"Pa, kakak udah usaha sebaik mungkin, tapi kenapa usaha kakak ngga pernah papa hargai?"
~Nathaniel Rothschild HarsaHappy reading
ஓ๑๑ஓ
jam menunjukkan pukul 06.40 mereka sudah pada berangkat kesekolah bersama menggunakan mobil, Azrael yang menyetir, Nathan duduk disebelahnya dan jea duduk dibelakang sendiri.
Tidak ada yang obrolan didalam mobil hanya ada suara musik yang menutupi keheningan tersebut. Mereka berperang dengan pikiran masing masing, memikirkan ucapan sang papa saat sarapan tadi.
Tak berselang lama Azrael akhirnya mulai berbicara, "Gue harap kali ini nilai kita semua memuaskan dimata papa." Ucap Azrael yang tetap fokus sama jalanan.
"Usaha ataupun ngga, nilai gw ga bakal anjlok bang, lo pikirin nasib kak Nathan aja," Ketus Jea.
Azrael menoleh sekilas melihat wajah kembarannya. Melihat wajah sang adik yang murung Azrael memikirkan kenapa mereka bisa beda sejauh ini, dari sifat, nilai, gaya berpakaian semuanya berbeda.
"lo udah belajar nat?" tanya sang abang, "Gue harap usaha lo kali ini berhasil." sambungnya.
Nathan yang mendengar ucapan sang abang lantas menoleh kesamping, "Hahaha... aman bangit, Gue yakin kalau kali ini pasti berhasil," Ucapnya sambil tersenyum manis.
"Mengejar nilai sempurna bukan sekadar soal angka, nilai sempurna mungkin adalah tujuan lo. Lo jangan terlalu memaksakan diri agar diakuin sama papa." Nathan yang mendengar lantas menoleh kebelakang dengan tatapan bingung. Ntah apa yang merasuki sang adik sampai berkata seperti itu.
"Lo kerasukan apa jea? tumben bener ngomong panjang. Biasanya singkat kek bangit," tanyanya dengan tatapan khawatir, takut sang adik kerasukan. "Ngeliatin gw biasa aja bisa ga sih?" Ucapnya sambil menatap tajam kearah sang kakak.
"Yaa maaf je... takut lo kerasukan anjir, tanpa ada angin ribut halilintar lo bicara gitu, ya was was lah gw." Azrael yang mendengar perdebatan kedua adiknya hanya menggelengkan kepala tanpa sadar senyum kecil terukir diwajahnya.
Tak kerasa mereka udah sampai di lingkungan sekolah. Mobil perlahan masuk ke area parkir sekolah, mencari tempat yang pas di antara barisan kendaraan lain yang sudah rapi berjejer. Setelah menemukan tempat, mesin dimatikan, dan suasana langsung berganti hening, hanya suara anak-anak di kejauhan yang mengisi udara.
Dengan tenang, pintu mobil terbuka, dan kaki melangkah keluar, menghirup udara pagi yang segar. Sekeliling dipenuhi dengan hiruk-pikuk anak-anak yang berlari, saling menyapa, dan beberapa orang tua yang masih mengantarkan.
Langkah-langkah ringan membawa kami melewati gerbang besar, memasuki lingkungan sekolah yang ramai. Di kanan kiri, siswa dan orang tua saling berlalu-lalang, suara canda tawa, yang membuat mereka merasa iri akan hal tersebut.
Simple tapi tidak semua orang mendapatkan hal tersebut. Andai saja orang tuanya ga haus akan pekerjaan pasti mereka akan bahagia seperti anak anak disana.
langkah kaki mulai menyusuri koridor menuju kelas jea. Sesekali dia menatap kami, mungkin untuk memastikan kami masih di sampingnya atau tidak, sementara Nathan tersenyum jahil, "Apa cil liat liat?" Jea langsung memutar bola mata melas dan lanjut fokus berjalan. Suara langkah kami berirama, diiringi suara riuh teman-teman yang sedang menuju kelas masing-masing.
Setelah sempai didepan kelas jea, Nathan mengelus kepala adiknya sambil tersenyum, kami pun berbalik dan mulai melangkah menuju kelas. Di sepanjang koridor, suara riuh semakin mereda saat kami mendekati kelas. Begitu sampai di pintu kelas, Nathan menarik napas dalam dan bersiap menghadapi uh hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
rindu dibalik duri
Teen Fictionkeluarga yang harmonis ya? apakah bisa kita membuat harmonis dikelurga ini kembali?