisa-bisanya dia ngikut lo ke Seoul?! Gosh, bahkan orang pacaran nggak se-clingy dia."

"No worries. Our agreement ends in two weeks." Balas Kylandra datar lantas meraih raketnya dan mengajak Gwen kembali bermain di lapangan.

"Kenapa harus nunggu dua minggu, sih?" tanya Gwen heran sambil mengikuti Kylandra. Sahabatnya tampak sangat tenang. Berbeda sekali dengan terakhir kali mereka bertemu—dimana Kylandra kelihatan begitu gelisah dan khawatir akan sikap tidak jelas Keelan.

"Pemutusan perjanjian secara sepihak bakal akan merugikan gue. Keelan bisa aja nggak terima karena gue udah melanggar kontrak." Jelas Kylandra.

"Tapi dia udah melanggar kontrak dengan bersikap posesif sama lo!" tukas Gwen gemas. "Hubungan yang seharusnya untuk seneng-seneng malah dia bikin kacau dengan dia demanding sama lo."

Kylandra menggeleng. "Nggak ada klausul itu di perjanjian kami. Alasan itu belum cukup kuat, Gwen."

Gwen membuang napas berat. Seharusnya ia tak menyarankan Kylandra mencobanya dengan Keelan. Ia hanya tak menyangka Keelan yang biasanya selalu mampu bersikap profesional pada partnernya malah bersikap sebaliknya pada Kylandra.

"Gwen, everything will be okay." Melihat kekhawatiran di mata sahabatnya, Kylandra menambahkan. "Setelah perjanjian kami berakhir semua bakal balik normal lagi."

"Yeah, I hope so," balas Gwen sangsi. "Awas aja setelah perjanjian kalian berakhir dia malah tantrum dan nggak terima."

"That's his problem,"Kylandra mengangkat bahunya tak peduli. "Yang penting gue nggak melanggar apapun."

Gwen menggigit bibirnya. Ia mengenal Kylandra kelewat lama untuk mengetahui dibalik ketidakpeduliannya—Kylandra menyimpan sesuatu yang tidak ia katakan padanya.

"Okay," angguk Gwen lantas mengambil posisi di seberang Kylandra. "Pokoknya kalau sampai Keelan masih berulah setelah perjanjian kalian selesai, gue nggak akan tinggal diam."

"I can handle that," Kylandra tersenyum. "But thank you."

***

Keelan ingin protes pada Danny yang sama sekali tak bisa membaca isi hati Keelan padahal mereka sudah mengenal satu sama lain cukup lama. Begitu pulang dari Seoul bersama Kylandra, Danny malah menghujani Keelan dengan banyak schedule. Mengisi hari-hari Keelan dengan segudang kepadatan pekerjaan hingga Keelan kesulitan mencari waktu untuk bertemu Kylandra.

"This event so boring," Claire berkomentar di sebelah Keelan. Berbanding terbalik dengan ucapannya, wanita itu malah memasang senyum lebar seolah menikmati acara. "Gue udah bilang Bagas buat kasih alasan supaya gue nggak perlu datang event ini—tapi dia memang lambat banget dalam mengerti ucapan gue."

"Gimana nggak lambat kalau lo ngomongnya sambil melotot galak ke mereka?" dengus Keelan. "Lo itu jangan lampiasin kejengkelan lo atas ulang suami lo ke manager dan asisten lo dong."

Claire menoleh. Mendelik tidak suka karena Keelan mencermahinya. "Look, who's talking? Gue denger ya lo debat sama Danny di parkiran."

"Danny emang ngeselin." Cetus Keelan sambil merengut jengkel. "You know what, bisa-bisanya dia terima job tanpa konfirmasi dulu ke gue—well, memang kadang gue serahin semuanya ke Danny karena dia tahu selera gue. Tapi mentang-mentang gue abis ngambil libur seminggu, dia semena-semenanya ambil semua job sampai gue ngerasa tercekik."

(Don't) Play With FireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang