𝓚𝓮𝓱𝓲𝓭𝓾𝓹𝓪𝓷 𝓢𝓮𝓱𝓪𝓻𝓲-𝓱𝓪𝓻𝓲 𝓭𝓲 𝓘𝓼𝓽𝓪𝓷𝓪

1 0 0
                                    

Kehidupan sehari-hari di istana
Bab 3
"Semangat dong yang semangat"

Setelah beberapa hari persiapan misi diplomatik, Shaa merasa sedikit lebih tenang. Hari-hari di istana dipenuhi dengan rutinitas yang cukup menyenangkan. Dia sering menghabiskan waktu di taman istana, tempat di mana bunga-bunga bermekaran dengan indah, dan aroma harum bunga melati memenuhi udara. Ini adalah tempat favoritnya untuk merenung dan mengumpulkan pikiran.

Pagi itu, Shaa duduk di bangku kayu di bawah pohon besar, menggambar sketsa pemandangan taman. Sinar matahari menembus celah-celah dedaunan, menciptakan pola cahaya yang menari di permukaan tanah. Namun, pikiran Shaa terus melayang, memikirkan rencana misi yang akan datang dan dua sosok yang sangat berarti baginya—Lee dan Chris.

Tak lama, suara tawa menggema dari arah taman. Shaa menoleh dan melihat Lee dan Chris sedang berbincang. Mereka terlihat lebih santai, jauh dari beban tanggung jawab mereka sebagai pemimpin. Lee tertawa lepas, sementara Chris terlihat lebih serius, tetapi senyumnya tampak hangat saat mereka berbicara.

“Cobalah mengajak mereka berkeliling istana,” suara lembut Shaa memecah suasana. Lee dan Chris berbalik, wajah mereka cerah melihat Shaa.

“Jangan hanya duduk di situ, Shaa! Ayo, bergabunglah!” ajak Lee, mengulurkan tangannya. Shaa bangkit, hatinya berdebar saat dia mengambil tangan Lee dan bergabung dengan mereka.

“Jadi, apa yang kalian rencanakan?” tanya Shaa sambil berjalan di samping mereka.

“Kami hanya membahas beberapa taktik untuk misi,” kata Chris. “Tetapi mungkin kita bisa memikirkan cara yang lebih santai sebelum semua tekanan itu datang.”

Shaa tersenyum, merasa beruntung bisa bersama mereka. Selama beberapa hari ke depan, mereka menghabiskan waktu bersama, berbagi cerita dan tawa. Mereka menjelajahi sudut-sudut istana yang jarang mereka kunjungi, berinteraksi dengan para pelayan dan prajurit, dan merasakan denyut kehidupan istana.

Di malam hari, Shaa sering merenung tentang hubungan yang berkembang di antara mereka bertiga. Dia merasakan ketertarikan yang mendalam terhadap Lee—sikap tegas dan kepercayaannya membuatnya merasa aman. Namun, di sisi lain, Chris juga selalu ada dengan sikap lembut dan pengertian yang membuatnya merasa nyaman. Momen-momen kecil ketika mereka bertukar pandang atau saling membantu semakin menambah rasa kedekatan di antara mereka.

Suatu malam, setelah makan malam bersama di ruang makan istana, Shaa memutuskan untuk berbicara dengan Lee dan Chris. “Kalian tahu, aku merasa sangat bersyukur bisa memiliki teman sepert kalian,” katanya, menatap mereka berdua.

“Teman? Hanya teman?” Lee menggoda dengan senyuman lebar, namun ada kehangatan dalam tatapannya.

Shaa tertawa, merasa malu. “Maksudku, kalian lebih dari sekadar teman. Kalian selalu mendukungku dan membuatku merasa kuat.”

Chris mengangguk, menyisipkan tangannya di belakang kepala. “Kita semua berada di sini untuk satu sama lain. Kita adalah tim, bukan?”

“Ya, tim,” Shaa mengulangi, merasakan kedamaian dalam kata-katanya. Namun, di dalam hati, dia tahu bahwa perasaannya lebih kompleks daripada itu.

Malam itu, Shaa tidak bisa tidur. Dia berbaring di tempat tidurnya, merenungkan berbagai perasaan yang mengaduk-aduk dalam jiwanya. Kenangan momen-momen kecil bersama Lee dan Chris terus berputar dalam pikirannya—senyuman mereka, tawa mereka, dan saat-saat ketika tangan mereka bersentuhan.

Keesokan harinya, saat bersiap untuk keberangkatan misi diplomatik, Shaa bertekad untuk lebih memahami perasaannya. Dia tidak ingin kebingungan ini menghalangi tujuannya. Sambil berdandan di depan cermin, dia mengingat kata-kata ayahnya tentang cinta dan pengorbanan. Apakah dia siap untuk menghadapi tidak hanya tantangan diplomatik, tetapi juga tantangan di dalam hatinya?

Satu Hati di Antara Dua PanjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang