ατμόσφαιρα

101 17 4
                                    

Kemana hilangnya perkataan Sean mengenai sakit kepalanya akan mereda jika ia pergi berjalan-jalan, itu hanyalah omong kosong.

Bukti nyatanya ketika Sean dalam perjalanan menuju ibu kota, Sean merasakan pusing yang membuatnya merasa mual selama perjalanan. Rasanya ia seperti sedang mengalami mabuk darat.

Beruntunglah Sean tidak satu kereta dengan dua manusia berkedudukan tinggi itu. Mereka berdua menaiki kereta yang sama, sedangkan Sean memilih menaiki kereta yang berbeda. Malu sekali jika mereka melihat Sean yang tengah mabuk darat, itu tidak pernah terbayangkan olehnya.

Selama perjalanan Sean terus berdoa dan memohon agar cepat sampai ketempat tujuan agar ia tidak merasa mual lebih lama lagi.

"aku mohon cepatlah sampai.."

Kalimat yang selalu ia batinkan. Entah dewa yang tengah berbaik hati atau memang kuda yang menarik keretanya memiliki kecepatan yang bagus, sehingga Sean akhirnya dapat bernafas lega sembari menetralkan rasa mualnya saat kereta yang ditumpanginya berhenti.

"Tuan muda, kita sudah sampai di ibu kota."

Suara kusir menyadarkan Sean yang masih berusaha menetralkan rasa mualnya, "ah iya, bisakah aku disini sebentar? kepalaku terasa sangat pusing." beo Sean.

"Anda harus keluar dan menghirup udara luar, hal itu dapat meredakan pusing yang anda rasakan tuan." Kusir kembali mengeluarkan suaranya, sedikit memberikan jeda sebelum ia kembali berkata "saya melihat ada tempat duduk yang bisa anda tempati untuk beristirahat sejenak sembari menunggu putra mahkota dan tuan Duke." Lanjut sang kusir memberi tahu pada Sean.

Mendengar bahwa putra mahkota dan tuan duke yang sepertinya belum tiba, dengan perlahan Sean turun dari kereta kudanya untuk memastikan apakah benar putra mahkota dan tuan duke belum tiba.

Berhasil turun dengan baik, Sean mulai menyapu pandangannya ke seluruh arah. Benar saja, putra mahkota dan tuan duke belum juga tiba. Helaan nafas berhasil lolos dari belahan bibirnya, bukankah seharusnya mereka tiba secara bersamaan? entah apa yang terjadi pada mereka, Sean berdoa agar semuanya baik-baik saja.

Sean menolehkan kepalanya menghadap sang kusir yang belum juga pergi, "Kau belum pergi?" Sean bertanya pelan kepada sang kusir yang terlihat tengah mengelus-elus pelan leher kuda dari samping tubuh kuda tersebut. Sang kusir menoleh ke arah Sean yang berada di samping badan kereta kuda.

"saya akan menemani anda sampai putra mahkota dan tuan duke tiba, saya tidak ingin terjadi apa-apa pada anda."

Sean mengulas senyum, tak menduga jika sang kusir akan mengatakan hal tersebut. Mungkin saja itu termasuk dalam pekerjaannya atau mungkin tidak, Sean sangat menghargai dan berterima kasih karena telah melakukan pekerjaannya dengan sangat baik.

Sean berbalik arah menatap ibu kota yang nampak lebih ramai dibandingkan hari-hari biasanya, seperti akan ada suatu perayaan. Terlihat jika toko yang biasanya akan tutup dan buka dihari tertentu saja kini membuka tokonya, dan hampir semua toko seperti itu. Tentu saja tidak hanya untuk toko saja, tempat-tempat lain pun seperti itu.

Kaki jenjang Sean mengambil langkah demi langkah menuju ke arah bangku yang jaraknya tak terlalu jauh dari tempat dimana kerta kudanya terparkirkan, mencoba mengistirahatkan diri sembari menunggu Benjamin dan Zephyr tiba.

Pandangannya menyapu ke setiap sisi kota, melihat bagaimana keadaan kota pada saat ini pastinya Sean dapat bertemu sang tokoh utama. Jika saja Sean bertemu dengannya maka Benjamin pun akhirnya dapat melihat sang pendamping hidupnya dimasa depan.

Mencoba mengingat, Sean mengetuk-ngetuk dahinya. Mengingat bagaimana pertemuan pertama Benjamin dengan sang tokoh utama, latar belakang yang digunakan sang penulis untuk moment penting itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a day ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Where is the main character? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang