Lakukanlah semuanya dengan cinta, maka cinta akan membalas mu
______________________________________
Orang bilang di dunia ini tidak ada yang gratis, dengan kata lain segala sesuatunya membutuhkan bayaran yang diinginkan.
Tetapi manusia lupa untuk membayar apa yang juga ia dapatkan dari Tuhan, sesederhana mengucap kalimat syukur untuk hari yang bisa terlalui dengan nafas yang lancar berhembus pun mereka lalai.
Suasana sore itu ramai sekali, banyak orang yang berlalu lalang berlari kesana kemari untuk upaya yang mereka sebut menyelematkan.Haechan terdiam, menyaksikan betapa dunia akan tetap berjalan dengan semestinya tatkala beberapa orang sedang tarik ulur dengan kematian.
Panjatan doa tulus ribuan orang yang telah di saksikan dengan bisu oleh dinding putih rumah sakit tak mematahkan fakta bahwa takdir akan tetap berjalan sebagaimana mestinya.
Haechan paham, rasanya harus melanjutkan hidup setelah ditinggal meninggal adalah seperti kamu hidup tapi jiwamu kosong. Dia hidup hanya karena masih diberikan hidup oleh sang maha kuasa. Karena seberat apapun cobaan yang diberikan, pulang sebelum di jemput adalah hal yang paling tidak ingin ia lakukan.
Kakinya melangkah membawa tubuhnya untuk duduk di tepi taman rumah sakit yang kerap ia kunjungi.
Matanya melirik ke sana kemari mencari orang yang ia tunggu untuk hadir menemui nya kembali. Tapi nihil hal yang belakangan ini terus ia lakukan bahkan tak membuahkan hasil.
Nafasnya berhembus pelan, ia berdiri namun sesaat langkahnya terhenti kala netranya melihat sosok yang ia cari selama ini.
Bibirnya mengulum senyum manis.
"Penantian 100 tahunku akhirnya muncul, paman akhirnya doa mu terkabul". BatinnyaAwalnya Haechan harus bolak-balik untuk datang ke rumah sakit karena ada suatu insiden di mana ibu panti yang merawatnya ternyata memiliki penyakit yang membuatnya harus rutin untuk datang memeriksakan diri.
Haechan yakin mimpinya tidak pernah salah, bahwa Tuhan akan membuatnya bertemu kembali dengan sahabatnya, adiknya, bahkan orang-orang yang ia sayangi.
Sebut saja mustahil tapi ini terasa nyata bagi Haechan, kehidupan pertamanya yang ia ingat adalah ia hanya seorang anak lelaki yang tumbuh di keluarga sederhana namun bahagia dengan satu adik laki-laki yang manis sekali. Namun kehidupannya berakhir tragis kala terjadi perang di negara yang ia tinggali.
Kehidupan keduanya, ia hanyalah seorang anak semata wayang yang dibesarkan untuk menjaga anak lelaki dari majikan ibunya. Keluarga nya miskin namun berkecukupan karena memiliki majikan yang dermawan. Namun kehidupan keduanya juga tak kalah tragis karena harus mengalami kecelakaan saat ia bersama sedang melakukan perjalanan dengan putra majikannya.
Kehidupan ketiganya pun begitu, ia dan anak lelaki itu terus di pertemukan namun dengan akhir yang menyedihkan. Haechan bingung, mengapa mereka terus di lahirkan jika hanya untuk dipisahkan dengan cara yang mengerikan.
Rasanya seperti dikhianati berkali-kali ketika kau di tawarkan kehidupan sebanyak 77 kali bukankah setidaknya setengahnya bisa merasakan bahagia. Namun di hidupnya bertemu adiknya untuk yang ke tiga kali adalah satu-satunya kebahagiaan dalam hidupnya.
Maka jika di perbolehkan di kehidupannya yang keempat ini Haechan hanya ingin menyemogakan takdir kelabu untuk bisa bersama dengan adiknya, setidaknya sampai melewati usianya yang ke 15 tahun.
Takdir memang milik Tuhan, tapi doa adalah milik hambanya.
Benang takdir memang tak ada yang lurus, tapi setidaknya biarkan Haechan untuk bisa merapikannya. Tidak cepat namun perlahan, setidaknya ia menikmati perjalan hidup yang telah di rencanakan.
Jika kebahagiaan yang ia dapat memerlukan sebuah bayaran, maka Haechan akan dengan lantang berkata untuk menukarnya dengan kehidupan sebelumnya yang bahkan belum sempat merasakan kebahagiaan yang konstan.
Tetapi kehidupan hanyalah milik Tuhan, we never know apa yang Tuhan inginkan terkadang memang berbanding terbalik dengan apa yang kita harapkan.
___
Ruangan putih yang terasa tidak asing, mata bulatnya ia kedipkan beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk.
Netranya melirik ke sana kemarin dan menemukan sosok pria tampan dengan kemeja hitam yang digulung hingga siku, yang tak lain adalah ayahnya. Rambut yang berantakan, baju yang tampak kusut serta kerutan di keningnya seakan memberi tau betapa kacau dirinya.
Perlahan ia melepaskan genggaman pada telapak tangannya, mencoba mengelus Surai yang lebih tua dengan sayang.
Jaehyun terbangun merasakan sesuatu di kepalanya.
"Jaeminie ada yang sakit?".
Jaemin lantas menggeleng. "Ayah selalu berlebihan". Bibirnya mengerucut.
Jaehyun terkejut, berlebihan katanya. "Hei, orang tua mana yang tidak khawatir saat ia sedang meeting bersama client dan mendapatkan telpon dari seorang dokter yang mengabarkan anaknya pingsan karena kelelahan berlari setelah mencuri buah mangga milik pak RT".
Jaemin merotasi kan matanya dengan malas. "Itu kegiatan remaja, Jeno sering melakukannya saat di tinggal pergi paman Donghae".
"Dan kau mengikutinya? Oh Tuhan kau tau ayah bahkan langsung memesan tiket untuk pulang saking paniknya".
"Baiklah, aku menyesal". Ucapnya lirih
Jaehyun menghela nafas pelan sepertinya ia sudah kelewatan. Jhoni benar mungkin setidaknya ia harus lebih meluangkan waktu untuk putranya. Setidaknya ia pikir kejadian ini akan membuat putranya untuk selalu berpikir dua kali sebelum melakukan sesuatu. Ya Jaehyun harap begitu.
"Seharusnya aku naik satu tangkai lagi".
Jaehyun menyerah.
______________________________________
See you
20xx