Part 1: Penyesalan

87 20 8
                                    

🌟 

Matahari mulai tenggelam, menyisakan semburat jingga yang memancarkan aura aneh. Angin berhembus di antara pepohonan, dan dedaunan bergetar seolah ada ketegangan yang menyelimuti udara sore itu.

Di jalan setapak yang begitu sepi, Revan dan ibunya berlari terburu-buru, jantung mereka berdegup kencang. Berkali-kali mereka melirik ke belakang tuk memastikan sesuatu, rasa panik datang menghampirinya saat melihat bayangan di belakangnya semakin mendekat. Napasnya terengah-engah, bersatu dengan desir angin, menciptakan suasana yang menegangkan.

"Terus berlari, Revan! Jangan berhenti !" ucap ibunya.

 Mereka memaksakan diri untuk berlari lebih cepat. Tanah yang basah akibat genangan air hujan membuatnya hampir jatuh, tetapi mereka memilih mengabaikan itu dan terus berlari.

Lama-kelamaan, kaki mereka mulai terasa sakit dan kebas. 

Mereka terus melangkah meski terasa berat, dengan segenap tenaga melewati rerumputan dan semak-semak yang menghalangi jalan.

 Langit mulai gelap, dan rasa dingin mulai menusuk kulit mereka, tetapi mereka tetap berlari untuk menghindari para pengejar.

Setelah jarak mereka agak jauh dari para pengejar, mereka mulai menurunkan kecepatan dan mencari tempat persembunyian. 

Revan menatap sekelilingnya dan tak sengaja melihat sebuah kilauan di ujung semak belukar yang begitu tinggi. 

"Ibu, ada cahaya di balik semak-semak itu!" Ibunya pun datang menghampiri dan mulai memeriksa semak-semak itu. Mereka menelusuri semak-semak itu, dan setelah sampai di ujung jalan, mereka melihat ada sebuah gubuk yang dikelilingi oleh semak belukar, tetapi terlihat terjaga dan teratur.

Mereka pun memilih masuk ke dalam gubuk dan bersembunyi di dalamnya. 

"Ibu... Aku takut bu..." suara Revan bergetar, penuh ketakutan. 

"Bagaimana kalau mereka menemukan kita bu?" Matanya membesar dan menatap cemas ibunya yang duduk di sampingnya.

Ibunya meraih tangannya dan menggenggamnya dengan erat. 

"Tenang, sayang. Kita aman di sini, mereka tidak akan menemukan kita," sambil berusaha menenangkan Revan. Revan menggeleng, air mata mulai menggenang di sudut matanya.

 "Tapi... suara mereka, Bu mereka semakin mendekat."

Ibunya menatap pintu gubuk yang terbuat dari kayu, berusaha mendengar suara langkah di luar. Langkah kaki yang berat dan suara yang samar-samar terdengar semakin dekat. 

Jantung mereka semakin berdebar. Mereka tahu betapa menakutkan keadaan ini, tetapi mereka harus berusaha tetap tenang agar bisa selamat.

Bayangan-bayangan hitam terlihat melintas di sela-sela pintu membuat mereka semakin tegang. 

Revan dan ibunya menahan napas berharap agar para pengejar tidak menyadari ada yang mencurigakan di gubuk. Ibunya pun memeluk Revan, berusaha memberikan ketenangan dan rasa aman.

Beberapa saat berlalu dalam keheningan diiringi suara jangkrik menambah ketegangan.

Suara kaki dan bisikan tadi mulai menghilang menyisakan mereka berdua dalam sunyi. Mereka menghembuskan napas dan bersyukur mereka masih bisa selamat. Namun, mereka memilih menetap di dalam gubuk sebab malam sudah tiba dan merasa sudah sangat lelah.

Mereka pun beristirahat di dalam gubuk sembari menunggu pagi tiba. 

"Revan kamu tidur aja, biar ibu yang berjaga malam. Kamu kan sudah sangat lelah." 

"Tidak bu... biar Revan yang berjaga, ibu tidur saja." sahut Revan. 

"Sudah kamu tidur aja Revan, dengerin apa kata ibu!" 

Tak lama setelah itu, Revan tertidur dengan lelap.

🌟 

Terima kasih sudah membaca cerita ini.

Jika ada sesuatu yang ingin dikatakan, silakan berkomentar!

Jangan lupa untuk vote yah!

**************************************

Jejak Luka dan HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang