"Night."
Perkataan singkat itu mampu membuat Junkyu seperti patung, dengan kondisi jantung yang berdebar keras.
Ia bahkan tak menyadari keringat dingin yang telah menetes di dahi juga lehernya, itu menandakan bahwa Junkyu amat ketakutan sekarang.
Dapat Junkyu dengar suara langkah kaki yang terus mendekat dari arah belakang, pemuda itu semakin mengeratkan genggaman pada ponselnya, ia meremat benda pipih itu kuat.
Junkyu memejamkan matanya erat, ia berharap ini hanyalah bunga tidurnya. Demi Tuhan tubuhnya sama sekali tak bisa diajak kerjasama, seharusnya dia berbalik dan menghajar orang itu. Namun yang ia lakukan saat ini hanyalah diam seperti patung dengan tampang pias.
Sekujur tubuh pemuda itu merinding saat sebuah tangan menarik dan membalik tubuhnya dengan kasar. Jantungnya kian bertalu saat ponselnya yang direbut paksa dan dilempar hingga hancur.
Napas Junkyu tersengal saat ia telah berhadapan langsung dengan Haruto, laki-laki itu meremat kerah kemejanya hingga mencekik dirinya. Dan ia yakin Haruto melakukan itu dengan amat sadar dan sengaja.
"Kau senang?" Pertanyaan itu lebih terdengar seperti ancaman bagi Junkyu.
Junkyu tak mampu mengeluarkan kata-kata, itu karena lehernya yang terasa sakit saat ini. Dan juga ia tidak sudi untuk berbicara sepatah katapun pada Haruto.
"Aku tanya, apakah kau senang?" Haruto geram setengah mati saat adiknya itu tetap bungkam, dan seolah menghindari tatapannya.
"ARGHHH—" Junkyu berteriak saat Haruto kian menekan kerah kemejanya, itu membuat Junkyu kesulitan bernapas.
Teriakan kesakitan dari Junkyu dan batuk kering pemuda itu tidak mampu membuat Haruto berhenti dari kegiatannya, ia sungguh murka dan kalap saat ini.
Wajah Junkyu memerah padam, tangannya berusaha untuk melepaskan cengkraman maut dari Haruto. Apakah sebenci itu kakaknya ini pada dia? Hingga Haruto berniat akan membunuhnya.
Tubuh pemuda itu semakin menempel tak berjarak pada dinding di belakangnya, setelah Haruto mendorong Junkyu dengan kuat.
Dari beberapa bulan yang lalu Haruto sudah uring-uringan, laki-laki itu sungguh pusing bukan main. Mengingat jika Junkyu yang pergi darinya, dan memblokir semua media sosialnya, membuat ia begitu frustasi.
Haruto sudah berusaha sebisa mungkin mencari keberadaan Junkyu di tengah kesibukannya, namun itu tak kunjung menemukan hasil. Dan entah keberuntungan atau apa, tiba-tiba ibu Junkyu menelpon dirinya untuk menanyakan kabar. Pemuda itu berbohong kepada ibunya sendiri tentang bagaimana hubungan mereka, dan saat itu juga otak briliannya menemukan sebuah ide cemerlang.
Ia meminta nomor baru Junkyu dari ibunya, dengan alibi tidak sempat meminta langsung karena sangat sibuk bekerja.
Bukankah itu bagus?
Ya, sungguh. Karena dengan ia menelpon nomor itu, ia jadi mengerti dimana Junkyu tinggal saat ini. Namun kesenangan itu seolah sirna saat ia baru saja mendapati Junkyu yang diantar oleh seseorang. Dan itu membuat amarah kembali menguasai dirinya.
Haruto seolah tersadar saat tangan dingin menyentuh tangannya, mata kelam itu bersitatap dengan mata coklat yang saat ini telah berderai air mata. Barulah Haruto sadari bahwa Junkyu akan sekarat sebentar lagi, tubuh pemuda itu yang lemas dengan keringat dingin membanjirinya.
Cengkraman Haruto begitu kuat, hingga Junkyu mustahil untuk melepasnya.
BRUK
Dengan sengaja Haruto melepaskan cengkramannya pada Junkyu, dan seketika pemuda itu terjatuh menyentuh lantai dengan telak. Tubuh lemas Junkyu terkapar pada lantai yang dingin, saat ini pemuda itu tengah sibuk menghirup udara sebanyak mungkin. Paru-parunya seperti terbakar, dan jantungnya seperti berhenti berdetak beberapa detik.
KAMU SEDANG MEMBACA
FAULTS • [H J K]
Fanfiction"Aku harap kau segera menikah! Dan aku bisa bebas!" -KJK