𝓑𝓪𝓭𝓪𝓲 𝔂𝓪𝓷𝓰 𝓶𝓮𝓷𝓭𝓮𝓴𝓪𝓽

1 0 0
                                    

Badai yang mendekat.
Bab 4
"Aku takut kau meninggalkan ku sekarang lee, bisakah aku mencintaimu tanpa rasa takut kehilanganmu?"

Shaa Kinanti Dewi duduk di beranda rumahnya, matanya memandang jauh ke arah hamparan ladang yang melimpah. Di tengah keindahan alam itu, rasa gelisah menyelimuti pikirannya. Berita tentang ketegangan antara dua panji semakin tersebar, dan rasa damai yang selalu ada di kerajaan Pertiwi mulai terancam.

Pagi itu, saat embun masih menempel di daun-daun, Shaa menerima kunjungan dari Panji Chris. Dia mengenakan jubah berwarna biru laut
yang menekankan kecerdasannya. Wajahnya tampak serius, tetapi matanya yang lembut tetap memberikan ketenangan.

"Shaa," kata Chris, suaranya tenang. "Aku mendengar kabar bahwa Panji Lee akan mengumpulkan pasukannya. Dia tampaknya bersiap menghadapi kemungkinan konflik."

Shaa merasa hatinya bergetar mendengar nama Panji Lee. Meskipun dalam hati dia menyadari pentingnya tindakan tersebut, kekhawatiran akan keselamatan Panji Lee membuatnya merasa tertekan. "Apakah tidak ada cara lain untuk menyelesaikan masalah ini? Perang bukanlah jawaban," ujarnya, suaranya nyaris bergetar.

Chris mengangguk, menatapnya dalam-dalam. "Aku tahu. Kita perlu menemukan jalan untuk berdialog, untuk mencari solusi. Namun, Panji Lee adalah orang yang tegas. Dia merasa bertanggung jawab untuk melindungi rakyatnya."

Shaa merasakan beban berat di pundaknya. Sebagai orang yang terlempar ke masa lalu, dia merasa memiliki tanggung jawab untuk menghentikan pertumpahan darah ini. "Aku akan berbicara dengan Panji Lee. Mungkin aku bisa meyakinkannya untuk tidak bertindak terburu-buru."

Saat itu, Panji Chris menghela napas. "Kau tahu risiko yang akan kau hadapi, bukan? Dia bisa jadi tidak akan mendengarkanmu."

Shaa tersenyum lemah, berusaha menyembunyikan ketakutannya. "Tapi aku harus mencobanya. Mungkin cinta bisa mengubah segalanya."

Setelah Chris pergi, Shaa mempersiapkan diri untuk bertemu dengan Panji Lee. Dia mengenakan gaun sederhana berwarna hijau zamrud yang membuatnya merasa lebih percaya diri. Namun, di balik penampilannya yang tenang, hatinya dipenuhi keraguan. Setiap kali dia membayangkan kemungkinan pertempuran, seolah ada lubang kosong di dadanya. Kenangan akan tawa dan kebersamaan mereka menambah rasa sakit yang tidak ingin dia hadapi.

Dengan langkah mantap, dia menuju tempat di mana Panji Lee biasanya berkumpul dengan prajuritnya. Setibanya di lapangan latihan, dia melihat Panji Lee berdiri tegak di tengah kerumunan, memimpin latihan para prajuritnya. Ketampanannya membuatnya tampak berwibawa, tetapi garis kerut di dahinya menunjukkan beban yang dipikulnya.

"Shaa," sapanya ketika melihatnya mendekat. Ada sinar bahagia di matanya, tetapi segera digantikan dengan ekspresi serius. "Apa yang membawamu ke sini?"

Dia berusaha menenangkan dirinya. "Lee, aku mendengar bahwa kamu akan mengumpulkan pasukanmu. Aku khawatir tentang keputusan itu. Mungkin ada cara lain untuk menyelesaikan semua ini."

Panji Lee menatapnya, dan dalam sekejap, Shaa merasakan ketegangan di antara mereka. "Shaa, aku tidak bisa membiarkan rakyatku terluka. Aku harus bersiap untuk melindungi mereka."

"Aku mengerti, tetapi dengan berperang, kita hanya akan membawa lebih banyak penderitaan. Kita harus mencari jalan damai," jawabnya tegas, berusaha menembus ketegasan dalam diri Panji Lee.

Shaa merasakan beratnya situasi ini. “Aku tidak ingin kehilanganmu, Lee. Setiap kali aku memikirkan tentang pertempuran yang akan datang, aku merasa seolah-olah aku akan kehilangan segalanya—dirimu, masa depan kita. Rasa kehilangan itu... sangat menyakitkan.”

Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Meskipun dia berusaha tegar, rasa cemas dan ketidakberdayaan membuat hatinya terasa hancur. Dia tidak hanya mencintai Panji Lee; dia juga merasakan betapa berartinya kehadirannya dalam hidupnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Satu Hati di Antara Dua PanjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang