Empat

66 18 0
                                    

Mari ciptakan kesempatan itu menjadi sebuah kebetulan

______________________________________

Menunggu adalah hal yang mudah namun terasa melelahkan. Waktu yang bergulir dengan semestinya terlihat seperti enggan berputar.

Itulah yang di rasakan Haechan saat ini, netranya menolak kantuk yang datang dan terfokus pada langit malam agar tak melewatkan saat fajar tiba.

Hari ini adalah waktu yang ia tunggu-tunggu, penantian yang ia simpan dalam tenang seakan menggebu tidak sabar bertemu dengan sang pemicu.

Ia berbalik menuju ranjang kecilnya, di rebahkan tubuh lelahnya lalu merapal kan harapan kecil agar esok berjalan dengan lancar.

Matanya perlahan memejam dengan tangan kanannya memegang dada kiri guna menenangkan jantung nya yang kian berdebar, Haechan mengulum senyum kecil. "Jaeminie aku sudah sangat rindu". Batinnya

___

Malam yang ramai di sebuah ruangan dengan televisi yang menyala menampilkan gambar ikan Nemo, film kesukaannya.

Tangan tertutup rapi dengan selimut tebal, namun bibirnya sibuk untuk mengunyah. Matanya kemudian melirik ke arah sofa di sudut ruangan.

"Ayah?". Panggilannya sedikit berbisik

"Hmmm". Satunya juga dengan berbisik

"Jeno tidak pulang?"

Jaehyun menggeleng

"Kenapa? Bukankah ia sudah seharian disini, Sampai membawa baju ganti lagi".

Tangan Jaehyun dengan terampil mengelap bibir putranya yang sibuk berbicara dengan suara pelan itu dengan tisu.

"Dia dihukum, paman Donghae menitipkannya pada ayah agar dia tidak bisa mencuri mangga lagi karena paman Donghae baru akan pulang besok".

Jaemin mengangguk.

"Jaeminie, lihat ayah"

Jaemin sedikit terkejut dengan nada bicara ayahnya yang tampak serius, jujur saja Jaehyun merupakan orang yang sulit sekali untuk marah, namun Jaemin bisa membedakan mana saat ayahnya serius dan yang kesal sesaat.

Matanya perlahan ia bawa untuk menatap sang ayah yang juga menatapnya.

"Jaeminie ingin sekolah kan?"

Jaemin mengangguk

"Sebentar lagi putra ayah akan masuk SMA, Jaeminie harus tau bahwa sekolah sangat berbeda dengan home schooling yang selama ini Jaeminie jalani. Jaeminie akan bertemu banyak orang, seperti guru baru, suasana baru dan juga teman baru. Ayah tidak bisa selalu menjaga Jaeminie ketika Jaeminie bersekolah, bertemu dengan teman seperti apa juga ayah tidak tau. Ayah faham sekali jika Jaeminie ingin melakukan hal-hal baru seperti kemarin bersama Jeno. Tapi apa Jaeminie sadar bahwa kemarin bisa saja mengancam nyawa Jaeminie jika Jeno tidak bertindak dengan cepat. Sederhana nya begini, Jaeminie mungkin akan bertemu teman yang mengajak untuk melakukan hal-hal baru bersama dan ayah tidak bisa langsung melarang karena ayah tidak di samping putra ayah, jadi ayah mohon dengan sangat tolong jangan lakukan hal-hal yang membahayakan kapanpun dan di manapun, ayah mohon".

Jaemin terdiam dengan netranya yang mulai berkaca-kaca. Terkadang ia merasa sangat marah ketika ayahnya selalu melarangnya melakukan sesuatu yang anak lain seusianya lakukan.

Seperti Jeno yang bebas melakukan apapun tetapi tidak dengan dirinya yang hanya menonton, dulu Jaemin belum mengerti mengapa ayahnya selalu membawanya untuk ikut ke kantor sedangkan Jeno bersekolah. Jaemin hanya belum mengerti

Di saat seperti ini memang hanya waktu yang perlahan menjawab pertanyaan anak yang usianya bahkan belum genap 15, keinginannya ia utarakan dengan sungguh tatkala ia meminta untuk diperbolehkan bersekolah bersama Jeno.

Apakah Jaehyun langsung menyetujuinya, tentu saja tidak. Jaemin bahkan harus mendiamkan ayahnya hampir seminggu setelah perdebatan panjang yang mereka lalui.

Jaemin hanya ingin merasakan lembar baru yang ingin ia isi dengan warna. Selagi ia mampu.

Ia paham ketakutan ayahnya juga merupakan ketakutan nya. Tapi Jaemin bisa apa, kala sakit itu datang yang di pikirannya adalah ayahnya.

Ia takut, jika ia pergi bagaimana dengan ayahnya, siapa yang akan menemani ayahnya atau bagaimana kehidupan ayahnya tanpa dirinya.

Membayangkan saja Jaemin enggan.

"Ayahhhh, peluk".

Jaehyun tersenyum lantas perlahan bangkit dan dengan hati-hati merengkuh putranya ke dalam pelukan.

Putranya memang sangat menggemaskan, tangisnya akan ia luapkan namun bersembunyi terlebih dahulu di dada bidang sang ayah.

Terkadang Jaehyun berpikir apa yang ia lakukan sudah benar, walaupun hidup adalah milik Tuhan setidaknya Jaehyun berharap Tuhan mau menjawab semua doa yang telah ia langit kan.

Terlalu serakah memang, tapi Jaehyun lelah menyaksikan putranya yang berjuang memenangkan kehidupan dari kematian. Sementara ia tidak bisa berbuat banyak dan hanya bisa berpegang teguh pada semua harapannya.

Jaehyun takut, menjadi manusia amatir yang hatinya penuh kebencian dan melupakan segala bentuk kebaikan yang ia terima dari Tuhan.

Tapi Jaehyun juga belum bisa seikhlas bumi, saat awan gelap datang membawa hujan tanpa menjanjikan pelangi akan datang, ia tetap menerimanya dengan lapang.

Sejatinya manusia bukanlah apa-apa tanpa Tuhan nya.

______________________________________

See you
20xx

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Curva De Labios || 2J Feat. HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang