"Juan....kamu denger aku kan? Juan tolongin aku...aku mau dibunuh.....
JUAN! TOLONGIN AKU!, AAAAAA JANGAN BUNUH AKU!!"Juan membuka matanya lebar-lebar dengan nafas yang memburu. keringat dingin bercucuran membasahi sekujur tubuhnya, Ia bermimpi sangat buruk. Segera Juan bangun dari tidurnya dan berjalan menuju dapur untuk meneguk air mineral. Ia masih mengatur nafasnya kemudian matanya beralih menatap kalender yang tergantung di dinding.
"Hari ini tanggal 22 ya? udah tepat 7 tahun berlalu.." gumam Juan.
Tidak ada yang special di hari liburnya. Juan memilih untuk menghabiskan waktu dengan beristirahat di rumah, bermalas-malasan, dan membaca buku. kini hari sudah berganti dan saatnya Ia berangkat lagi untuk bekerja. sebelum Juan berangkat menuju rumah sakit, Ia mengemudikan mobilnya sejenak ke arah selatan kota.
Juan sampai di sebuah pemakaman dan langsung berjalan menuju salah satu makam yang dulu sangat rutin Juan kunjungi.
'Arabella Layla Olivia'
Nama yang terpampang di batu nisan itu. dari membaca namanya saja, langsung terlintas sosok perempuan cantik yang sangat Ia cintai itu. perempuan yang pernah dan selalu menemaninya, bahkan di saat Juan sedang berada di titik terendahnya. namun sayang, Juan ternyata tidak bisa ada untuk Layla disaat perempuan itu menemui titik terendahnya.
"Layla...aku kangen banget sama kamu, tapi aku gak bisa berbuat apa-apa. Aku cuman pengen kamu yang tenang disana, dan baik-baik kalau ngunjungin aku lewat mimpi..." Juan memejamkan matanya perlahan air matanya turun membasahi pipinya.
Andai Juan bisa memutar waktu kembali dan menemani Layla dirumah sakit kala itu, mungkin semua kejadian mengerikan yang hanya menyisakan duka tidak akan terjadi sama sekali. cukup lama Juan merenung di pinggir makam, mengungkapkan dalam hati betapa ia sangat merindukan Layla dan berharap agar perempuan itu tenang dialam sana.
"Layla...aku pamit kerja dulu ya..nanti aku mampir lagi.." pamit Juan sembari mengusap air matanya yang terjatuh dipimpinnya itu sebelum akhirnya meninggalkan pemakaman tersebut dan melanjutkan menuju rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, Juan menemui Hansara yang tengah duduk di sebuah taman sembari menggambar sesuatu.
"Hai Hansara!" sapa Juan sembari ikut berjongkok dengan bertumpu sebelah lutut di sebelah Hansara.
Hansara tidak menjawab dan menghapus gambar di tanah dengan tangannya.
"kenapa di hapus?"
"gapapa."
"saya belum liat semua-"
"Dokter ngapain kesini? bukannya ini jadwal dokter praktik ya, kok malah kesini?"
"Saya mau ketemu kamu dulu." jawab Juan sembari tersenyum simpul.
"Tapi aku lagi gak mau ketemu siapa-siapa disini, jadi mending dokter pergi aja."
"Kenapa? saya gak bakal ngapa-ngapain kamu kok, saya disini cuman mau menemani kamu aja."
Hansara menghela nafasnya dan menatap Juan dengan malas. Hansara merasa bahwa Juan adalah dokter yang aneh dan berbeda. biasanya dokter maupun para perawat selain suster Melody sangat enggan untuk mendekat kepadanya. Hansara hanya bertemu dengan para staff rumah sakit saat sesi konseling, dan jam bebas. selain itu, ia benar-benar kesepian.
"Dokter ngapain sih? kamu gak takut sama aku dok?"
"kenapa harus takut? kamu kan pasien saya."
"suatu saat saya nyakar dokter."
"Gak masalah."
"Jambak dokter sampe botak."
"gapapa."

KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Hati
Teen Fiction"Mungkin jika dibilang itu adalah kamu, maka aku bersyukur kamu bisa hadir kembali dalam hidup aku." Ini berkisah tentang seorang dokter bernama Kavandra Juan Adiyatama, dia bertemu dengan seorang pasien jiwa yang sangat mirip dengan gadis yang sang...