31 | lost

2K 361 115
                                    

Seharusnya Keelan mempercayai instingnya. Seharusnya Keelan tidak diam saja sejak ia curiga akan sikap aneh Kylandra malam itu. Namun Keelan tidak ingin mengisi otaknya dengan pikiran-pikiran buruk. Terlebih tidak ada masalah antara mereka berdua sampai Kylandra menghilang seperti ini.

Kylandra memang tidak menghilang secara tiba-tiba. Tetapi perlahan-lahan. Dimulai dari lambat membalas chat-nya sampai akhirnya benar-benar tak membalas. Telpon Keelan pun tak pernah lagi diangkat.

Kalau kata anak-anak zaman sekarang, Keelan di-ghosting.

Keelan jelas frustasi. Ia tidak bisa berkonsentrasi pada pekerjaan. Fokus dan perhatiannya hanya terarah pada layar ponselnya dengan raut wajah resah dan gelisah.

Sebagai manajer Keelan, Danny tahu ia tidak bisa membiarkan pria itu begini berlama-lama. Terlebih hal ini membuat pekerjaan Keelan terhambat. Hanya saja, Danny juga tidak tahu harus melakukan apa untuk membantu Keelan. Luna sudah tidak lagi mau membagi schedule Kylandra dengannya. Dan apabila Danny mencoba membahas hal tersebut, Luna akan menarik diri lalu bersikap dingin padanya.

Danny tentu tidak ingin proses pendekatannya dengan Luna mengalami kemunduran demi menolong temannya—yang sejak awal sudah ia nasehati tapi tidak mau mendengarkan.

Danny bersimpati pada Keelan. Baru kali ini dia melihat pria itu sekacau sekarang. Mereka sudah berusaha menemui Kylandra di kantornya dan diberitahu jika Kylandra tidak ada di tempat. Keelan juga mencari Kylandra ke apartemen wanita itu untuk mendapati namanya tak lagi ada di daftar tamu. Mau tak mau Keelan harus menunggu di lobi berjam-jam lamanya untuk sesuatu yang tidak membuahkan hasil.

"Keelan kenapa sih, Dan?" Anjani—director dari majalah Clee—berkomentar di sebelah Danny. "Keelan jam terbangnya udah tinggi. Sebelum jadi aktor, dia juga merintis karir jadi model. Tapi nggak ada satu pun foto dia yang memuaskan. Andy juga ngerasa Keelan nggak fokus. Tatapan dia nggak hidup. Nggak biasanya dia gini."

Danny menghela napas. "Lagi ada masalah anaknya, Mbak."

"Masalah apa?" Anjani mengerjap penasaran. Sepanjang ia mengenal Keelan, pria itu hampir selalu terlihat penuh energi dan bahagia. Seolah-olah dunia mengelilingnya. Anjani tidak heran karena Keelan memang sempurna untuk semua hal. Tampang, karir, dan latar belakang keluarga Keelan tanpa cela. Selain itu, kepribadian Keelan juga menyenangkan hingga semua orang ingin dekat dengannya.

"Sorry, mbak. Nggak bisa cerita." Ringis Danny.  "Agak pribadi soalnya."

Anjani memasang ekspresi masam karena Danny menolak mengisi rasa penasarannya. "Yaudah. Pokoknya lo ngomong deh sama Keelan. Pemotretan nggak akan selesai kalau dia nggak bisa diajak kerjasama."

Danny mengangguk. Lantas menghampiri Keelan begitu Anjani berlalu pergi.

"Mbak Anjani udah ngomel tuh," beritahu Dannya seraya bersandar di meja rias. Menghadap Keelan yang bergeming oleh kehadirannya. "Dia bilang kita nggak akan bisa pulang kalau lo begini terus."

"Gue nggak ngerti," Keelan bersuara. Menatap layar ponselnya memandangi foto Kylandra yang ia ambil diam-diam selama kebersamaan mereka. "Kami baik-baik aja kemarin. Terus kenapa dia tiba-tiba ngilang gini?"

Danny menghela napas. "I don't know, Kee. Yang selama ini bareng Kylandra kan elo."

Keelan mengusap wajahnya kasar. "Luna masih nggak mau ngasih tau apa-apa juga?"

Danny menggeleng. "Dia bakal langsung tutup telpon gue kalau gue udah nyebut nama lo atau Kylandra."

Keelan berdecak. "Kirim nomor Luna ke gue, biar gue yang ngomong sama dia."

(Don't) Play With FireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang