Bab 5. Ugal-ugalan

369 19 8
                                    

🍀🍀🍀


Beni yang mudah sekali terpancing emosinya, langsung menghampiri Langit dengan wajah memerah. Namun, sebelum Beni melakukan sesuatu yang merugikan dirinya dan nama baik anggota OSIS. Dikta mencegah sebelum hal itu terjadi.

"Stop! Nggak apa-apa Ben."

"Tapi dia udah gak sopan sama lo, Dik!" Beni tidak terima dengan sikap tidak sopan pemuda bernama Langit itu kepada ketua OSIS SMA Venus.

"Gue nggak apa-apa. Biarin aja dia mau ngomong dan bersikap seperti apa. Kita lanjutin tugas dan tujuan kita datang kemari," ujar Dikta dengan tegas.

Akan tetapi, Beni sudah menandai Langit dan dia akan membalas perlakuan pemuda itu nanti.

Setelah selesai minta sumbangan dari kelas itu, Dikta dan dua anggota OSIS lainnya ucapkan terima kasih kepada semua orang yang sudah ikhlas mendonasikan uang mereka untuk korban kebakaran. Kemudian, mereka pun pamit pergi untuk menuju ke kelas yang lainnya dan meminta sumbangan.

Bel istirahat pun berbunyi, Laura segara menagih janjinya pada Jingga untuk mentraktirnya makan. Tentu saja, Jingga menepati janjinya pada Laura, dia membiarkan gadis itu untuk memesan apa saja yang ada di kantin. Laura tidak menolaknya, dengan senang hati Laura memesan semua yang dia inginkan.

"Kamu yakin mau makan satu mangkok bakso sama nasi goreng? Emangnya bisa abis semua?" tanya Jingga yang terkejut melihat Laura memesan semangkok bakso dan sepiring nasi goreng. Belum lagi minumannya dua gelas.

"Kenapa? Kamu keberatan kalau bayar dua ya?" tanya Laura dengan wajah melas dan Jingga sepertinya sudah paham kenapa.

Jingga menggelengkan kepalanya. "Laura ... bukannya gitu. Aku cuma takut kamu sakit perut, kalau kamu makannya kebanyakan."

"Aku sih, nggak masalah mau bayar berapapun. Aku cuma mengkhawatirkan kesehatan kamu. Nanti kalau kamu gemukan, gimana? Kamu kan nggak suka kalau gemukan," kata Jingga lagi yang membuat Laura ketakutan. Mendengar kata gemuk, membuat Laura selalu takut, lantaran dia memang paling takut ada lemak ditubuhnya.

Jingga tahu itu, kalau Laura sangat takut gemuk dan diet membuatnya tersiksa.

"Kamu benar juga, Jingga. Aku nggak mau gendut, pokoknya aku harus tetep langsing!" Laura langsung menyingkirkan sepiring nasi gorengnya dan memilih makan bakso saja. "Nasi gorengnya buat kamu aja, Jingga."

"Ya udah, aku jadi nggak usah pesen lagi. Mubazir."

Tiba-tiba saja ketika mereka berdua sedang makan bersama, Langit datang dan duduk di depan Jingga sambil membawa segelas minuman berwarna oranye.

Laura dan Jingga sontak menatapnya dengan heran, sebab selama ini Langit tidak pernah mau bergabung dengan siapa pun dan selalu menyendiri di sekolah. Ya, walaupun Langit tampan, tapi dia juga ditakuti di SMA Venus. Kabarnya sudah meluas kalau dia adalah anak geng motor yang melakukan tindakan kriminal.

"Jingga, si Langit ngapain ke sini? Apa kamu punya hutang sama dia?" bisik Laura seraya melihat ke arah Jingga.

Jingga langsung menyanggahnya. "Nggak kok. Mana ada aku punya hutang!"

"Lah! Terus ngapain dia ke sini?"

Tak mungkin Langit menghampiri mereka tanpa sebab. Pasti ada sebabnya. Terlebih lagi, tatapan Langit terlihat horor pada mereka berdua, seperti singa akan menerkam mangsa.

"Mungkin nagih hutang sama kamu," sahut Jingga yang menyindir Laura, karena gadis itu banyak hutang.

"Sialan! Dia nyindir gue. Sengaja atau enggak sih?" Laura merasa jengkel dalam hati, karena perkataan Jingga.

Langit Biru Jingga [Sudah Terbit Cetak] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang