Judul:
Selamat Tinggal yang Tak Pernah TerucapDaegu, 17:45
Suasana di stasiun sore itu begitu ramai. Orang-orang berlalu lalang, suara pengumuman keberangkatan kereta bergema, namun Taehyung tak bisa mendengar semuanya dengan jelas. Fokusnya hanya pada sosok di sampingnya—Jungkook. Suaminya yang selama ini menjadi tempatnya bersandar, meski akhir-akhir ini sikap lelaki itu terasa semakin dingin, seolah ada sesuatu yang disembunyikannya.“Hyung, ayo duduk dulu, ya?” Jungkook mengulurkan tangan, membantu Taehyung duduk di bangku panjang yang sedikit berdebu. Perut Taehyung yang besar membuatnya sulit bergerak, dan ia bersyukur Jungkook masih mau mengurusnya—setidaknya hari ini.
Taehyung tersenyum kecil sambil mengelus perutnya. Ia tak curiga sedikit pun dengan ajakan Jungkook ke stasiun hari ini. “Kita mau ke mana, Kookie?” tanyanya pelan.
Jungkook menatap jauh ke arah peron, wajahnya tenang tapi matanya kosong, seperti ada sesuatu yang menggerogoti jiwanya dari dalam. “Hyung, tunggu sebentar ya. Aku mau beli minuman.” Suaranya datar, tak seperti biasanya.
Taehyung mengangguk tanpa curiga. “Iya, hati-hati ya, jangan lama-lama,” katanya lembut.
Jungkook hanya tersenyum samar, tetapi hatinya terhimpit. Ia tahu, keputusan yang diambilnya hari ini begitu kejam. Tapi di benaknya, ia merasa tak punya pilihan. Pekerjaan menumpuk, utang semakin banyak, tuntutan hidup menghimpit dari segala arah. Dan Taehyung—dengan kondisinya yang hamil besar—terasa seperti beban tambahan yang sulit ia pikul. Bukan karena Taehyung salah, tapi karena Jungkook merasa terlalu lelah menghadapi semuanya.
‘Aku harus pergi,’ pikirnya. ‘Taehyung akan baik-baik saja. Dia akan lebih baik tanpa aku.’
Dengan perasaan berat, Jungkook memasukkan beberapa lembar uang ke dalam tangan Taehyung bersama totebag berisi pakaian tipis miliknya. “Hyung, ini uang buat kamu. Nanti kamu pakai buat beli tiket ya,” bisiknya, suaranya terdengar hampir tak terdengar oleh keramaian sekitar. Ia menghindari tatapan Taehyung, takut matanya akan mengkhianati niat busuk yang ia sembunyikan.
Taehyung, yang terlalu mempercayai Jungkook, hanya mengangguk. Ia menatap suaminya dengan cinta yang utuh, tak pernah berpikir sedikit pun bahwa lelaki di hadapannya akan meninggalkannya di sini.
“Jungkook… kamu gak apa-apa?” Taehyung bertanya lirih, menyadari kegelisahan di wajah suaminya.
Jungkook hanya mengangguk, pura-pura menelpon seseorang. “Hyung, tunggu di sini ya. Aku harus keluar sebentar. Jangan pergi dulu,” katanya cepat sebelum berbalik dan berjalan menjauh.
Taehyung melihat punggung Jungkook yang semakin menjauh hingga hilang di antara keramaian. Senyum masih bertengger di wajahnya, meski hatinya sedikit gelisah. Ia percaya Jungkook pasti akan kembali.
18:30
Langit mulai berwarna jingga, tapi Jungkook belum juga kembali. Taehyung menggigit bibirnya, sesekali mengelus perutnya yang terasa kian berat. Bayi di dalam kandungannya mulai bergerak resah, seakan tahu ibunya merasa tidak nyaman.‘Jungkook pasti hanya terjebak sesuatu,’ pikir Taehyung, berusaha menenangkan dirinya. Ia tak ingin berpikir buruk. Bagaimanapun, ini Jungkook—suaminya, cinta pertamanya, dan ayah dari anaknya. Ia tak akan meninggalkan Taehyung, kan?
20:00
Kerumunan di stasiun mulai berkurang. Angin malam menyusup melalui celah bangunan, membuat tubuh Taehyung yang hanya berbalut sweater tipis menggigil. Perutnya kian terasa berat dan sakit setiap kali bayi di dalamnya bergerak.Taehyung mulai panik. Ponselnya kehabisan baterai, dan ia tidak tahu harus menghubungi siapa. Tote bag di pangkuannya hanya berisi beberapa helai pakaian yang tak cukup untuk menghangatkan tubuhnya.
“Mungkin… dia akan datang sebentar lagi,” bisiknya pada dirinya sendiri, meski keyakinan itu perlahan terkikis.
22:45
Taehyung duduk sendirian di bangku yang mulai terasa dingin seperti es. Hatinya hancur saat kenyataan menyergapnya—Jungkook tidak akan kembali.Air matanya mulai mengalir tanpa henti. Ia menatap uang di tangannya yang terasa begitu menyakitkan, seakan cinta yang mereka bangun hanya berharga beberapa lembar kertas.
"Kenapa, Kookie?" Taehyung terisak, memeluk perutnya seolah memeluk anak mereka yang belum lahir. Ia merasa dikhianati oleh orang yang paling ia cintai.
23:30
Langkah kaki yang berat terdengar mendekat, dan Taehyung mengangkat wajahnya dengan harapan yang mulai pudar. Matanya membulat saat melihat Jungkook berdiri di hadapannya, wajah lelaki itu tampak berantakan dan penuh penyesalan.“Kookie…?” suara Taehyung terdengar serak, seolah tak percaya suaminya benar-benar kembali.
Jungkook berlutut di hadapannya, memeluk kaki Taehyung erat-erat. Air matanya jatuh deras tanpa bisa ia kendalikan. “Maaf… Maafkan aku, Hyung… Aku salah…” Jungkook tersedu, suaranya patah-patah.
Taehyung hanya terdiam, terlalu lelah untuk marah atau membenci. Tubuhnya sudah begitu lemah, dan hatinya sudah hancur berkeping-keping. “Kenapa kamu pergi, Kookie?” tanyanya lirih, penuh luka.
“Aku takut…” Jungkook memejamkan mata, berusaha menahan isakannya. “Aku pikir… kamu akan lebih baik tanpa aku. Aku merasa tak mampu menjadi suami dan ayah yang kamu butuhkan.”
Taehyung terdiam sesaat, lalu tangannya terangkat pelan, menyentuh kepala Jungkook yang bersandar di lututnya. “Aku cuma butuh kamu, Kookie… Bukan uang, bukan hal-hal lainnya. Cuma kamu.”
Jungkook menangis lebih keras mendengar kata-kata itu. Penyesalan memenuhi dadanya, menyadari betapa bodohnya ia telah berpikir untuk meninggalkan orang yang paling mencintainya.
“Kita pulang, ya?” Jungkook memohon dengan suara bergetar. “Aku janji, aku gak akan ninggalin kamu lagi.”
Taehyung menatap Jungkook dalam-dalam, dan meskipun hatinya terluka, ia mengangguk pelan. “Kita pulang…”
Di perjalanan pulang, Jungkook memeluk Taehyung erat-erat, seolah ingin memastikan ia tak akan pernah kehilangan lelaki itu lagi. Taehyung bersandar di dada Jungkook, matanya terpejam sambil mengelus perutnya yang mulai tenang.
Meski luka itu tak akan mudah hilang, mereka tahu bahwa cinta mereka masih ada—dan itu cukup untuk membuat mereka terus bertahan.
.
Aku sangat berterima kasih karena kalian sudah meluangkan waktu untuk membaca. Jika kalian menikmati ceritanya, vote dan komentar kalian akan sangat membantu. Sampai jumpa di kisah berikutnya!
.
![](https://img.wattpad.com/cover/359281502-288-k898549.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
One Shot, Kookv! [ angst ]
Fanfic"Kadang, cinta terasa seperti badai-membuat kita ingin lari dan bersembunyi. Tapi di setiap badai, ada satu tempat yang selalu jadi tujuan: rumah yang kita sebut dengan nama satu sama lain."