Namanya Adam, laki-laki berusia 15 tahun yang saat itu kumengenalnya. Saat itu kami masih SMA, tepatnya pada tahun 2018. Tapi ini bukan kisah cinta pada umumnya.
Katanya, hal paling menyakitkan adalah cinta yang selesai, tapi menurutku hal paling menyakitkan dalam mencintai adalah memutuskan untuk tidak memiliki. Betul, cinta yang bahkan tidak dimulai sekaligus cinta yang tidak akan pernah selesai. Bagaimana selesai, mulai saja tidak?
Namaku Awa. Sebenarnya, kalau mau dihubung-hubungkan, namaku dan namanya bisa menjadi Adam dan Hawa, kan? Tapi kisah kami tidak seperti mereka.
Pertama kali aku membaca nama Adam adalah saat aku hendak masuk ke SMA yang aku inginkan. Kebetulan sekali namaku dan namanya berurutan sejak awal masuk karena ternyata nilai kami tidak berbeda begitu jauh, Adam ada di urutan ke 183 sedangkan aku ada di urutan 184, tepat di bawahnya.
Lalu, saat pembagian kelas, sangat kebetulan sekali kami ada di kelas yang sama. Tentunya nama Adam ada di urutan pertama di daftar presensi, sedangkan aku ada di urutan ke dua puluh tujuh karena nama lengkapku berawalan huruf s, Awa hanya nama panggilanku di rumah saja.
Entah bagaimana secara tiba-tiba, kami berbincang untuk pertama kali, dan aku mengetahui agamanya yang ternyata katolik.
Dengan kesadaran penuh aku berbisik kepada Adam, "coba kalau kamu Islam, aku pasti udah suka sama kamu" yang ternyata menjadi luka yang tidak pernah sembuh baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Akhir Perang✔
Roman d'amourNamanya Adam, dan nama panggilanku Awa. Di dalam kepalaku, nama kami bisa dihubungkan dengan Adam dan Hawa. Tapi sayangnya, kisah kami tidak seperti mereka.