Part 14

8.8K 335 5
                                    

Pagi-pagi up nih.

Yok voment duluuu.


==========================================

BAGIAN

EMPAT BELAS (14)

==========================================



"Dengan berani, anak laki-laki bertarung dengan musang yang nakal. Dan akhirnya, ia pun menang dan mendapatkan pisang."

"Pisang yang jumlahnya banyak itu dibagi pada seluruh warga desa. Mereka senang karena bisa makan pisang yang enak."

Tepat setelah ia menyelesaikan dongeng tengah dibacakan untuk sang putra, Arjuv pun menguap dengan cukup lebar.

Mata buah hatinya tampak memerah. Dan sepertinya sudah amat mengantuk.

"Mau dongeng satu lagi, Nak?"

Jagoan kecilnya segera menggeleng seraya menguap sekali lagi. Tanda yang amatlah jelas jika kantuk putranya begitu berat.

"Arjuv mau tidur sekarang?"

Kali ini, sang buah hati pun mengangguk. Netra batita itu mulai memejam.

Namun kemudian membuka kembali. Ia ditatap dengan sorot mata yang polos.

"Apapa ...,"

"Apa, Nak?" respons Nusra segera.

"Kleuar, Papa. Kleuar."

"Arjuv minta Papa keluar, Nak?"

Pertanyaan diajukan Nusra dalam upaya memastikan kembali keinginan sang buah hati yang memintanya keluar kamar.

Dan jagoan kecilnya pun mengangguk.

"Arjuv kenapa minta Papa keluar?"

Nusra merasa penasaran akan permintaan sang anak, apalagi disertai rengekan.

Artinya keinginan Arjuv harus dipenuhi.

"Mau bobok ndiri, Papaaaa."

Walau dengan pelafalan yang masih belum bagus saat putranya bicara, ia sudah bisa memahami apa yang dimaksud batita itu.

Arjuv ingin tidur sendiri.

Karena merasa betapa menggemaskannya ucapan sang buah hati, Nusra pun tertawa.

Kontras akan jagoan kecilnya yang malah mengembungkan kedua pipi. Dan artinya masih merajuk agar keinginan dituruti.

Baiklah, ia harus segera berikan respons.

"Hm, Arjuv mau bobok sendiri, Nak?"

"Yaaahh, Papa."

"Arjuv anak pemberani." Diberikan pujian agar sang buah hati kian senang.

"Ajuv anak belani."

Nusra terkekeh mendengar balasan cadel jagoan kecilnya yang masih bersemangat, walau sudah mengantuk berat saat ini.

Arjuv pun kembali menguap lebar.

"Oke, Papa akan keluar sekarang, Nak. Arjuv harus bobok yang cepat. Oke?"

"Oteee, Papaaa."

Sepertinya energi sang putra belum habis juga sehingga masih bisa berseru keras.

"Papa obok ndili, yah?"

Nusra pun spontan mengurungkan turun dari ranjang karena pertanyaan Arjuv yang polos. Sang buah hati menatapnya lugu dengan mata yang semakin memerah.

Selama ini, Arjuv tentu tahu bahwa ia dan Acintya tak tidur sekamar. Putra kecilnya pun sempat berkata, sehingga dirinya dan sang istri cukup bingung dalam memberi alasan yang bisa dipahami anak mereka.

Baik, ia maupun Acintya memilih kompak menerangkan jika memilih tidur sendirian agar menjadi pemberani seperti Arjuv.

Tentu akhirnya sang buah hati memahami, walaupun mereka harus berdusta.

"Nggak, Nak." Nusra menjawab lantas.

"Papa mau bobok sama Mama."

"Papa mau kasih adik untuk Arjuv."

Nusra terkekeh melihat putranya kaget.

Ekspresi batita itu sangatlah lucu, dengan netra yang lebih membulat dibanding tadi.

"Arjuv mau punya adek nggak, Nak?"

Entah apa caranya dalam bertanya sudah tepat atau masih belum dimengerti sang buah hati, tapi Arjuv mengangguk-angguk.

"Mau adik cowok atau cewek, Nak?"

Nusra sadar jika ia menanyai hal konyol pada putranya yang baru berusia batita, tapi ingin saja membahasnya sekarang.

"Dek cewek."

Sang buah hati telah memberi jawaban.

"Adek cewek? Bagus juga, Nak." Nusra pun kembali terkekeh geli sendiri.

"Papa akan kasih Arjuv adik cewek yang cantik seperti Mama Arjuv. Oke, Nak?"

"Oteee, Papa."

"Nah sekarang Arjuv bobok dulu supaya besok bisa main ke pantai bareng Papa."

"Oteee, Papaaa."

Beberapa detik kemudian, sang buah hati pun sudah memejamkan mata. Dan tidak akan butuh waktu yang lama untuk dapat terlelap dalam tidur nyenyaknya.

Peran Ayah Pengganti (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang