04. THE RULER OF PLAY (2)

31 8 2
                                    

Lorong kelas atas kini ramai oleh satu pertunjukan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lorong kelas atas kini ramai oleh satu pertunjukan. Dimana seorang perempuan baru saja menyerahkan nyawanya dengan cuma-cuma pada sang penguasa yang seharusnya tidak diusik. Orang-orang menatapnya remeh. Secara terang-terangan mencemooh dengan berbagai simpulan.

Tapi keadaan berbalik dengan cepat. Sejumlah murid segera memalingkan wajahnya ke arah lain ketika North dengan kasar merobek rok Serenity hingga menampakkan pahanya yang sekal dan mulus, meninggalkan celana pendek hitam yang menjadi objek beberapa murid laki-laki. Serenity tentu terkejut, bertambah besar saat merasakan lehernya tercekik hingga tubuhnya sedikit terangkat, mengharuskannya berjinjit dan memukul-mukul lengan kekar yang mencoba meremukkan batang lehernya. Dipermalukan tak tanggung. Disakiti tanpa ampun.

North menatap dingin. Tidak pernah ada yang melewati batas dan bertindak impulsif seperti perempuan payah didepannya ini. Tidak ada yang berani sampai menamparnya, bahkan untuk sekedar menatap pun orang-orang selalu menundukkan kepala.

Perlakuan ini jelas menghina baginya. North marah besar bukan karena tamparan yang mendarat — selain itu, posisi besarnya yang ditakuti seakan tak berarti bagi perempuan tersebut, jelas saja menggores harga dirinya yang telah banyak menerima sanjungan serta kehormatan dari seluruh kalangan disini. Entah apa isi kepala perempuan tersebut hingga nekat melayangkan tamparan pada wajahnya.

Serenity mencoba berontak lebih kuat meski napasnya telah berada diujung, wajahnya memerah, sorot matanya melemah. North tidak memberi kelonggaran, tidak juga mengurangi kekuatannya yang tidak sebanding dengan milik Serenity. Laki-laki ini rupanya lebih sekedar berbahaya dalam rumor semata. Tetapi Serenity tidak menyesal telah menamparnya. Laki-laki ini pantas menerima karena telah bersikap congkak. Dengan keberanian yang muncul tiba-tiba, tangan Serenity yang semula menahan lengan kekar North mulai menjalar pada rambut laki-laki tersebut, menjambak kuat, dia tidak yakin untuk mencengkram leher yang ukurannya berbeda dengan miliknya, maka sasarannya berbelok pada rambut dan wajah North yang diserang secara brutal.

Halter menatap murid yang masih penasaran, dia memberi kode agar mereka segera pergi sebelum satu diantaranya harus menjadi korban berikutnya. Mereka menurut, buru-buru melangkah menjauh.

North melepaskan cekikikannya. Menghempaskan Serenity setelah perempuan itu dengan sengaja mencolok sebelah matanya.

“Apa kau gila?!” North marah. Tangan kanannya menutupi satu mata yang terasa perih dan panas. Perempuan gila didepannya ini teramat berani.

Serenity mengatur napasnya, mengusap lehernya dan berpegangan pada pilar terdekat karena sedikit lunglai.

Sudah selesai mengembalikan fokus matanya. North kembali mendekati Serenity, mencengkram kuat wajah perempuan tersebut. Kedua tangan Serenity dicengkeram kencang dan berada diatas kepalanya, North melakukan ini karena sikap pemberontak Serenity tidak bisa ditebak, satu kakinya berada ditengah-tengah kaki Serenity — mengunci pergerakan, perbedaan tinggi mereka tidak menjadi penghalang bagi North untuk memberi efek jera. “Kau menunjukkan tekad untuk memberontak sejak awal. Kau pikir aku akan diam untuk tidak menghentikan tingkah laku payah mu?” Baritonnya mengintimidasi. Serenity yang hendak melawan terpaksa mengalah sebab cengkraman diwajah dan tangannya mengikis habis sisa tenaganya. Dia balas menatap sorot dingin North.

Eleftheria Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang