"Menurut gue, Kak Abi tuh suka sama lo tau, Lai," ungkap Jannah.
"Gue juga mikir gitu. Tapi tapi tapi.... Dia emang nggak punya pacar?" Nilam menyahuti temannya.
Keramaian kantin untuk mengisi kekosongan perut dan menaikkan mood para mahasiswa termasuk Jannah, Nilam, dan si gadis penyendiri yang takut sendiri yakni Laila yang kini sudah mau diajak berkumpul di tengah keramaian.
"Tapi nggak mungkin nggak sih?" Jannah bertanya.
"Nggak mungkin gimana? Laki-laki dewasa, punya pekerjaan, ganteng, berpendidikan, hafidz pula. Pasti banyak yang suka." Nilam menyahuti, "lo inget kan, Lai. Kak Abi mau dijodohin sama anak kyai di pondok pesantren, mana dijodohin sama Ning. Jadi nggak mungkin nggak ada yang suka apalagi punya pacar," sambung perempuan berlesung pipi itu.
"Ih, lo mah bikin overthinking temen gue." Jannah memeluk Laila. "Emang Kak Abi suka sama lo, Lai?" Sambil memeluk, Jannah menoleh pada Laila dan menanyainya kalimat yang memang sering dipikirkan oleh Laila.
Laila tertawa pelan, dia ingin mengabaikan obrolan teman-temannya sambil berpura-pura sibuk memainkan ponsel. "Nggak mungkin. Kita itu cuma temen aja, kok. Chattan aja jarang, ketemu juga kalau ada perlu."
"Tapi sejarang-jarangnya dia nggak hubungin lo, dia tetep kembali kan?"
Laila mendengar sembari diam-diam meresapi ucapan temannya. Benar, sejauh apapun mereka berpisah apalagi tak berkomunikasi, Abi pasti selalu kembali padanya. Namun Laila berusaha menghiraukan omongan tersebut, ia mengangkat kedua bahunya.
"Kalau seandainya Kak Abi emang beneran suka sama lo gimana?" Rentetan pertanyaan lagi dan lagi dari temannya.
"Nggak mungkin, Jannah." Laila menegaskan, menatap jengkel pada Jannah. "Sedikit kemungkinan itu ada pun, aku nggak bakal percaya," lanjutnya.
Nilam menghela napas. "Kalau kemungkinan itu ada tepat pada 90% gimana?"
"Nggak mungkin ada, Lam."
"Lai, laki-laki mana yang mau direpotkan dan selalu ada buat perempuan kalau dia nggak suka sama lo? Dia juga satu-satunya laki-laki yang lo izinin buat ketemu sama ayah lo, kan?"
Laila bergeming, tak bersuara menerima runtutan pernyataan berupa pernyataan itu.
"Nah, gimana lo mau jawab pertanyaan itu?" seru Jannah.
"Menurut aku, itu karena Kak Abi baik. Berbuat baik ke sesama manusia itu kan kewajiban umat manusia."
Kedua temannya langsung mengembuskan napas kasar. "Istigfar gue lama-lama, Lai." Jannah bersengit.
"Gini aja deh, satu tahun lagi kita mau lulus. Jangan sampai lo menyesal nantinya karena nggak pernah sadar kalau Kak Abi punya perasaan sama lo. Jangan sampe lo menyesal karena sadarnya di akhir kisah."
"Iya, iya, Nilam... Jannah. Aku nggak bakal nyesel, kok." Laila tersenyum lebar, mengelus-elus pundak kedua temannya yang sedikit kesal karena Laila sulit menyadari perasaan Abi.
Tringgg!
"Siapa tuh?" tanya Nilam.
"Kak Abi. Aku angkat dulu ya sebentar."
"Laila dicinta Kak Abi pun tiba," ledek Jannah. Laila tak menghiraukan candaan temannya, dia mengangkat telefon Abi.
"Lail, saya mau ngembaliin bukunya. Bisa ketemu sambil cerita?"
"Insyaallah bisa, Kak."
"Yasudah nanti saya tunggu di parkiran, ya." Laila menyetujui, dan mereka menutup panggilan.
.
.
.Author : Emang yakin kak Abi ga suka, Lail?
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis untuk Laila
Romance"Aku mampu bersaing dengan siapa saja yang menginginkanmu, namun aku tak bisa apa-apa dengan Alyssa yang kamu inginkan." -Laila Nafisatun Husna . . . Laila Nafisatun Husna, dia memang diam dalam kata namun riuh berdoa tiada henti mengharapkan Abi...