***
Posisinya Khaesan sudah di gocar. Dia memutuskan untuk pulang. Dia mau cepat-cepat tidur walaupun isi kepalanya sekarang penuh Ai dan kerjaan.
"Halo, Ta. Sorry nelpon padahal lo udah balik."
Dia menelepon Aretta, anak magang di divisinya. Buat ngabarin kalau perempuan itu akan ikut meeting besok pagi. Biar nggak kaget banget. Tapi ternyata ada kabar yang lebih mengejutkan lagi ia dapat dari sang gadis.
"Nggak papa, Mas. Saya juga belum pulang. Ini masih sama Kak Anne."
"Hah," Khaesan kaget dengar nama temannya itu disebut. "Belum selesai?"
"Belum. Gimana ya, Mas."
"Kenapa?" Ia ikutan panik.
"Mas tolong dong saya takut disetirin Kak Anne. Dia marah-marah terus di mobil. Bukan sayanya takut dimarahin juga tapi takut nabrak gitu, Mas. Tapi ini lagi berhenti sih. Soalnya Kak Anne-nya juga lagi nangis-nangis dari tadi."
Retta udah ngomong penuh gugup dan ketakutan.
"Astaga," keluh Khaesan. "Sekarang di mana?"
"Duh di mana ya. Saya nggak tahu lagi, Mas."
"Coba shareloc aja."
"Oke, Mas."
Kata orang-orang soal Khaesan yang paling fast respon adalah fakta. Padahal siapapun tahu kalau dia sama sibuknya seperti yang lain. Bahkan lebih sibuk. Tapi dia bisa membalas pesan dengan cepat. Dia selalu mengangkat telepon siapapun — nggak pernah takut sama nomor baru. Kayak — hapenya nggak pernah silent atau mati gitu. Bahkan di hari liburnya. Dia selalu bisa dimintain tolong. Dan nggak pernah nggak bisa.
***
"Tenang dulu, Ann."
"Nggak bisa anjing!!!"
Khaesan sampai harus menjauhkan telinganya ketika perempuan itu memekik kencang. Udah diprediksi Khaesan sih — tapi masih kecolongan juga. Menghadapi Anne memang harus extra sabar soalnya kalau kita marah dia bakal lebih marah lagi. Dan Khaesan itu benci perdebatan.
"Nggak bisa banget katanya, Ta, walaupun budgetnya ditambah?"
Dia menengok Retta — yang daritadi diam saja di bangku belakang. Kayaknya dia culture shock kok ada orang kayak Anne, gitu kali ya. Atau dia udah mikir salah tempat magang. Udah berpikir juga kantor tempat magangnya ini isinya orang-orang gila semua. Wajar-wajar aja sih.
"Nggak bisa, Mas. Ternyata mereka manggungnya di Semarang."
Helaan napas Khaesan terdengar berat. Ikutan stress juga. Ditambah Anne udah beneran kayak orang gila sekarang. Rambut panjangnya berantakan menutupi seluruh wajah. Kepalanya udah menempel erat di setir mobil.
"Mereka bilang oke?????" Tiba-tiba ia mengangkat kepalanya. "Gue udah minta buat tandatangan tapi hari itu manager mereka lagi nggak ada di kantor. Gue disuruh balik kesana lagi. Tapi karena kantor lagi hectic banget gue baru sempet kemaren. Cuma beda 2 hari anjirrrr. Tiba-tiba mereka bilang udah tandatangan kontrak buat acara lain. Masa bisa begitu sih????"
Diulangnya lagi. Sampai bosan Khaesan dengarnya.
"Berarti beneran nggak bisa banget?"
Retta menggelengkan kepala.
"Tapi ada nama lain kan?"
"Ada," Anne merespon kali ini. Kelihatannya udah waras lagi. "Tapi mereka ada jadwal semua hari itu. Even mepet di awal acara atau akhir acara tetap nggak bisa. Gue suruh cancel dan kita tambahin budget tetap nggak bisa." lanjutnya, kemudian membanting tubuhnya ke punggung kursi. Kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
KHAESAN & PRISIA: LOVE IS (NOT) EASY
FanfictionSpin off dari cerita "Anne and Gama" yang akan memperkenalkan perjalanan kisah tokoh pendukung: Khaesan dan Prisia.