» 𝟑 «

131 17 7
                                    

•••

“Cause the world is not fair”

•••

°°°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°°°


[Name]'s P. o. v

Di sudut taman rumah sakit, aku duduk di kursi taman, menggenggam satu buku novel dan buku harian yang kuletakkan disebelah tempatku duduk. Novel ini, hadiah pertama Rin di ulang tahunku yang ke-16, begitu berharga. Aku tak pernah bosan membacanya, setiap kata bagaikan melodi indah yang menenangkan hati. Di sini, di tengah taman yang sepi, aku merasa lebih tenang daripada di ruang rawat yang sempit.

Tapi ketenangan itu tak bertahan lama. Ketika angin dingin menusuk kulitku, mengingatkan bahwa musim dingin sudah dekat. Nafasku tersengal, bukan karena udara dingin, tapi karena penyakit ini. Aku meringkuk, berusaha menghalau rasa sesak yang semakin kuat.

Tiba-tiba, dunia seakan berhenti. Mataku terpaku pada sosok jangkung di ujung jalan. Rin. Dia hanya berdiri di sana, menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan.

Aku merindukannya. Kehadirannya, meskipun hanya sekilas, membuatku merasa sedikit lebih baik.

Mata kami bertemu. Detik demi detik, tatapannya yang datar menyimpan sorot yang tak biasa. Aku langsung merasakannya.

Wajahnya mungkin datar, tapi kilatan cahaya di matanya tak bisa membohongiku. Tatapannya...

Itu seperti... kesedihan?

Dia mendekat, langkahnya pelan tapi pasti. Rin berdiri di hadapanku, menarik tanganku, membuatku jatuh ke dada bidangnya, dan mendekapku erat. Hangat. Itulah yang kurasakan pertama kali.

Dia memelukku, meski tak terlalu erat. Bibirnya terkatup rapat, tak ada sepatah katapun keluar dari sana. Tiga puluh detik berlalu, aku tak ingin melepaskan pelukannya, tapi aku tahu aku harus.

Jantungku berdebar kencang, perutku terasa seperti dipenuhi serangga yang terbang tak karuan. Aku mengakhiri pelukan itu sebelum dia menyadari kekacauan di dalam diriku.

Aku menatapnya, pria yang menyandang status sebagai temanku itu, dengan tatapan sendu.

"Ada apa, Rin?" tanyaku.

Dia tak menjawab, malah menggenggam tanganku erat.

"Ayo masuk, di sini dingin," jawabnya. -Dasar pria yang rumit, bilang saja kau mengkhawatirkanku-

Aku mengulum senyuman tipis, lalu mengangguk. Kami berjalan berdampingan, masuk ke dalam ruangan yang suram itu.

Aku kembali ke ranjang, mengatur napasku yang semakin sesak. Penyakit ini, CF, sungguh mengganggu. Bernapas saja terasa melelahkan.

𝗢𝘂𝗿 𝗗𝗶𝗮𝗿𝘆 ➣𝐈𝚝𝚘𝚜𝚑𝚒 𝐑𝚒𝚗 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang