Bab 141 : 3 Bulan Kemudian..

12 2 0
                                    

Luna terbangun di tengah malam, merasakan kontraksi yang berbeda dari biasanya. Energi violetnya berpendar tidak stabil, menciptakan aurora di langit-langit kamar.

"Axel," panggilnya, mencengkeram tangan suaminya yang tertidur. "Sayang, kurasa ini saatnya."

Axel langsung terbangun, matanya melebar. Dalam sekejap, istana gempar. Para pelayan berlarian, tabib dipanggil, dan Ratu Xienna bergegas ke kamar mereka.

"Tarik nafas panjang, sayang," Axel mencoba terdengar tenang meski tangannya gemetar saat menggenggam tangan Luna.

Jam demi jam berlalu. Luna mengerang, keringat membasahi gaun tidurnya. Energi violet dan merah berputar di sekitar mereka, menciptakan fenomena magis yang belum pernah terlihat sebelumnya.

"Kau kuat, anakku," Xienna menyeka dahi Luna dengan handuk basah. "Sedikit lagi."

"Aku tidak kuat lagi," Luna terisak setelah berjam-jam kontraksi.

"Kau bisa," Axel berbisik di telinganya, mengalirkan energinya untuk menguatkan Luna. "Kau adalah wanita terkuat yang kukenal. Kau bisa melakukan ini."

Tepat saat fajar menyingsing, tangisan pertama memecah keheningan. Energi violet dan merah meledak lembut, menciptakan hujan cahaya keemasan di seluruh istana.

"Putri," Nyonya Elenor mengumumkan dengan mata berkaca-kaca. "Yang Mulia melahirkan seorang putri yang cantik."

Luna menangis bahagia saat bayi mungilnya diletakkan di dadanya. Seperti dalam mimpinya - rambut silver sepertinya, tapi mata merah delima seperti Axel.

"Dia sempurna," Axel berbisik, mencium kening Luna kemudian putri kecilnya. Air mata kebahagiaan mengalir di pipinya.

"Aurora," Luna berbisik lemah tapi bahagia. "Karena dia lahir saat fajar, dan karena cahaya yang dia ciptakan..."

"Aurora," Axel mengulang nama itu dengan penuh cinta. "Putri Aurora dari Kerajaan Lunaris."

Ratu Xienna memeluk keluarga kecil itu, air matanya mengalir deras. "Ayahmu pasti sangat bangga," bisiknya pada Axel.

Di luar istana, rakyat berkumpul merayakan kelahiran sang putri mahkota. Langit dipenuhi aurora yang belum pernah terlihat sebelumnya - perpaduan violet, merah, dan emas.

"Terima kasih," Axel berbisik pada Luna yang setengah tertidur, putri kecil mereka aman dalam gendongannya.

"Untuk apa?" Luna tersenyum lelah.

"Untuk segalanya. Untuk menjadi istriku, untuk putri kita, untuk kebahagian ini."

Luna mengulurkan tangannya, menggenggam tangan Axel. "Ini baru awal dari selamanya kita."

Serangan di Hari Peresmian
Aula besar istana dipenuhi tamu dari berbagai kerajaan untuk menyaksikan peresmian Putri Aurora. Luna duduk di singgasananya, menggendong Aurora yang tertidur lelap, sementara Axel berdiri protektif di samping mereka.

"Ada yang aneh," Xyon berbisik pada Xienna, matanya awas mengamati kerumunan. Tahun-tahun sebagai Raja membuatnya peka akan bahaya.

Xienna mengangguk, merasakan energi gelap yang mengintai. "Mereka mengincar Aurora."

Semuanya terjadi begitu cepat. Sekelompok penyusup menyerang dari berbagai arah. Xyon dan Xienna bergerak secepat kilat, menciptakan barrier pelindung di sekeliling Axel, Luna, dan Aurora.

"Bawa mereka ke ruang aman!" Xyon berteriak pada pengawal, sementara tangannya sudah berlumuran darah musuh.

"Mereka lelah," Xienna menebas seorang penyerang, matanya melirik putranya yang berusaha melindungi Luna dan Aurora. "Kelahiran Aurora menguras energi mereka."

"Kita harus bertahan," Xyon menggeram, energi merahnya meledak membakar tiga penyerang sekaligus.

Berjam-jam berlalu. Jubah kerajaan Xyon dan Xienna kini tercabik dan bernoda darah. Luka-luka menghiasi tubuh mereka, tapi tekad mereka tidak goyah.

"Sepertinya sudah berakhir," Xyon terhuyung, kelelahan.

Tapi mereka salah. Seorang pembunuh yang tersisa merayap dalam bayangan, pisau beracun terangkat ke arah Aurora yang tertidur.

"TIDAK!" Xienna berteriak, tubuhnya bergerak secepat kilat.

CRASH!

Pisau itu menancap dalam di lengan Xienna. Darah mengucur deras, tapi dia tidak bergeming. Matanya menatap tajam pembunuh di hadapannya.

"Berani sekali kau mencoba menyentuh cucuku," desisnya berbahaya.

Xyon meledak dalam amarah melihat istrinya terluka. Dengan satu gerakan mematikan, dia menghabisi pembunuh terakhir itu.

"Xienna!" Xyon menangkap istrinya yang terhuyung.

"Aku baik-baik saja," Xienna tersenyum lemah, menatap Aurora yang masih tertidur damai dalam gendongan Luna. "Mereka aman. Itu yang terpenting."

Axel berlutut di samping ibunya, air mata mengalir di pipinya. "Maafkan aku, Ibu. Aku seharusnya lebih kuat..."

"Tidak, anakku," Xienna mengusap pipi Axel dengan tangannya yang tidak terluka. "Ini tugas kami sebagai orangtua. Melindungi kalian, melindungi Aurora... adalah kebahagiaan terbesar kami."

Luna terisak, mendekat dengan Aurora. "Terima kasih, Ayah, Ibu... kalian menyelamatkan putri kami."

"Dan kami akan selalu melakukannya," Xyon memeluk keluarganya. "Karena inilah arti keluarga. Kita melindungi satu sama lain."

Aurora membuka matanya, mata merahnya berkilau dalam cahaya senja. Tangannya yang mungil terulur, menyentuh luka di lengan neneknya. Secara ajaib, cahaya keemasan mengalir, dan luka Xienna perlahan menutup.

The Villain Is Obsessed With Me Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang