~Chapter 1~

26 1 2
                                    

Last Week Of May 2014
Tokyo, Japan...

Kisah ini dimulai di minggu terakhir bulan Mei 2014 atau kurang dari 3 minggu jelang bergulirnya Piala Dunia 2014 Brazil, yang jadi kali kedua untuk "Negeri Samba". Akan tetapi saat semua pecinta sepakbola di seluruh dunia tengah dirundung semarak luar biasa akibat ajang sepakbola terakbar 4 tahunan itu yang semakin dekat, hal yang sama tak dapat dikatakan untuk seorang pria paruh baya yang sedang duduk merenung di bawah pohon Sakura yang mulai memudarkan kelopak pink indahnya.

Sebenarnya, dia adalah Javier Adelmar Zanetti. Bek tengah timnas Argentina blasteran Italia, yang lebih ikonis sebagai kapten Inter Milan sampai-sampai dijuluki "Pangeran Separuh Kota Milan" bersama Paolo Maldini akibat kesamaan posisi walau beda masa bakti bersama satu klub yang sama. Tentu juga karena semua capaian hebat yang diraihnya bersama Inter. Akan tetapi, semua capaian itu mulai tiada berarti di matanya. Hal itu dikarenakan ia telah melakukan sebuah "blunder" kecil tapi fatal pasca sukses menjuarai Coppa Italia 2010/11 yaitu, telat membalas pesan suara sang ibu bernama Violetta Bonazola yang rupanya adalah pesan jelang kepergiannya dalam tidurnya sehari pasca mendengar anaknya memimpin Inter Milan menuju gelar juara FA Cup versi Italia tersebut.

"Madre... hiks. 'Uhuk'... 'sniff', kumohon maafkan aku. Aku benar-benar salah karena terlambat membalas pesan suaranya Madre saat aku berhasil menjuarai Coppa Italia 3 tahun lalu. Aku benar-benar tak tahu itu pesan terakhir Madre untukku, kumohon maafkan aku... Maaaaaaaaaaaadreeeeeeeeeeeeee!!!. Aku benar-benar anak durhakaaa!!!" Zanetti coba menahan tangis karena masih teringat kesalahan fatalnya itu, walaupun berakhir tidak bisa melakukanya. Malahan sampai merutuki dirinya sebagai anak durhaka, meskipun istilah itu sebenarnya tak terlalu salah juga.

Namun di tengah tangisnya, sebuah tangan kecil berupaya menggapai sebelah matanya untuk menyeka air matanya. Merasakan gangguan itu, Zanetti pun sontak menghentikan tangisannya sejenak. Ia lalu menoleh ke sekitar hanya untuk kemudian menemukan kalau upaya itu berasal dari sesosok bocah laki-laki bersurai ungu, bermata lavender, dan tanda lahir berupa 2 pasang kumis kucing di kedua pipinya.

"Apa yang kau lakukan disini malam-malam begini nak?" heran Zanetti pada bocah bersurai ungu tersebut yang ternyata juga sedang mengenakan jersey home timnas Jepang untuk Piala Dunia 2014.

"Aku baru saja pulang dari Fan Fest jelang Piala Dunia 2014, yaaaaaah... agak sesak juga hanya untuk membeli jersey home timnas Jepang untuk Piala Dunia edisi kali ini. Untung aku berhasil mendapatkannya dattebasa. Paman kenapa menangis?. Paman beritahu saja alasannya, aku takkan mengejek paman kok. Karena Ami-nee mengajarkanku kalau laki-laki juga boleh menangis, walaupun jangan terlalu sering" jawab sang bocah bersurai ungu kalau ia baru pulang dari Fan Fest Piala Dunia 2014 setelah sedikit berdesakan untuk membeli jersey home timnas Jepang untuk gelaran tersebut, walau berujung penasaran kenapa Zanetti sampai menangis di tengah taman begitu.

"Duduklah di sampingku nak, paman akan ceritakan kenapa" Namun, eks bek sekaligus kapten "Nerrazuri" itu hanya menyuruh bocah bersurai ungu itu untuk duduk di sampingnya terlebih dulu.
.
.
.
"Jadi 3 tahun lalu, tepatnya di minggu terakhir Serie A 2010/11 paman berhasil memimpin Inter Milan menjuarai Coppa Italia. Kalau kau pernah menonton FA Cup, itu adalah versi Italia nya. Waktu itu Inter Milan sendiri berhasil menang telak 3-1 dan berpesta juara sampai pagi. Akan tetapi di tengah-tengah pesta juara itulah paman tak sadar kalau ibunya paman mengirim pesan suara yang kurang lebih ucapan selamat. "Nak, selamat ya atas gelar juaranya, Ibu sangat bahagia. Ibu mencintaimu".

Paman tak segera membalasnya karena paman pikir masih bisa membalasnya nanti. Namun saat paman hendak membalas pada keesokan siangnya, ternyata ibunya paman sudah meninggal dalam tidurnya. Tepat sehari sebelumnya saat paman sedang merayakan gelar juara Coppa Italia..." Zanetti kemudian menceritakan kronologi kematian ibunya secara lengkap.

"Mi Propria Manera De Redimir Lo Que He Hecho"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang