25 Maret 0024
Tubuhku terasa panas. Badanku terlalu berat untuk digerakkan dan aku menggigil. Aku memegangi kepalaku dan merasakan suhu yang hangat di dahiku. Aku terkena demam tinggi. Padahal hari ini baru hari keduaku masuk sekolah, tapi aku harus mendekam di dalam selimut.
Namun bukan itu yang kukhawatirkan sekarang.
Bangun tidur, aku berusaha mengingat apa yang terjadi tadi malam. Aku bertanya-tanya kenapa aku tidak bisa mengingat tentang apa yang terjadi setelah aku kembali dari kantin saat selesai menjalani hukuman mencuci piring. Ingatan terakhirku hanyalah ketika aku berjalan pulang ke asrama. Selebihnya, ingatanku terasa gelap dan samar. Tahu-tahu aku sudah bangun di tempat tidurku.
Apa itu karena aku terkena demam tinggi? Tidak, biasanya aku masih dapat mengingat banyak hal walaupun aku jatuh sakit. Atau aku jatuh pingsan saat kembali ke asrama? Namun seharusnya aku terbangun di klinik kalau aku memang pingsan.
Aku memegangi kepalaku dengan kedua tangan. "Bisakah kau tidak overthinking sekali saja, Luna?" gumamku pada diriku sendiri. Seharusnya aku senang karena ada hal yang tidak bisa kuingat, tetapi rasanya sangat tidak nyaman.
"Luna, kalau kau butuh sesuatu, bilang saja, ya," kata Alissa sambil mengenakan seragamnya.
"Tadi malam ... apa terjadi sesuatu?" tanyaku dengan suara pelan. Aku bahkan hampir tidak punya tenaga untuk bicara.
"Tadi malam?" Mata Alissa nampak menerawang, mengingat-ingat. "Entahlah, tadi malam setelah makan aku langsung pergi ke kamar temanku, lalu waktu jam malam aku kembali ke kamar dan tidur sebelum kau pulang. Memangnya ada apa?"
Aku tidak menjawab pertanyaan Alissa. Rasanya aku sudah kehabisan tenaga untuk sekedar menjawab "tidak apa-apa."
Alissa lalu meletakkan segelas air di atas mejaku. "Istirahatlah yang cukup. Aku sudah menghubungi pengurus asrama, seharusnya beberapa menit lagi ada staf medis yang akan menjemputmu dan mengantarmu ke klinik."
"Thanks," gumamku pelan.
Pintu kamar pun ditutup dari luar, menyisakanku yang masih kebingungan dengan apa yang sudah terjadi.
"Akh!"
Aku mengernyit sakit ketika kedua telapak tanganku terasa sakit. Aku pun mengeluarkan tanganku dari selimut dan mendapati ada luka robek yang sudah kering di telapak tanganku. Aku sama sekali tidak ingat kapan mendapatkan luka ini. Kapan ini terjadi?
Tubuhku rasanya semakin lemas dan kepalaku terasa berputar. Aku menutup mata dan berusaha melupakan semua pikiran-pikiran yang mengganggu. Ini bukan saatnya overthinking. Aku harus istirahat.
Kuharap demam ini tidak berlangsung lama.
***
30 Maret 0024
Aku sembuh dari demam tinggi tiga hari setelahnya, dan menjalani kehidupan sekolahku dengan "normal". Hari ini sudah memasuki minggu kedua aku bersekolah di sini. Yah, tidak normal-normal juga karena rasanya aneh dipandang dengan pandangan khawatir oleh orang-orang--apalagi aku baru saja sembuh dari demam tinggi--dan aku jadi sedikit membenci pandangan mereka.
Alissa? Aku tahu dia juga seringkali mengkhawatirkanku, tetapi karena aku tidak ingin memicu pertengkaran antar teman sekamar hanya karena aku muak melihat "pandangan khawatir" terus-menerus, aku berkali-kali meminta Alissa untuk bersikap biasa saja terhadapku. Lagipula aku juga pandai menyembunyikan rasa sakit kepalaku jika sakitnya tidak parah.
"Magnius, bisa kau jawab soal ini di depan?" Ms. Sainz, wali kelas kami adalah salah satu guru fisika di Adels. Saat ini kami sedang berada di jam terakhir kelas fisika dan sebentar lagi istirahat makan siang, membuat teman-teman sekelasku hampir mati kebosanan. Beberapa sudah ada yang ketiduran selama beberapa detik. Namun Ms. Sainz cenderung membiarkannya kecuali mereka sudah terlelap lebih dari satu menit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Echoes
Mystery / Thriller[SANGAT DISARANKAN UNTUK MEMBACA ISOLATED TERLEBIH DAHULU] "Kumohon ingatlah aku." Luna Emeryn, gadis yang berasal dari keluarga yang bukan orang kaya dan juga bukan orang miskin terpaksa masuk ke Accademia del Sole, sebuah sekolah asrama yang terke...