Tahun demi tahun berlalu, Floren dan Fresya kini telah beranjak tumbuh menjadi gadis remaja. Tampilan mereka juga berubah seiring berjalannya zaman. Kedua gadis ini bak dianugerahi paras cantik nan jelita yang diukir langsung oleh Maha Pencipta. Hal ini membuat keduanya tampil memesona seiring bertambahnya usia mereka.
Dalam kehidupan mereka yang tak pernah lepas satu sama lain, tentunya Floren dan Fresya kini mulai terbiasa hidup berdampingan. Untuk bidang pendidikan saja, Ara dan Chika kembali menjodohkan mereka di dalam sekolah yang sama.
Mulai dari jenjang SD, SMP, bahkan SMA. Keduanya akan selalu berakhir di sekolah yang sama. Dan hebatnya mereka sama sekali tidak menentang keputusan orang tua mereka. Karena kebetulan, sekolah tempat mereka mengejar akademik ini merupakan impian dari Floren dan juga Fresya.
Tapi, ada satu hal yang tidak pernah berubah dari Floren dan Fresya. Keduanya masih suka bertengkar dan belum bisa akur sampai detik ini. Hal ini nyaris membuat Ara dan Chika menyerah menjodohkan pertemanan mereka, sempat merasa heran, apa yang sebenarnya terjadi pada garis takdir pertemanan Fresya dan Floren.
Tahun ini keduanya sudah berusia 17 tahun dan menginjak kelas dua SMA. Dalam semester baru ini tak diduga, Floren dan Fresya berada di dalam kelas yang sama. Hal ini menambah momen persaingan di antara mereka. Karena biasanya keduanya akan bersaing secara akademik di kelas yang berbeda, setidaknya posisi lima besar harus ditempati oleh keduanya.
Banyak yang terjadi di antara mereka dengan kondisi keduanya yang diletakkan dalam satu kelas yang sama. Seisi kelas bahkan sudah memaklumi hubungan Floren dan Fresya yang tak pernah kunjung akur dua tahun belakangan ini.
Sampai pada suatu hari, ada beberapa hal yang tiba-tiba mengubah hubungan pertemanan mereka di kehidupan ini.
«•••»
Seorang guru wanita berparas cantik sedikit berkeriput masuk ke kelas dengan membawa beberapa buku di dekapannya. Dengan kacamata bingkai persegi, baju dinas cokelat muda, dan nametag khas guru yang bertuliskan Endah Murani. Guru berusia 43 tahun itu sukses merebut atensi seisi kelas yang mulanya ricuh.
"Assalamualaikum," salamnya.
"Waalaikumsalam, Ibu." Para murid di kelas menjawab bersamaan, termasuk Floren dan Fresya yang duduk di bangku bersebelahan dengan jarak satu meja di tengahnya.
Setelah selesai menjawab salam dari guru tersebut. Bu Endah kini melempar pertanyaan kepada semua murid di kelas. "Kemarin ibu ada memberi kalian tugas Biologi di buku paket, kan?"
"Ada, Bu," sahut salah satu lelaki di kelas tersebut selaku ketua kelas. Dian namanya.
Beberapa murid kini tampak sibuk merogoh isi tas sekolah mereka demi mencari buku PR Biologi yang dimaksud oleh Bu Endah. Bisa dilihat, mayoritas murid di kelas ini tampak sudah mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru tersebut.
"Dian, boleh tolong dikumpulkan buku teman-temannya? Ibu bakal koreksi hari ini juga." Bu Endah bertutur demikian saat matanya mengedar ke penjuru kelas, sedikit mengulas senyum tipis karena senang dengan kedisplinan murid di sini.
"Boleh, Bu."
Dian langsung berdiri dari bangkunya, bergerak ke depan dan langsung menginstruksikan kepada teman-teman di kelasnya untuk segera mengumpulkan buku PR mereka pada Dian.
"Yuk, sini. Siapa aja yang udah ngerjain?" tanya Dian.
"Aku, Dian!" Fresya menyerahkan bukunya tepat setelah Dian berada di depan mejanya, dengan senyum singkat, Dian mengangguk. "Oke, Fres."
KAMU SEDANG MEMBACA
TTM: Teman Tapi Musuh?
Teen FictionIni kisah Si Kutu Kupret dan Si Cebol Galak. Persahabatan yang telah dijalin bertahun-tahun oleh ibu mereka tampaknya tidak sepenuhnya dapat diwariskan kepada dua anak gadis ini. Fresya dan Floren namanya. Di sini, Ara dan Chika berjuang untuk membu...