***
September 2021
"Gue kira lo nggak ingat lagi." Khaesan menengok perempuan itu yang melangkah bersama di koridor kantor. "Udah 2 bulan yang lalu soalnya."
Dibalas sang puan cepat. "Ingat kok. Gue sering lihat lo di instagram story Anne. Terus Anne juga sebelumnya ngasih tahu kalo projek ini punya lo."
"Berarti harusnya gue nggak perlu formal-formal ya chat lo kemaren. Anne juga nggak bilang apa-apa lagi," balasnya tertawa sambil membukakan pintu. "Gue sebenarnya juga sering lihat lo di instagram story Anne. Awalnya kaget pas tahu lo berdua tiba-tiba akrab dan sering main bareng gitu. Tapi nggak jadi kaget soalnya Anne kan anaknya emang SKSD."
Prisia ketawa mendapati Khaesan yang langsung meroasting Anne di pertemuan pertama mereka; ralat, maksudnya kedua setelah sekian lama.
"Duduk aja dulu ya," katanya setibanya di ruangan meeting. "Ada yang masih di jalan sama briefing. Tapi udah gue kabarin kok kalau lo udah sampe."
"Iya nggak papa. Emang gue kecepetan juga kan datangnya."
Perempuan itu menemukan tempat duduknya sambil melirik ke seluruh ruangan yang masih sepi. Emang janjinya itu sejam lagi. Tapi Prisia memang mendisplinkan dirinya untuk nggak terlambat soal pekerjaan.
"Mau minum apa? Coffee?"
"Teh aja."
"Oke. Bentar ya. Gue pesan dulu."
Ia sibuk memainkan hapenya. Kayaknya sih lagi mengirim chat pesanannya. Prisia dapat merasakan kehangatan laki-laki itu. Dari awal dia dicontact untuk join sama projeknya, Khaesan ramah banget. Sampai hari ini dia datang ke kantor, dia dijemput di lobby. Diarahkan juga ke ruangan ini. Selama Prisia dapat job-job keartisannya, nggak pernah dia ditreat sebegininya. Apalagi dia cuma artis kecil yang manggung ke festival aja.
"Gimana? Sekarang lagi sibuk apa aja?"
Prisia tahu, yang dilakukan Khaesan adalah sikap profesionalnya dalam bekerja. Ia juga nggak berniat berpikir macam-macam walaupun sulit untuk berhenti memuji laki-laki itu. Mungkin memang perawakannya sederhana saja. Nggak ada yang spesial dari kaos oblong putihnya dan skinny jeans yang udah sobek dimana-mana itu. Juga sepatu kedsnya yang Prisia anggap memang stylenya kotor kayak nggak pernah dicuci. Soalnya walaupun penampilannya begitu, dia wangi banget. Bahkan dengan jarak yang udah cukup jauh itu, Prisia masih bisa mencium aroma wanginya.
"Manggung aja sih sama bikin kue."
"Bikin kue?"
Khaesan mendapatkan senyum merekahnya pagi itu. Cukup menyamai matahari yang terang di luar gedung. "Iya. Gue punya toko kue. Bukan punya gue sih tapi punya nyokap. Terus guenya juga jarang baking sih."
"Kenapa gitu?"
"Kan artis,"
"Oh iya. Artis ya. Sibuk."
Mungkin alasan Anne cocok sama Prisia dan berteman akrab sekarang sebab kepribadiannya yang ramah. Bertemu dan mengobrol sama Prisia pagi ini mengingatkan Khaesan bagaimana dia bisa dekat dengan Anne. Prisia mirip Anne. Friendly. Dari awal melihatnya di kafe waktu itu, sebenarnya Khaesan juga sudah tahu. Anaknya tidak sulit untuk berteman. Nggak malu-malu juga. Kelihatan nggak grogi bertemu dengan orang baru. Dan lucu. Bisa-bisanya dia sudah jago bercanda di pertemuan kedua ini.
"Nggak sih. Gue nggak seterkenal itu kali."
"Tiba-tiba merendah."
"Bukan merendah. Emang kenyataan." balasnya lagi. "Makanya gue mau ambil projek bareng lo. Kata Anne abis projek sama lo gue bakal terkenal."
KAMU SEDANG MEMBACA
KHAESAN & PRISIA: LOVE IS (NOT) EASY
FanfictionSpin off dari cerita "Anne and Gama" yang akan memperkenalkan perjalanan kisah tokoh pendukung: Khaesan dan Prisia.