Dia

58 25 21
                                    

Flashback

Rizky mendapatkan penjelasan secara pribadi dengan dokter yang selama ini merawat Mila. Setelah diperoleh penjelasan yang mendalam, Rizky mendapati bahwa penyakit yang diderita Mila cukuplah parah. Jantungnya melemah dan kondisinya semakin kritis. Dokter menjelaskan bahwa satu-satunya harapan bagi Mila adalah menjalani operasi mendesak untuk transplantasi jantung.

"Apakah... tidak ada jalan lain, Dok?" suara Rizky bergetar, hampir tak percaya pada kenyataan pahit ini.

Dokter menggeleng pelan. "Kami sudah melakukan segala upaya, Rizky. Tapi, transplantasi jantung adalah satu-satunya harapan terbaik bagi Mila sekarang."

Hati Rizky berdenyut kencang. Dia merasa seperti dunia ini runtuh di hadapannya. Bagaimana mungkin dia bisa kehilangan Mila, cinta sejatinya? Tanpa berpikir panjang, Rizky bertanya pada dokter tentang prosedur operasi dan persyaratan untuk menemukan donor jantung.

Dokter memberikan penjelasan yang detail, namun ia menambahkan bahwa menemukan donor yang cocok bisa menjadi tantangan besar, terutama dengan keadaan darurat seperti ini. Rizky merenung, mencari jalan keluar dari kegelapan yang menghimpitnya.

Rizky terdiam sejenak, menatap kosong ke arah lantai, berusaha mencerna kenyataan yang baru saja didengarnya. Dalam benaknya, hanya ada satu pikiran: bagaimana caranya agar Mila bisa selamat? Ia memikirkan kenangan-kenangan mereka, setiap tawa, setiap tatapan, dan impian yang ingin mereka capai bersama. Bagaimana mungkin semuanya berakhir di sini?

"Dok, jika aku..." Rizky menarik napas dalam, suaranya mulai bergetar, namun tekadnya bulat. "Jika aku bisa menjadi donor untuk Mila... apakah itu mungkin?"

Dokter terkejut mendengar pertanyaan Rizky, matanya seolah bertanya apakah Rizky sungguh-sungguh. Ia mencoba untuk bersikap profesional, meskipun hatinya tergerak oleh cinta Rizky yang begitu besar. "Rizky, untuk menjadi donor jantung... itu artinya kamu... kamu harus menyerahkan nyawamu."

Kata-kata dokter itu menggantung di udara, membawa suasana hening yang menyesakkan. Namun, bagi Rizky, jawabannya sudah jelas. Ia menatap dokter dengan penuh kepastian, meski wajahnya menunjukkan tanda-tanda kegalauan yang mendalam. "Kalau itu satu-satunya cara agar Mila bisa hidup, maka aku... aku rela, Dok."

Dokter menarik napas panjang, berusaha meyakinkan Rizky agar tidak membuat keputusan terburu-buru. "Rizky, ini adalah pilihan yang sangat berat dan penuh risiko. Mila akan sangat terpukul jika mengetahui kamu menyerahkan hidupmu untuknya."

Rizky terdiam, namun pandangannya tetap kokoh. "Saya tahu, Dok. Tapi hidup saya tak akan berarti tanpa Mila. Dia adalah alasan saya bertahan dan berjuang sampai saat ini. Jika ini adalah takdir kami, maka saya akan menerimanya dengan ikhlas."

Dia tahu apa yang harus dilakukan. Meskipun penuh dengan ketakutan dan kecemasan, Rizky bersumpah pada dirinya sendiri bahwa dia akan melakukan segala yang dia bisa untuk menyelamatkan Mila. Baginya, tidak ada pilihan lain selain berjuang keras demi cinta sejatinya.

Dengan langkah tegar, Rizky kembali ke sisi Mila. Dia menatapnya dengan mata penuh tekad. "Kita akan melewati ini bersama, Mila. Aku akan ada di sampingmu, selalu."

Mila tersenyum lemah, tapi di matanya terpancar rasa syukur yang dalam. Dalam momen itu, mereka tahu bahwa cinta mereka akan menjadi kekuatan yang menguatkan mereka melalui setiap cobaan yang akan datang.

Rizky menatap Mila dengan penuh kasih sayang. Hatinya terasa hangat melihat senyum lemah yang terukir di wajahnya, namun di matanya, terpancar juga rasa syukur yang dalam. Dalam momen itu, mereka berdua tahu bahwa cinta mereka akan menjadi kekuatan yang menguatkan mereka melalui setiap cobaan yang akan datang.

"Terima kasih ya, Riz. Kau selalu ada di sisiku!" ucap Mila dengan suara yang penuh haru, terdengar samar-samar karena lemahnya tenaganya.

Rizky tersenyum lembut, tangannya menyentuh perlahan punggung tangan Mila. Dia merasa tak ada yang bisa menggantikan momen intim ini, di mana mereka berdua merasakan kehadiran satu sama lain dengan begitu kuat.

Namun, di balik kehangatan momen itu, ada beban besar yang menghimpit hati Rizky. Mila belum mengetahui rencana apa yang akan dilakukan olehnya di hari-hari mendatang. Rizky berupaya mencari-cari bantuan donor jantung yang dapat membantu proses operasi Mila dengan cepat. Setiap detik berharga, dan dia tidak ingin waktu berlalu tanpa tindakan yang konkret.

Dengan tekad yang bulat, Rizky melakukan segala upaya yang ia bisa. Dia menghubungi berbagai rumah sakit, organisasi donor, dan melakukan riset online untuk menemukan solusi terbaik bagi Mila. Meskipun kadang-kadang rasa putus asa ingin menyergapnya, namun cinta dan keinginan untuk melihat Mila sehat kembali menjadi pendorong utama dalam setiap langkahnya.

Malam itu, setelah melakukan berbagai upaya, Rizky duduk di sudut kamarnya, menatap layar ponselnya dengan harapan yang menyala-nyala. Dia telah menghubungi banyak pihak, tetapi belum ada jawaban pasti yang menyenangkan. Hatinya berkata bahwa dia harus tetap bersabar, tetapi setiap detik yang berlalu terasa seperti pisau yang menusuk hatinya.

Dengan hati yang berdebar dan pikiran penuh kecemasan, Rizky memberanikan diri untuk menelepon Mila. Meskipun suaranya bergetar, ia berusaha terdengar tenang saat Mila menjawab panggilannya.

"Halo, Mila? Apa kabarmu hari ini?" tanyanya, mencoba menutupi kegelisahan dalam hatinya.

Di ujung telepon, Mila tersenyum tipis, merasakan nada aneh di suara Rizky. "Hai, Rizky. Lumayan baik, kok. Tapi... kamu terdengar aneh. Ada sesuatu yang ingin kamu ceritakan?"

Rizky menghela napas panjang. "Ah, enggak. Aku cuma kangen saja dengar suara kamu."

Mila tertawa kecil, namun perhatiannya tak luput dari keanehan yang ia rasakan. "Kamu selalu seperti itu. Ada yang kau sembunyikan, ya?"

Rizky terdiam sejenak, mencari cara untuk menyembunyikan kekhawatirannya. Di dalam hati, ia ingin Mila tahu betapa dalam perasaannya dan seberapa jauh ia rela berkorban demi dirinya. Ia lalu berkata pelan, "Mila... kalau suatu hari kamu tahu aku melakukan sesuatu yang besar, bahkan mungkin konyol, kamu bakal tetap percaya sama aku, kan?"

Mila mendengar nada itu dengan penuh kebingungan. "Tentu, aku selalu percaya sama kamu, Rizky. Tapi kenapa bicara seperti ini? Kamu baik-baik saja, kan?"

Berusaha mempertahankan ketenangannya, Rizky tersenyum meski tak terlihat. "Iya... cuma terkadang aku merasa ingin melakukan lebih untuk orang yang aku sayangi."

Sejenak, keheningan jatuh di antara mereka. Mila meresapi kata-katanya, ada sesuatu di balik kalimat sederhana itu yang membuat hatinya berdegup tak menentu.

"Rizky, apapun itu, aku nggak pernah minta kamu untuk melakukan sesuatu yang menyakitkan dirimu. Kita akan baik-baik saja, kan?"

Rizky menjawab lembut, "Kita akan selalu baik-baik saja, Mila. Dan aku akan melakukan segalanya untuk memastikan itu. Kamu percaya padaku, kan?"

Dengan senyuman yang ia tahu Rizky tak bisa lihat, Mila menjawab dengan tulus, "Aku selalu percaya padamu, Rizky. Kamu tahu itu."

Malam terus berlanjut, percakapan mereka mengalir dengan canda, tawa, dan kenangan manis. Namun, di balik tawa itu, Rizky tetap menyimpan beban berat yang belum bisa ia bagi pada Mila. Saat akhirnya panggilan berakhir, ia menatap langit malam, matanya berkaca-kaca, seolah meminta jawaban atas keputusan besar yang sedang ia pertimbangkan.

Berbisik pada dirinya sendiri, Rizky berkata pelan, "Maafkan aku, Mila. Mungkin kau tak akan pernah tahu rencana ini. Tapi kalau ini caranya agar kau bisa bertahan, aku rela..."

Riizky membuka buku hariannya, setelah itu ia menulis sepenggalan kata.


"Mungkin kau tidak akan pernah tahu betapa dalam rasa cintaku padamu. Setiap langkah yang kuambil adalah untuk memastikan kau bisa terus melangkah. Jika semua ini harus kulakukan dalam diam, aku akan melakukannya tanpa ragu, karena satu-satunya yang kuinginkan adalah melihatmu tersenyum lagi." - Orang yang ingin kau tetap selalu ada

Dia Cerita Yang Tak Pernah Usai - Sequel Of Pulang Untuk CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang