I know it'd be easier if i just didnt ask; what whould i do?

79 15 1
                                    

"Shim Heeseung," vokal sang Panglima Kerajaan yang menyuarakan nama lengkapnya dengan tatapan bengis juga raut tak terbaca itu membuat Heeseung hanya mampu menelan ludah yang terasa menyangkut di tenggorokan.

Ada sebuah jeda di sana. Membuat telapak Heeseung terasa lembab akibat menanti bersama cemas yang menyerbu relung.

Seingatnya, ia tidak pernah membuat kekacauan. Baik dalam lingkungan kerajaan maupun dalam setiap rencana penaklukan yang belakangan melibatkan dirinya.

Jadi, apa ini?

"Apa hubunganmu dengan tabib pribadi Raja?"  sepasang obsidian Heeseung melebar seketika. Kepalan tangannya mengerat di masing-masing sisi tubuhnya.

Bukankah ini terlalu singkat?

Heeseung bahkan baru saja menginjak tanah nirwana semalam. Lalu di hari berikutnya ia telah dilemparkan ke inti neraka?

"Maaf, saya tidak mengerti maksud dari——"

"Jangan mengelak!" sela Panglima Kerajaan dengan teriakan pantang. Urat-urat di lehernya menyembul bersama dengan sepasang alisnya yang hampir menyatu di dahi.

Oh, Heeseung bisa saja mengesampingkan etika dan membalas sikap semena-mena itu, apabila mengingat sang Panglima Perang tidaklah setua itu untuk dirinya hormati. Usianya mungkin sama seperti Jaeyun, masih cukup belia untuk menjadi seorang Panglima Kerajaan.

Heeseung mendecih dalam hati. Semua ini hanya berkat saudara tirinya yang cukup bermurah hati untuk tidak mengasingkan dirinya bersama Selir Kerajaan yang telah terbukti merekayasa kesehatan  Raja selama belasan tahun lamanya. Mungkin, jika itu Heeseung, dia hanya akan memenggal kepala Park Jongseong yang selalu berlagak otoriter itu.

Mati-matian Heeseung menahan diri untuk tidak memutarkan bola matanya, tatkala Panglima Kerajaan kembali berujar, "Kamu pikir bisa membodohiku semudah itu? Mataku tidak hanya berada di wajah ini, Shim Heeseung. Mereka tersebar di mana-mana."

Rahang Heeseung mulai mengeras. Ia mulai merapal nama-nama sejumlah prajurit yang acap kali bertukar obrolan dengannya. Sebab, ia memang tidak cukup dekat dengan orang-orang di manapun ia berada.

Byun Euijoo? Apakah dengan wajah selembut itu dia tega menghianati Heeseung?

Lee Geonu? Mereka hanya bertemu empat kali sejauh ini selepas pelatihan.

Lee Youngbin? Pemuda semampai itu memang banyak kedapatan menatapnya dengan pandangan sukar dijelaskan semenjak masa pelatihan. Bukan sekali-dua kali pula Heeseung selalu dibawa dalam posisi yang menyulitkan olehnya, sebab, entah mengapa pemuda itu begitu lihat bersilat lidah pada pimpinan mereka.

Jadi, Byun Euijoo? Tetapi benar juga. Mereka bilang, musuh yang paling berbahaya adalah seseorang yang tampak sama sekali tidak mengancam. Hanya Euijoo yang entah bagaimana caranya mengetahui ketertarikan Heeseung pada Jaeyun yang tidak wajar. Namun, pemuda itu selama ini selalu terlihat begitu mendukungnya. Bahkan, Euijoo-lah oknum yang mendorong Heeseung untuk menyatakan rasa pada Jaeyun sebelum nantinya ajal lebih dulu menjemput Heeseung di medan perang dan berakhir dirinya menjadi arwah penasaran.

"... Shim Heeseung!? Berani-beraninya kamu melamun di hadapan Panglima Perangmu sendiri!?" Heeseung terhenyak. Ia segera membenarkan sikap berdirinya dan meminta maaf. Membuat Jongseong mendegus kasar dan berkacak pinggang. Manik matanya yang setajam elang mengedar ke segala penjuru ruang penyimpanan senjata sekaligus merangkap sebagai ruangan khusus peleton terkuat di kerajaan.

Hening menyelimuti keduanya selama beberapa saat, sebelum suara desing dari pedang yang dicabut cepat dari sarungnya memasuki rungu Heeseung, dan di detik selanjutnya mata pedang itu telah berada tepat di depan lekumnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Blue SalviaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang