Chapter 1: Secuil harapan

1 0 0
                                    

Sel penjara itu bagaikan neraka. Dingin, lembap, dan berbau busuk. Setiap dindingnya memancarkan aura kesengsaraan yang diselimuti kegelapan, namun hanya ada cahaya lentera lampu yang membuat siapa pun yang berada di dalamnya merasa terkurung tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara mental. Setiap hari, Hideki harus berjuang bertahan hidup di tengah siksaan yang tak kunjung usai. Pukulan bertubi-tubi dari para penjaga membuat tubuhnya babak belur,

"Cepat katakan dimana letak makanan makanan itu!!!, Kau hanya diam saja seperti anjing, dasar sialan!!!" para penjaga memukulnya menggunakan cambuk hingga hideki hampir menemui ajalnya.

Ia pun ditendang oleh penjaga itu hingga membentur dinding membuat nya tak sadarkan diri. Hari demi hari berlalu siksaan demi siksaan ia lewati, sementara ejekan dan hinaan dari sesama tahanan terus menggores hatinya.

"Hei bocil, gausah merengek begitu itu sama saja seperti kau merendahkan ku" ucap salah satu tahanan berbadan kekar.

"*byarrr" hideki pun ditendang oleh tahanan itu lalu tahanan itu pergi meninggalkan nya.

"kau sama saja seperti cacing kepanasan hahaha" ucap tahanan itu sambil ketawa.

Ia pun tersungkur tak berdaya dan hanya terbaring dengan penuh kesakitan mengalami penderitaan berat pada saat ia masih kecil.

"Kenapa harus aku yang mengalami semua ini?" gumam Hideki dalam hati, suaranya nyaris tenggelam di tengah hiruk pikuk jeritan dan suara rantai yang berdentang.

Ia tak lagi merasa utuh; setiap hari yang berlalu terasa bagaikan mimpi buruk tanpa akhir. Rasa putus asa menggerogoti batinnya.
Di tengah keputusasaan, ketika ia hampir kehilangan harapan, sosok kecil muncul di hadapannya. Seorang gadis kecil dengan mata yang berkilau dan senyum tipis.

"Hai," sapanya lembut, seolah kehadirannya membawa sedikit cahaya di tempat yang begitu kelam. "Namaku Laura."

Hideki menatapnya dengan tatapan penuh keheranan. Bagaimana mungkin seorang anak kecil bisa berada di tempat seperti ini? Dan lebih aneh lagi, bagaimana bisa gadis sekecil itu masih mampu tersenyum di tengah kekejaman ini?

"Aku Hideki," jawabnya pelan, suaranya hampir tak terdengar, penuh ketidakpastian.

"Tempat ini mengerikan, ya?" kata Laura sambil duduk di sebelah Hideki, menggoyang-goyangkan kakinya yang kecil.

Hideki mengangguk. "Sangat."

Namun setiap malam, saat semua terasa lebih sunyi dan dingin, Laura akan menghampiri Hideki. Mereka saling berbagi cerita, meski Laura lebih sering yang bercerita. Ia menceritakan desanya yang indah, tentang sungai kecil yang jernih di belakang rumahnya, dan mimpi-mimpi masa kecilnya yang penuh kebahagiaan. Hideki mendengarkan dengan penuh perhatian, meskipun kadang ia merasa cerita-cerita itu terlalu indah untuk dunia yang kini mereka tinggali. Seolah-olah cerita Laura adalah satu-satunya hal yang membuatnya tetap waras.

"Di desaku, setiap sore menampilkan cahaya matahari terbenam yang indah sekali," kata Laura suatu malam dengan tatapan jauh. "Aku kangen kampung halamanku, karena disanalah tempat aku bahagia bersama ayah dan ibuku" Dia tersenyum, meski bibirnya sedikit bergetar.

Hideki hanya bisa terdiam, merasakan kehangatan dari cerita itu yang bertentangan dengan suasana dingin penjara.

"Aku ingin bebas," lanjut Laura dengan suara pelan. "Aku ingin pulang ke rumah."

"Aku juga, kau tahu kita nanti saat dewasa akan seperti apa?" balas Hideki, tatapannya menerawang ke langit-langit sel yang gelap.

"entahlah, jadi orang dewasa itu gak waras ya, kesana kesini kayak orang kebingungan hihihi" laura sambil tersenyum sedikit.

"iya juga ya, mereka belum berpikir aslinya dunia itu indah hahaha, ngomong ngomong apakah kita bisa bersama hingga nanti??? Aku sangat senang ngobrol sama kamu, aku merasa lega kamu berada disampingku" hideki dengan perasaan lega

"kita akan bersama hingga selamanya, kita akan tinggal di kampung halaman ku kamu jadi nelayan aku jadi ibu rumah tangga ehehe, karena disana tempatnya indah, hideki hanya kaulah orang yang bisa dengerin aku selain keluargaku di dunia yang kejam ini, kita akan terus bersama selamanya " laura dengan tatapan penuh harapan pada hideki memegang kedua tangannya.

Laura dan hideki pun mulai menutup matanya dan tidur bersebalahan bermimpi indah tentang masa depan yang indah kehidupan mereka pada saat mereka dewasa.

Seminggu berlalu....

Namun, malam itu tiba. Malam di mana penjara itu berubah menjadi lautan kekacauan karena insiden ledakan. Kerusuhan pecah. Para tahanan, yang selama ini terkurung dalam ketakutan, tiba-tiba bangkit melawan. Jeritan dan suara tembakan terdengar di mana-mana. Api berkobar, menyinari kegelapan malam dengan sinar yang menakutkan. Tahanan-tahanan berlari berhamburan, memanfaatkan kesempatan untuk melarikan diri.

Hideki yang pada saat satu tangan kanan nya patah karena terlempar bongkahan dinding runtuh, di tengah hiruk-pikuk itu, hanya memikirkan satu hal: Laura. Ia berlari ke sana kemari, mencari gadis kecil itu.

"Laura!" teriaknya, suaranya tenggelam di antara keributan. "Laura, di mana kamu?!"
Setiap sudut penjara sudah berubah menjadi puing-puing. Para tahanan lain berlarian, menabrak, dan saling mendorong. Rasa panik memenuhi setiap inci tempat itu. Namun, di tengah kekacauan itu, Hideki tiba-tiba terhenti. Di depannya, reruntuhan bangunan tampak menimbun sesuatu.
Tidak. Sesuatu itu adalah seseorang.
Dengan hati yang remuk, ia mendekati tubuh mungil yang terkubur di bawah puing-puing.

"Laura!" teriaknya, suaranya pecah, penuh keputusasaan. Ia meraih tubuh Laura yang sudah tak bernyawa, air mata membasahi pipinya yang kotor. Untuk pertama kalinya sejak lama, Hideki menangis. Tangisan yang selama ini ia tahan, akhirnya pecah.

"Maafkan aku," bisiknya lirih. "Aku tidak bisa menyelamatkanmu, selama ini kau yang penuh perhatian kepadaku, kau orang tersayang setelah keluargaku, impian kita selama ini untuk hidup bersama pasti akan terwujud suatu saat. Aku akan menikah dengan mu memiliki anak denganmu menafkahi hasil nelayan ku untuk keluarga kita kamu menyambutku pulang dengan sinar senja kampung halamanmu, aku mencintaimu laura" ucap hideki dengan tangisan.

Dalam hatinya, rasa sakit itu mengalir begitu deras, menghancurkan harapan yang selama ini ia pegang erat. Tapi tidak ada waktu. Para tahanan yang berhasil melarikan diri memanggilnya. Dengan hati yang hancur, Hideki bergabung dengan mereka, meninggalkan Laura di belakang.

"maafkan aku laura" tatapan hideki pada laura yang tertimpa reruntuhan sambil berlari

Namun, jauh di dalam hatinya, Hideki tahu bahwa meskipun ia berhasil keluar dari penjara itu, ia tak akan pernah benar-benar bebas dari kenangan tentang gadis kecil yang pernah menjadi cahayanya di kegelapan.

"Hei pergi kemana kau, cepat tangkap dia!!!!" teriak salah satu prajurit menemukan keberadaan hideki.

Hideki pun dikejar oleh beberapa prajurit, ia berlari ke arah hutan.....

Bersambung.....

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lusiurandum the celestialTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang