Taehyung adalah orang pertama yang menemukannya. Juga mungkin dia adalah orang pertama yang mengharapkan cintanya.
Cahaya itu sudah beberapa kali mencoba menghangatkan hatinya. Namun, Taehyung baru menyadarinya di tanggal 7 Desember, ketika musim dingin yang tidak ia sukai justru mendatangkan seseorang yang akhirnya membuat dirinya memiliki hasrat untuk menjalin sebuah hubungan.
Bukan pacaran. Jelas, saat itu ia hanya anak lelaki berusia sembilan tahun yang sedang gencar-gencarnya mempertanyakan hal-hal kritis pada orang-orang dewasa di sekitarnya. Sebab meski banyak anak yang bernasib sama dengannya, Taehyung selalu ingin tahu kenapa semua anak menjadikan Ibu Choi sebagai ibu mereka? Kenapa semua anak harus menjadi anak Ibu Choi di saat marga mereka saja berbeda-beda. Ibu dan ayah Taehyung seharusnya seseorang dengan nama yang berawalan dengan marga Kim seperti namanya.
Hingga kehadiran anak perempuan itu membuat Taehyung sejenak melupakan pertanyaan-pertanyaan itu dan memilih menerima. Dia tak diinginkan ayah dan ibu kandungnya, begitu singkatnya. Mungkin, Taehyung hanya merasa ia akhirnya menemukan seseorang untuk berbagi keresahan masa kecil pada akhirnya. Karena gadis itu selalu ingin tahu tentangnya.
“Hai, namaku Jennie. Siapa namamu?”
Anak itu bertubuh mungil dan pipinya mengingatkan Taehyung pada pangsit kesukaannya yang nampak kenyal. Senyumnya sangat manis, lebih manis dari sebatang cokelat yang ia ulurkan dengan maksud diberikan padanya. Dia memberikan makanan pada anak-anak setiap datang. Terkadang roti, kadang permen, hari ini dia membawa cokelat dengan bungkus berwarna biru seperti gaun yang dikenakannya.
“Kau masih tidak akan memberitahukan namamu padaku? Tidak masalah. Ini untukmu. Bulan depan aku akan datang lagi. Kau ... suka Marshmellow?”
Taehyung beringsut menjauh ketika gadis itu tiba-tiba menekuk kaki di sampingnya. Begitu dekat. Lantas memaksa mengambil tangan Taehyung untuk menerima cokelat darinya. Selalu seperti itu sejak beberapa bulan lalu. Gadis pemaksa yang tidak bosan menanyakan nama Taehyung, padahal dia bisa saja bertanya pada Ibu Choi karena mereka nampaknya dekat. Mungkin gadis yang memperkenalkan diri sebagai Jennie itu hanya berpura-pura agar bisa bicara dengan Taehyung. Dia satu-satunya anak yang tidak takut padanya meski sudah diberi penolakan secara terang-terangan. Dia terus datang dan memberikan makanan-makanan ringan yang tidak pernah Taehyung makan. Ia simpan di laci meja belajarnya entah untuk apa.
“Di sini ramai dan banyak teman. Di rumah, aku adalah anak satu-satunya. Sepi. Bosan. Kau ... mau tidak jadi temanku?”
“Temanmu sudah banyak. Untuk apa?”
Taehyung merasa keceplosan hari itu. Dia sangat menyesal telah menjawab setelah sekian lama bersikap tak acuh. Pun, Jennie membuatnya semakin malu lantaran menunjukkan reaksi yang berlebihan seolah Taehyung dulunya bisu dan kini bisa bicara. Rona kegembiraan di wajah itu nampak tulus. Jennie sangat bahagia hanya karena hal sepele. Pada akhirnya Taehyung menyadari dirinya tak bisa mengabaikan gadis ini. Dia sesungguhnya selalu tertarik dengan gadis ini. Senyumnya yang menular, suaranya yang menyuntikkan semangat. Taehyung hanya terlalu malu untuk membalas sapaannya karena ia merasa bukan siapa-siapa, sementara gadis ini layaknya Santa yang disukai anak-anak.
“Meskipun temanku banyak, kau adalah yang paling spesial, oke?” Gadis itu mengulurkan tangan.
“Kau mencoba membohongiku.”
“Aku berjanji.”
Namun, Taehyung tidak pernah tahu alasan tepatnya gadis itu membohonginya yang terlanjur berharap, sebab bulan-bulan berikutnya Jennie ataupun kedua orang tuanya tidak pernah datang lagi. Salju telah meleleh dan bunga-bunga kembali mekar. Musim semi datang. Namun, Jennie menghilang. Dia hilang setelah Taehyung membuka hatinya. Dia pergi setelah Taehyung memberikan kepercayaannya. Dia tak pernah datang setelah Taehyung merasa bisa menjadikan gadis itu sebagai mataharinya.
Sampai detik di mana Kim Taehyung mengerjapkan netranya guna menyadarkan diri dari ilusi menyesatkan itu, ia masih tidak mengerti kenapa dadanya selalu berdesir tiap kali mengetahui sosok itu ada di dekatnya. Ketika namanya menggaung dalam benak—batinnya, sisi liar yang ia miliki memberontak. Seperti singa yang dihadapkan pada rusa cantik yang sibuk mengais makanannya dalam ketenteraman dunia. Taehyung berhasrat ingin mengusik. Dia ingin melihat perlawanan yang bisa rusa itu lakukan jikalau itu terhadapnya.
***
Delapan belas tahun kemudian ...
Kim Taehyung mencengkeram erat lengan kursi kerjanya. Setengah mati menahan diri untuk tidak merealisasikan pikiran licik nan gilanya pada perempuan yang memecah atensinya kini. Ia mengacuhkan semua berkas meski bersikukuh takkan mendekat untuk melakukan tindakan. Ia masihlah pengecut kendati hasrat tak lagi dapat dibendung. Kian menggelora.
Maka kali ini ia menyerah dan mengikuti kata setan dalam dirinya untuk beranjak ketika makhluk pengamatannya melakukan pergerakan. Sengaja melangkah lebih cepat berharap tak tertinggal. Ia nyaris mengageti mangsanya yang naif tak tahu niat busuknya itu dengan tiba-tiba muncul setelah mengikutinya turun hingga ke lantai dasar. Mereka di depan kantor kemudian. Karyawan hilir mudik karena jam makan siang. Dua sejoli itu begitu menarik perhatian.
“Kim—” Perempuan itu mengenalinya. Namun, nama lengkap pria ini nampak tak bisa ia sebutkan. Sesaat memperhatikan dirinya sendiri, dia mungkin merasa tidak pantas. “Ada yang bisa kubantu?” tanyanya kemudian dengan wajah polosnya yang diliputi kecemasan.
Benar. Kim Taehyung yang berwatak keras dan dingin ditakuti semua bawahannya. Bahkan sifat arogan yang melekat pada pria berpostur semampai dengan rambut nyentrik ikal yang ia panjangkan hingga di bawah telinga itu diketahui banyak orang dari luar gedung kantornya. Hingga, perempuan ini mungkin juga sudah tahu. Sebab pernah ada sosok yang membuat mereka dekat. Perempuan ini mungkin sudah mengetahui banyak hal tentang dirinya. Kecuali obsesi gilanya akan dia.
Dan Kim Taehyung tidak pernah segugup ini sebelumnya. Dia terbiasa menatap tajam siapa pun manusia yang berdiri di hadapannya sampai mati kutu. Namun, kebingungannya kali ini membuat sang perempuan mengernyitkan dahi. Sesaat merasa ingin melarikan diri, sebab bos besar ini bersikap kurang wajar. Mungkinkah dia sakit?
“Bagaimana kabarmu?” Dan dia nyaris meledakkan jantung seorang perempuan dengan pertanyaan itu.
Namun, perempuan di hadapannya adalah sosok luar biasa kendati beban hidup menempanya tak henti-henti. Penampilannya yang biasa-biasa saja, jabatan kerjanya yang bukan apa-apa, jelas tidak mewakili pribadinya yang mengagumkan.
Mungkin, hal itulah yang membuat Taehyung begitu tertarik, ingin merasakannya sampai akan gila tiap memikirkan cara. Maka ia tak heran ketika sang perempuan yang nampak demikian masih muda namun memiliki raut wajah penuh beban itu cepat menguasai diri, meski nampak jelas netranya berkaca-kaca.
Sosok di hadapannya seharusnya tahu pasti bahwa tidak pernah ada kata baik-baik saja sejak kepergian seseorang. Namun, perempuan itu tersenyum. Senyum yang begitu tegar akan tetapi berarti berbeda bagi mata kotor Taehyung.
“Hidupku masih terus berjalan, jadi aku harus baik-baik saja.” Dia bilang.
Kim Taehyung terbata-bata tak mampu menimpali apa-apa sebab memang dia terkesima, terpesona, dan teramat sangat tergoda. Maka ia membiarkan perempuan itu pergi dengan skuter abu-abunya.
Nyatanya dia hanya seorang kurir makanan dan Taehyung tak berhak menahannya terlalu lama. Namun, jika dipikir lagi, seharusnya perempuan itu begitu rendah di mata seorang Kim Taehyung sampai dia tak ingin melihat eksistensinya.
Akan tetapi mata Taehyung tak pernah lepas. Saat berdekatan, ia akan mendadak menajamkan penciuman dan berusaha mencuri bau feromon yang disebarkannya untuk berfantasi. Meraba dalam butanya. Secara sadar ia kerap kali menelanjangi perempuan itu dengan tatapannya. Tiap kali bertemu, hanya hal kotor dan gila yang akan muncul di benak sang bos besar.
Benar-benar gila. Janda kembang itu benar-benar membuatnya gila. Syukurlah suaminya sudah mati. Dia memang harus mati.
Liu_
KAMU SEDANG MEMBACA
WIDOW
FanfictionBadai telah berlalu dan bunga-bunga kembali mekar. Musim yang berbunga datang. Namun, Jennie menghilang. Dia hilang setelah Taehyung membuka hatinya. Dia pergi setelah Taehyung memberikan kepercayaannya. Jennie tak pernah datang setelah Taehyung me...