Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
°°°
Normal P. o. v
Sejak sebulan yang lalu. Selama itu lah waktu yang (Name) habiskan di lingkungan terisolasi. Rasa bosan sudah pasti terus mendatanginya, dan juga penyakitnya tak kunjung membaik, memperkeruh suasana hatinya. Ingatannya seperti kabut tipis yang perlahan menghilang, meninggalkan jejak samar di benaknya. Kata-kata yang ingin diucapkannya pun terjebak di balik dinding bisu, membuatnya lebih memilih untuk diam.
Suatu hari, saat (Name) terbenam dalam lamunan, seorang pria memasuki ruangannya. Bukan Rin, sahabatnya yang selalu setia, melainkan Itoshi Sae, kakak Rin. Sosoknya bak patung dewa Yunani, tinggi menjulang, surai reddishbrown nya disisir rapi ke belakang. Matanya, sepasang lautan teal yang dalam, memancarkan aura misterius yang ia bagikan juga dengan saudara laki-lakinya. Bulu mata lentiknya, warisan dari sang ibu, menambah pesonanya yang memikat. Sae berdiri tegak di hadapan (Name), aura ketampanannya menyinari ruangan yang tadinya suram.
"Lama tak jumpa, (Name). Masih ingat aku?" Sae bertanya dengan lembut, matanya menatap dalam ke mata (Name). (Name) berusaha mengingat, namun kepalanya terasa kosong. Rasa sesal memenuhi hatinya.
"Maaf, aku tidak ingat," jawab (Name) lirih.
Sae menghela napas, lalu menunduk agar sejajar dengan (Name). "Aku Itoshi Sae, kakak Rin." ucapnya to the point.
Sae meraih wajah (Name) dengan tangannya yang hangat, dia menangkup pipi (Name) lembut. Memaksa gadis itu menatapnya. "Lihat aku, (Name)."
Sae melepaskan tangannya dan duduk di kursi, kaki disilangkan. "Rin tidak bisa datang hari ini. Dia sedang latih tanding."
(Name) hanya mengangguk. Keberadaan Sae membuatnya gugup. Meskipun Sae juga teman masa kecilnya, ingatannya tentang Sae samar-samar, membuatnya terasa asing.
Ruangan sunyi, hanya diiringi suara batuk (Name) yang tak kunjung berhenti.