Just Love #4

54 7 2
                                    

---

Semua Berawal dari Renjun, pertemuan pertama Jeno dan Renjun terjadi saat Renjun masuk sebagai murid baru di sekolah mereka. Renjun adalah sosok yang menarik dengan senyum manis dan sikap ramahnya dan Renjun segera menjadi siswa populer di kalangan teman-teman sekolah. Jeno merasa tertarik sejak awal. Meski mereka awalnya hanya sekadar teman sekelas, perlahan-lahan hubungan mereka menjadi dekat, terutama setelah suatu hari, Renjun dijemput oleh Guanlin, kakak kelas mereka.


Hari itu, Jeno melihat Renjun berdiri di gerbang sekolah menunggu Guanlin. Tak lama kemudian, sebuah mobil datang, dan Guanlin keluar menyambut Renjun. Jeno merasa cemburu tanpa alasan tetapi tak bisa menahan perasaan itu. Maka, sejak saat itu, Jeno memutuskan untuk selalu ada di sisi Renjun dan menjadi sosok yang perhatian dengan cara sederhana.

Setiap pagi, Jeno tak pernah lupa menyiapkan susu pisang dan roti untuk Renjun kemudian meletakkannya di meja Renjun dengan catatan kecil bertuliskan, "Semangat belajarnya, jangan sakit ya bayi rubah nakal!" Perlakuan Jeno ini tak luput dari perhatian teman-teman sekelas, yang akhirnya menganggap ada hubungan istimewa di antara mereka.

Pada suatu hari, sepulang sekolah, Jeno dan Renjun berjalan menuju mobil Guanlin yang sudah menunggu.

Jen, jadi main ke rumah, kan?” Renjun bertanya sambil tersenyum.

Jadi kok, Ren. Yuk!” jawab Jeno sembari menggenggam tangan mungil Renjun. Mereka berdua lalu naik ke mobil Guanlin dan meluncur menuju rumah Renjun.


Saat tiba di rumah, mereka disambut oleh Ayah Yuta dan Bunda Winwin, yang baru saja kembali dari Jepang setelah seminggu di sana untuk urusan bisnis. Yuta, yang merindukan putra tunggalnya, langsung memeluk Renjun erat, sesekali mencium puncak kepalanya yang harum.

“Ayah kangen banget sama Renjun,” ujar Yuta.

“Ayah, Renjun kan udah SMA, loh!” Renjun merengut dengan pipi dan telinga yang memerah malu mendengar kata-kata ayahnya.


Melihat ekspresi Renjun yang malu, Jeno hanya tersenyum sambil berpikir betapa lucunya sahabatnya itu. Winwin, yang mengamati kedekatan mereka, tersenyum hangat seolah memberi restu jika suatu hari Jeno dan Renjun benar-benar bersama.


Sudah, sudah, jangan ribut. Ini Ayah belikan boneka Moomin buat Renjun,” kata Winwin, menyerahkan boneka itu kepada putranya.

Renjun tersenyum senang sambil menerima boneka itu dan menggandeng tangan Jeno untuk membawanya ke kamar.

Renjun, mau mandi dulu, ya. Badan Renjun lengket banget,” ucap Renjun pada Jeno sebelum masuk ke kamar mandi.

Sementara menunggu, Jeno duduk dan memperhatikan kamar Renjun yang bernuansa biru langit dengan koleksi boneka Moomin serta lukisan-lukisan yang terpasang rapi. Jeno tahu betapa Renjun menyukai melukis, dan Jeno takjub dengan bakat temannya itu.


Tak lama, Renjun keluar hanya dengan memakai bathrobe dan handuk yang masih basah di tangannya untuk mengeringkan rambutnya. Jeno mencoba untuk tidak menatap terlalu lama, merasa sedikit kikuk.


“Aduh, Ren, itu airnya masih netes-netes,” ujar Jeno sambil mengambil handuk dari tangan Renjun, lalu mengeringkan rambut Renjun dengan lembut.


Perlakuan Jeno membuat Renjun salah tingkah. Wajahnya memerah, dan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Saat Jeno selesai, Renjun berdiri untuk mengambil hairdryer, tapi Renjun tiba-tiba terpeleset di lantai yang licin. Jeno yang refleks ingin menolong malah ikut terjatuh, menimpa tubuh Renjun. Untungnya, tangan Jeno menahan kepala Renjun agar tidak berbenturan dengan lantai.


Mata mereka saling bertatapan, dan dalam sekejap, Renjun menekan tengkuk Jeno dan menciumnya. Renjun memejamkan matanya, melumat lembut bibir Jeno. Sementara itu, Jeno terdiam dengan matanya yang masih terbuka, terkejut dengan segala tindakan Renjun.


Cklek.


Pintu kamar tiba-tiba terbuka, menampilkan sosok Winwin yang membawa nampan dan paper bag di tangannya. Winwin terkejut melihat mereka berdua dalam posisi seperti itu.


Bunda nggak larang kalian buat pacaran, tapi ingat jangan sampai kelewatan, ya. Nggak baik,” kata Winwin lembut, namun tegas.

Maaf, Bunda,” jawab mereka kompak, merasa malu.


Winwin meletakkan nampan yang berisi camilan di meja belajar dan menyerahkan paper bag itu pada Jeno. “Jen, ini oleh-oleh dari Ayah Yuta. Jangan lupa sampaikan salam Bunda buat papa dan mama kamu ya.”


“Iya, Bunda. Terima kasih,” jawab Jeno sambil menerima paper bag tersebut.


Setelah Winwin keluar, suasana di antara mereka menjadi canggung. Mereka memakan camilan dalam diam. Akhirnya, Renjun memberanikan diri untuk memulai percakapan.


Jen, maafin aku, ya… Sebenarnya, aku suka sama kamu,” ucap Renjun lirih.


Jeno hanya diam, bingung harus bagaimana. Jeno tahu betul perasaan Renjun, tapi ada sesuatu dalam dirinya yang selalu ia sembunyikan.

Renjun yang tak kuasa menahan air mata, menggenggam tangan Jeno erat. Melihat Renjun menangis, Jeno langsung menarik tubuh kecil Renjun ke dalam pelukannya, mengusap punggung Renjun untuk menenangkannya.


Nggak apa-apa, Ren. Aku nggak larang kamu suka sama aku,” ujar Jeno pelan. Setelah Renjun tenang, Jeno menggendong tubuh mungil Renjun ke tempat tidur dan menutupnya dengan selimut.


aku pulang dulu, ya. Kamu butuh istirahat sepertinya,” ucap Jeno sebelum mengecup dahi Renjun sebagai tanda sayang, lalu beranjak pergi.


Ketika Jeno turun ke ruang tamu, ia melihat Winwin yang sedang menonton TV dan pamit pulang. Winwin yang anggun selalu memberinya kesan elegan dan menawan.


Sampai di luar, Jeno bertemu Yuta yang sedang memindahkan koper-koper dari bagasi mobil. Cuaca yang panas membuat Yuta berkeringat.

Udah mau pulang, Jen?” tanya Yuta sambil tersenyum ramah.

Iya, Ayah. Udah sore soalnya,” jawab Jeno sopan.

---




Setelah sampai di rumah, Jeno merebahkan tubuhnya di ranjang. Hatinya terasa sesak. Bagaimanapun, Jeno tidak bisa membohongi perasaannya. Di dalam paper bag yang diberikan oleh Winwin, Jeno menemukan berbagai oleh-oleh khas Jepang, termasuk sebuah lonceng angin. Jeno memasang lonceng itu di dekat jendela kamarnya, lalu kembali berbaring.


Renjun adalah sosok yang sempurna di mata Jeno. Renjun memiliki wajah yang manis, suara yang lembut, serta tubuh yang indah. Namun, bagi Jeno, perasaan itu bukan cinta. Jeno merasa Renjun lebih seperti adik, atau bahkan seperti anaknya. Jeno tidak bisa menampik bahwa hatinya sudah terpaut pada sosok lain sejak pertama berjumpa tadi.

Senyum hangat, pembawaan humoris, serta kasih sayang tanpa batas sosok itulah yang selalu mengisi pikiran Jeno. Sosok ini selalu ada untuk Renjun, selalu memberikan perlindungan, dan kasih sayang yang tulus. Sebenarnya, Jeno iri pada Renjun.

Jeno menyimpan perasaan ini yang hanya diketahui dirinya dan Tuhan. Sebuah rahasia yang tidak pernah Jeno ungkapkan kepada siapapun. Jeno sadar, tak mungkin ia bisa bersama dengan sosok yang ia cintai itu. Tak mungkin ia melukai banyak hati hanya untuk mengikuti keegoisannya.

Di keheningan malam, Jeno bergumam pelan, seolah membiarkan perasaannya keluar meski hanya sekali.

“Sorry… but I'm in love with Renjun father.”

End

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 31 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

JenRen Box (For Your Jellies)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang