Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
°°°
Normal P. o. v
Langkah Rin di koridor rumah sakit terasa berat, napasnya memburu. Ini adalah kunjungan kedua kalinya minggu ini, dan hatinya tak henti-henti dipenuhi kekhawatiran untuk [Name].
Bagaimanapun orang lain menyebutnya dingin dan tidak berperasaan. Nyatanya Rin adalah sosok yang lembut, yang hatinya mudah terluka. Rin mungkin sedikit labil tapi dia berhasil mengatasinya selama ini karena sahabatnya selalu ada di sisinya untuk mencegahnya berkata atau bertindak bodoh. Namun, sekarang itu tidak bisa lagi karena [Name] sedang di rawat di rumah sakit.
Seragam PXG yang masih melekat di tubuhnya seakan menjadi simbol ketidakpedulian terhadap dunia luar, jelas sekali Rin langsung kerumah sakit usai latihannya dan belum pulang atau menyempatkan waktu untuk mengganti seragamnya. Fokusnya hanya tertuju pada [Name]. Gadis itu adalah orang yang menarik Rin dari jurang kebencian, mungkin inilah waktunya untuk membalas budi?
Beberapa hari ini Rin jarang mengunjungi [Name], terakhir dia berkunjung itupun hanya sebentar karena terhalang oleh schedulenya yang padat. Tapi, mulai saat ini, Rin sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk sering mengunjungi dan menemani sang sahabat.
Pintu ruangan rawat terbuka, Rin disuguhkan dengan pemandangan yang tak asing lagi.
Gadis kecil itu duduk di ranjang, matanya kosong menatap jendela, seperti terjebak dalam lautan memori yang tak tergapai. Bahkan mungkin [Name] belum menyadari kedatangan Rin sama sekali. Kini, hanya kesunyian yang tersisa, menyelimuti ruangan itu.
Dengan lembut, Rin mendekat dan menyentuh bahu [Name]. Sentuhannya terasa hangat. Rin tahu, [Name] selalu tegar, selalu kuat. Namun, kali ini, kelemahan yang tak pernah ia lihat sebelumnya terpancar dari sahabatnya.
"Rin," bisiknya. Matanya seperti mata orang yang sedang berkabung. Begitu kosong dan seperti tak tau arah. Tetap fokus menatap keluar jendela.
"Aku di sini," jawab Rin, suaranya berat dan lirih, "... untukmu."
[Name] menoleh, matanya bertemu dengan netra teal yang indah milik Rin. Namun, sebuah jurang pemisah terbentang di antara mereka. Rin merasakan kejanggalan yang menusuk hatinya. [Name] yang biasanya ceria, kini seperti bayangan dirinya sendiri. Terlihat jauh, tak tergapai.
Matanya kosong, terjebak dalam lamunan yang dalam.
"Kau baik-baik saja?" tanya Rin lagi, berusaha untuk menghidupkan suasana. Namun sayangnya tak ada jawaban dari lawan bicara.