Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Di tengah suasana tenang itu, ponsel Mila berbunyi. Sebuah pesan dari Rizky muncul di layar, berbunyi:
"Lihatlah langit malam ini. Ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan. Tepat pukul delapan, ya."
Mila mengerutkan kening, merasa sedikit bingung tetapi penasaran. Apa yang Rizky rencanakan kali ini? Rasa ingin tahunya semakin membuncah. Setelah memastikan dirinya sudah cukup segar, ia menunggu waktu yang dijanjikan dengan hati berdebar.
"Ada apa lagi, yang mau di lakukan Rizky...., hadeh"
Tepat pukul delapan malam, ponsel Mila kembali berdering. Kali ini panggilan dari Rizky.
"Sudah siap, tuan putri?" tanyanya dengan nada bercanda. "Ayo keluar dan lihat langit."
Mila berjalan ke teras, menatap langit malam yang cerah. Di sana, di tengah-tengah gelapnya langit, sebuah lampion putih melayang perlahan-lahan naik, cahayanya yang redup tampak memancarkan kehangatan di malam yang sejuk itu.
"Rizky... itu dari kamu?" tanya Mila terharu.
"Ya, aku ingin kamu tahu bahwa impianmu bisa terbang setinggi lampion itu, Mila," jawab Rizky. "Bawa semua keinginan, impian, dan harapanmu, lalu lepaskan mereka untuk melayang setinggi langit. Hidup ini adalah perjalanan, dan aku akan selalu mendukungmu di setiap langkahnya."
Mila terdiam, memandang lampion yang perlahan-lahan hilang di kejauhan. Rasanya seperti beban di hatinya mulai terangkat, memberikan ruang bagi harapan dan mimpi-mimpi baru yang siap tumbuh kembali. Di saat yang sama, ia merasakan kehadiran Rizky semakin dekat, meski tak ada di sampingnya secara fisik.
Malam itu berakhir dengan keheningan yang manis, tetapi tak lama kemudian, kejutan lainnya datang. Beberapa hari kemudian, saat konsultasi rutinnya di rumah sakit, Mila melihat sebuah buku bersampul biru di kursi tunggu. Di halaman pertama buku itu tertulis:
"Untukmu yang selalu berharga, perempuan cantik yang bernama Mila, Jangan pernah berhenti bermimpi, karena di setiap mimpi, aku akan selalu ada."
Mata Mila berkaca-kaca. Ternyata, Rizky telah menyiapkan buku kecil itu, berisi kumpulan kata-kata motivasi yang ia tulis selama proses pemulihan Mila. Setiap halaman berisi pesan penuh semangat, kata-kata penyemangat, dan kenangan yang mereka bagikan bersama.
Kemudian, Mila pun menjawab tulisan tersebut dengan berupa tulisan juga.
"Kamu, lucu! Terima kasih, telah terlahir di dunia dan menemani di semua perjalanan hidupku. Rizky, satu nama yang saat bersamanya aku bahagia!"
Setelah selesai, Mila berjalan keluar menuju lobby rumah sakit, dan dari kejauhan Mila melihat Rizky yang sedang menunggu di parkiran mobilnya, sedangkan dia hari ini tidak memberitahu Rizky kalau ada jadwal konsultasi ke rumah sakit.
Mila tertegun sejenak, matanya tidak percaya melihat sosok Rizky yang sedang duduk di mobilnya, menunggu dengan sabar. Hatinya berdebar-debar, ada rasa hangat yang mengalir begitu saja. Pikirannya berputar cepat, mencoba mencari alasan kenapa Rizky bisa ada di sana. Padahal, dia belum memberitahukan apapun tentang jadwal konsultasinya hari itu.
Langkahnya terasa lebih ringan dari biasanya saat dia mendekati mobil itu. Rizky melihatnya, lalu tersenyum lebar, senyum yang begitu familiar, yang selalu membuat Mila merasa tenang dan dihargai.
"Dari tadi aku tungguin kamu di sini. Bisa jadi detektif nih," Rizky bercanda, suara riangnya terdengar begitu tulus. "Gimana hasilnya? Semua oke?"
Mila tersenyum kecil, berusaha menenangkan hati yang berdebar. "Aku nggak kasih tahu kamu kalau ada konsultasi hari ini," jawabnya sambil membuka pintu mobil dan duduk di samping Rizky. "Kok bisa tahu sih kamu?"
Rizky tertawa pelan, lalu mengulurkan tangan untuk menyerahkan sebuah amplop putih di tangannya. "Aku punya cara sendiri untuk tahu apa yang kamu butuhkan. Tapi, kalau kamu nanya gimana, aku cuma ngikutin kata hati aja."
Mila merasa ada sesuatu yang berbeda dengan sikap Rizky. Ada ketulusan yang tak terlukiskan dalam tatapannya, seolah-olah dia tahu persis apa yang Mila rasakan. Dia membuka amplop itu dengan hati-hati. Di dalamnya ada sebuah surat kecil, dengan tulisan tangan Rizky yang rapi dan penuh makna:
"Mila, dalam perjalanan hidup, kita mungkin akan bertemu banyak orang, tetapi ada satu orang yang tidak akan pernah bisa digantikan. Kamu adalah satu-satunya yang membuatku merasa hidup dengan cara yang paling indah. Aku ingin kamu tahu, meskipun jalan ini tak selalu mudah, aku akan selalu ada di sampingmu, di setiap langkah yang kamu ambil."
Mila terdiam membaca surat itu, hatinya penuh haru. Kata-kata Rizky seolah menyentuh bagian terdalam hatinya, membuatnya merasa lebih kuat. Bagaimana bisa seseorang begitu sempurna menulis kalimat yang bisa menenangkan seluruh kegelisahan dalam dirinya?
"Tapi, Rizky..." suara Mila sedikit bergetar. "Aku takut, aku takut untuk berharap terlalu banyak. Aku nggak tahu apakah aku bisa bertahan jika nanti kamu... kamu pergi..."
Rizky menatapnya penuh pengertian, lalu meraih tangan Mila dengan lembut. "Mila, aku janji, aku tidak akan pergi. Tidak sekarang, tidak sampai kamu siap. Kita akan berjalan bersama, melewati setiap rintangan yang ada."
Mila merasa sedikit lega mendengar kata-kata itu, meskipun ada keraguan yang masih bersarang di hatinya. Namun, di hadapan Rizky, dia merasa kuat. Seperti ada sebuah kekuatan yang datang entah dari mana, yang menguatkan semangatnya untuk terus berjalan.
Rizky membuka pintu mobil dan melangkah keluar. "Ayo, aku mau bawa kamu ke tempat yang aku janjiin. Tempat yang pasti bisa bikin kamu tersenyum lagi."
Mila mengikutinya, tanpa banyak tanya. Dia merasa bahwa apapun yang Rizky lakukan, pasti memiliki alasan yang baik. Mereka berjalan bersama menuju tempat yang belum Mila ketahui, hanya mengikuti langkah Rizky yang seakan tahu arah yang harus dituju.
Sesampainya di tempat itu, Mila tertegun. Mereka berada di sebuah taman yang sepi, dikelilingi oleh pepohonan rindang yang daunnya berwarna keemasan, diselimuti cahaya senja yang lembut. Di tengah taman, ada sebuah bangku yang sudah disiapkan dengan beberapa bunga yang tersusun rapi di atasnya.
Rizky menatap Mila dengan tatapan penuh arti. "Aku ingin kamu tahu, setiap kali kamu merasa sendirian, ada seseorang yang selalu memikirkanmu, berdoa untukmu, dan siap berada di sampingmu. Kamu tidak akan pernah sendiri."
Mila menatap Rizky dengan mata yang berkaca-kaca, namun senyum kecil di bibirnya menunjukkan bahwa dia merasa dihargai. Dengan hati yang penuh rasa terima kasih, dia duduk di bangku yang telah disiapkan, diikuti oleh Rizky yang duduk di sampingnya.
"Mila," ujar Rizky dengan suara lembut. "Aku mungkin nggak bisa menjamin segala sesuatunya akan selalu berjalan mulus. Tapi satu hal yang pasti, aku akan berusaha sekuat tenaga agar kamu bahagia. Kita akan jalani semuanya bersama, setiap suka dan duka, dengan cinta yang tak pernah pudar."
Mila mengangguk pelan, merasakan ketulusan dalam setiap kata yang diucapkan Rizky. Sesuatu dalam dirinya mulai berubah, sesuatu yang membawanya untuk percaya bahwa kebahagiaan sejati bukanlah tentang ketidakpastian, melainkan tentang keberanian untuk mencintai dan menerima segala hal yang datang, meski tak selalu seperti yang diharapkan.
Saat senja mulai menipis dan langit berubah menjadi ungu, Rizky menyandarkan kepalanya di bahu Mila. "Jangan pernah takut, Mila. Aku akan selalu ada, di sini, di setiap langkah yang kita ambil."
Mila merasakan hangatnya kehadiran Rizky.
Selama ini, dia telah belajar bahwa cinta tidak selalu sempurna, tetapi ketika dua hati bertemu dengan ketulusan, maka apapun bisa terjadi. Dan pada saat itu, di taman yang indah itu, Mila merasakan kedamaian yang luar biasa, merasa bahwa segala sesuatunya akan baik-baik saja, selama mereka saling mendukung dan mencintai satu sama lain.
Kehangatan yang mereka rasakan di sore itu menjadi sebuah janji yang tak terucapkan, namun begitu kuat terasa, seolah-olah tak ada lagi yang bisa memisahkan mereka, karena cinta yang mereka punya adalah cinta yang abadi.