chapter 33: "mimpi buruk"

7 1 3
                                    

"Chérie, kau masih marah?" Tanya Nicholas dengan wajah yang merasa bersalah.

"Tutup mulutmu dan tidurlah." Ujarku ketus tanpa melihatnya.

Sejak makan malam berakhir, aku menyuruh Nicholas untuk tidur di ruang tamu.

Tetapi dia memohon sedemikian rupa hingga aku mengizinkannya untuk tidir di kamar tetapi dengan syarat

"Kau sangat kejam Larie... setidaknya biarkan aku memegang tanganmu ya?" Tanya Nicholas.

"Sudah ku bilang bukan? Kau dilarang menyentuh, memeluk, ataupun mendekatiku malam ini" ujarku menyamankan posisi untuk tidur.

"Lalu besok?" Tanya Nicholas.

"Entahlah, lihat saja nanti" jawabku tanpa melihatnya.

"Baiklah, selamat malam ma chérie" ujar Nicholas dan bisa ku rasakan dia mulai mematikan lampu dan tidur.
.
.
.
.
.
.
"Uhhh....." erang seseorang berhasil membangunkanku dari tidur.

"Siapa?" Gumamku setengah sadar.

"Tidak ku mohon....." gumaman itu lagi membuatku benar benar sadar dan mulai terduduk.

"Nicholas?" Panggilku.

Tak ada jawaban sama sekali tapi bisa ku dengar suara nafasnya yang tak karuan.

Aku mulai menyalakan lampu redup disampingku untuk melihat lebih jelas keadaan Nicholas.

"Nick?" Panggilku lagi.

Dia nampak kacau. Dia penuh keringat dan bisa kulihat matanya yang berair.

"Nick? Hey, sadarlah!" Panggilku mencoba membangunkannya seraya mengguncang tubuhnya.

Tetapi Nicholas belumlah bangun.

"Oh Tuhan, Nick buka matamu!" Pqnggilku lagi sambil menampar pelan pipinya.

Nicholas seketika membuka matanya dengan Nafas tak karuan.

"Haah...hah...hahh..." nafas Nicholas yang tak karuan.

"Nick? Hey kau tak apa?" Panggilku memegang wajahnya agar dia benar benar sadar.

"Larie..." panggil Nicholas menatapku.

"Hm?" Jawabku.

"Oh Tuhan, untunglah hanya mimpi...." gumam Nicholas dengan tangan gemetaran memegang tanganku.

"Ada apa hm? Ceritakan padaku" ujarku padanya dengan lembut.

"Bukan apa apa..." ujar Nicholas sambil mengelap keringat dan air matanya.

"Hanya pengalaman perangku yang pertama..." ujar Nicholas pelan.

"Apa yang terjadi?" Tanyaku padanya.

"Aku gagal menyelamatkan seseorang" ujar Nicholas menatapku.

"Banyak mayat berserakan, yang utuh, tidak utuh, yang sudah membusuk..." ujar Nicholas lagi.

"Siapa yang kau gagal selamatkan?" Tanyaku.

"Seorang teman, dari panti yang sama" ujar Nicholas. "Kami masuk militer bersama dan dia mati di pertempuran pertama kami" ujar Nicholas.

"Aku masih teringat dengan jelas kedua kakinya yang putus, dan syok yang dia alami membuat kematiannya lebih cepat" jelas Nicholas.

"Dia melindungiku hari itu dan... dia mati begitu saja" ujar Nicholas lagi.

"Mayatnya yang membusuk dan dimakan oleh tikus mas8h berbekas di ingatanku" lanjut Nicholas lagi

Aku hanya bisa mendengarkan ucapannya.

Hidup di medan perang memanglah sulit.

Mayat adalah hal yang dilihat setiap harinya dan bunyi bom menjadi alarm bagimu.

"Hah...." aku hanya menghela nafas dan memposisikan diriku untuk tidur kembali.

"Larie?" Heran Nicholas.

"Aku akan mengalah hari ini jadi kemarilah" ujarku pada Nicholas sambil merentangkan tanganku.

Tanpa melewatkan sedetikpun Nicholas langsung menghamburkan dirinya dalam dekapanku.

"Tidak apa apa...." gumamku membelai kepalanya lembut  untuk memberikan kenyamanan.

Nicholas makin membenamkan wajahnya di cekukan leherku dan mengeratkan pelukannya.

"Kau tau Larie, aku paling suka berada di dekatmu seperti ini" ujar Nicholas tiba tiba.

"Mengapa seperti itu?" Tanyaku.

"Kau sangatlah hangat." Jawab Nicholas. "Aku bisa merasakan detak jantungmu dan mendengar nafasmu" ujar Nicholas lagi.

"Itu membuatku sadar bahwa aku tidak perlu melihat mayat setiap hari." Ujarnya lagi. "Tapi aku juga bisa tidur dalam dekapan manusia yang hangat. "lanjutnya lagi sambil menarik nafas dan menghembuskannya perlahan.

Aku yang mendengarnya hanya bisa tersenyum.

'Kau juga pengingat bahwa aku masih memiliki manusia bernyawa di sisiku' batinku dan memeluknya

"Aku bingung sebenarnya aku memungut seorang tentara atau seekor bayi beruang" ujarku terkekeh.

Nicholas menatap diriku sambil tersenyum. "Kau memungut seorang pria yang memiliki hidup kelam dan mengajarkannya apa itu kebahagiaan" jawab Nicholas yang membuat diriku tak bisa berhenti tersenyum.

"Ich liebe dich mehr als mich selbst, bis ich sterbe, werde ich mit deinem Namen geschrieben" ujar Nicholas yang tidak ku ketahui artinya.

(Tl: I love you more than myself, until I die I will be written by your name)

"Oh ayolah aku tak mengerti bahasa Jerman" ujarku merasa tak adil.

Nicholas terkekeh sejenak. "Apakah kau mau aku ajari satu kalimat?" Tanyanya.

"Tentu! Apa itu?" Tanyaku.

"Du bist meine Seele." Ujar Nicholas

"Du bist...meine... seele? Apa artinya?" Tanyaku pada Nicholas.

"Artinya kau adalah jiwaku" ujar Nicholas menciumku.

"Mengapa kau mengajariku kata itu?" Tanyaku.

"Karena kau adalah jiwaku Larie, aku hanya akan menjadi cangkang kosong tanpa dirimu" ujar Nicholas

"Ingatlah kata itu selalu, jika suatu hari kau meridnukanku, katakanlah kata itu sebagai tanda bahwa aku selalu bersamamu" ujar Nicholas.

Aku hanya bisa terdiam tetapi aku menyukai itu.

Nicholas mulai menyamankan dirinya di pelukanku untuk tidur.

"Nick" panggilku.

"Hmm?" Gumam Nicholas.

"Aku punya sebuah permintaan" ujarku padamya.

"Apa itu?" Tanya Nicholas menatapku.

"Jika memungkinkan, aku ingin kita membuat foto formal kita berdua sebelum kau berangkat" ujarku. "Kau lihat foto ayah dan ibuku yang dipajang di ruang tengah? Aku ingin membuat foto seperti itu" ujarku pada Nicholas.

Nicholas tidak mengatakan apapun dan hanya terdiam.

"Akan aku usahakan untukmu" jawab Nicholas tersenyum.

"Tapi bukankah itu akan menjadi masalah bagimu? Maksudku foto formal yah... aku dengan seragam tentara jerman..." ujar Nicholas.

"Aku tak masalah, lagipula itu akan aku pajang di kamarku" ujarku.

"Satu untukku dan satu lagi untukmu. Jadi jika kau merindukanku, kau hanya perlu melihat foto itu" ujarku lagi.

"Foto saja tidak akan cukup my chérie" ujar Nicholas.

"Aku akan sangat merindukanmu dan saat aku kembali, aku akan memeluk dan menciumimu seharian penuh" ujar Nocholas dan berhasil membuatku tertawa.

"Baiklah, itu sudah cukup.... kita harus tidur sekarang" ujarku pada Nicholas.

"Selamat malam" ujarku.

"Selamat malam" jawab Nicholas dan kamipun tertidur.

A CANVASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang