Tandai typo
Happy reading
Rencana Allah itu selalu baik, percayalah
••••••
Sandykala terpancar indah nan damai, siapapun yang melihatnya akan terpana karena keindahannya. Sore ini, Ratih memasak makanan kesukaan Leonard. Seperti hari-hari biasa Ratih hanya masak makanan yang khusus saja karena yang lain selalu di kerjakan oleh para maid.
Hidup bersama Leonard yang bergelimpangan harta tak membuat Ratih menjadi seseorang yang berubah. Justru dengan ini semua, Ratih melihat bahwa kaya itu tidak selamanya indah. Di mana Leonard yang kerja berangkat pagi pulang sore, lain lagi jika ada meeting dan lain sebagainya sehingga tidak ada waktu untuk istirahat.
Sudah satu Minggu ini Leonard selalu pulang telat karena ada proyek yang harus segera di selesaikan—katanya si begitu. Sehingga membuat Ratih merasa kasihan karena sang suami tidak memiliki waktu istirahat yang cukup.
Namun hari ini, belum sempat Ratih menyelesaikan masakannya Leonard sudah kembali, pria itu sudah masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri setelah melihat dan memberi kecupan singkat padanya tadi.
Ratih bersyukur sangat karena Leonard benar-benar berubah. Ia harap rumah tangganya selalu dalam lindungan Allah, apapun nanti ujiannya di depan semoga mereka berdua bisa menyelesaikannya dengan baik-baik.
"Sudah?" Tanya Ratih pada bibi Nahla yang membawa makanan ke meja makan.
"Sudah, nyonya."
Ratih mengangguk, "baiklah, aku pergi ke kamar ya, bi. Bawalah makan lebih itu untuk para maid dan bodyguard."
"Baik, terimakasih nyonya."
"Sama-sama." Jawab Ratih tersenyum.
Wanita itu melangkahkan kakinya ke arah lift. Sesampainya di lantai atas ia langsung pergi ke kamarnya.
Di kamar, ternyata Leonard baru saja selesai shalat. Sarung putih dan koko berwarna senada itu sangat indah di pandangan Ratih. Entahlah, Ratih selalu merasa bahwa Leonard lebih tampan berkali-kali lipat jika sedang seperti ini.
Ratih menghampiri Leonard yang sedang melihat sajadah, memeluk nya dari belakang.
"Hm?" Dehem Leonard memang tangan Ratih yang melilit pinggangnya.
"Mas wangi, aku suka." Jujur Ratih membuat Leonard tersenyum.
Lelaki itu melepaskan pelukan Ratih di pinggangnya, kemudi berbalik menghadapnya Ratih. Mengusap kepala itu lembut, lalu mengecup bibir Ratih.
"Terimakasih." Gemas Leonard kini mengacak-acak hijab Ratih sehingga membuat sang wanita cemberut.
"Jangan di acak, nanti rusak."
"Tidak akan, sayang." Kekeh Leonard, gemas melihat Ratih. "Sudah shalat, hm?"
"Sudah."
Leonard mencubit hidung Ratih, "duduklah, aku mau di keloni."
"Makan."
"Nanti saja," Leonard membawa Ratih ke ranjang, mendudukkan tubuh wanita itu lalu ia membaringkan tubuhnya dengan kedua paha Ratih sebagai bantal nya. Membawa tangan Ratih kearah kepalanya, "elus."
Tanpa di perintah dua kali Ratih mengelus rambut Leonard. Pria itu menghadap perutnya dan memeluk pinggangnya.
"Jangan tidur."
"Hm." Jawab Leonard dengan deheman.
Kini Leonard mengubah posisi nya menjadi terlentang, memandang wajah Ratih dari bawah dengan tangan wanita itu yang masih setia mengusap kepalanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Serayu |
SpiritualSegudang luka yang di alami seorang gadis berusia 18 tahun. Saat nenek dan kakek yang mengurus nya sejak lima tahun lalu ketika orang tuanya pergi untuk selamanya, membicarakan keinginannya untuk menjodohkan ia dengan cucu sang nenek, di sanalah pen...