-31 Desember 1942Malam ini merupakan malam tahun baru.
Sudah 5 bulan semenjak Nicholas pergi dan tak ada kabar apapun darinya.
Kak Lissette mengajakku untuk merayakan natal dan tahun baru bersama tetapi aku menolak.
Aku memilih merayakan natal dan juga tahun baru di rumah yang sepi ini, sendirian berharap jika tiba tiba Nicholas kembali walaupun itu tidak terjadi.
"Bagaimana kabarnya...." gumamku melihat keluar jendela dimana jalanan tampak ramai walaupun hari sudah larut.
'Aku ingin merayakan natal dan tahun baru dengan Nicholas...' batinku
"Aku merindukannya" ujarku sendu.
Aku memilih untuk menutup tirai jendela dan duduk di meja makan sendirian.
Aku mulai membuat tanda salib dan berdoa.
"Tuhan, terimakasih atas berkatmu sepanjang tahun ini. Aku mengalami banyak hal dan aku yakin itu karena kasihmu" doaku.
"Tuhan, saat ini, Nicholas sedang mempertaruhkan nyawanya di medan perang. Tolong, aku mohon tolong biarkan dia tetap hidup.... aku tidak ingin kehilangan Nicholas.."
"Malam tahun baru ini, aku tidak ingin meminta banyak hal. Hanya, tolong jangan ambil orang orang yang berharga dariku lagi Tuhan.... Nicholas sangat berharga bagiku... tolong berkati agar kami dapat melewati segala rintangan yang ada. Amin" doaku dan membuat tanda salib lagi.
Aku mulai memakan makanan yang telah ku siapkan seorang diri dengan air mata yang membasahi wajahku.
.
.
.
.
.
.
-10 januari 1943Hari masih begitu pagi tetapi aku sudah mendengar ketukan keras di depan pintu rumahku.
"Sebentar!" Teriakku dan membuka pintu.
Begitu pintu dibuka, aku menemukan beberapa pria berdiri depan sana. Mereka memiliki badan yang tegap dan juga lengkap dengan seragam tentara Jerman.
"Lady Yvette?" Ujar pria yang nampak paling tua. "Ya?" Jawabku.
"Bolehkah saya masuk? Ada yang ingin saya bicarakan dengan anda" ujar Pria itu.
"Anda merupakan atasan Kolonel Harcourt" ujarku.
"Yah, mereka memanggilku komandan Dusten. Tapi anda bisa memanggil saya sebagai tuan Dusten. Jadi, bolehkah saya masuk?" Tanyanya. Aku melirik sekitar dan akhkrnya membiarkan mereka masuk.
Aku pergi dan membuatkan teh lalu duduk di seberang pria tua itu sedangkan tentara yang lainnya nampak memilih untuk berdiri.
"Jadi, apa yang ingin anda bicarakan?" Tanyaku. "Kolonel Harcourt telah pergi selama beberapa bulan terakhir" ujarnya. "Saya tahu" jawabku.
"Apa anda yakin bahwa dia tidak bermain di belakangmu?" Tanya pria itu dan akupun tanpa sadar mulai berdiri.
"Mohon jaga perkataan anda, Komandan." Ujarku dingin sambil berdiri. "Begitukah? Bukankah sebaliknya?" Ujarnya dan para tentara itu mulai mengeluarkan senjata api mereka dan mengarahkannya kepadaku.
"Bukankah anda harus belajar sopan santun ketika berbicara kepada orang tua?" Ujarnya. "Bukankah sebaliknya? Anda adalah tamu dan saya tuan rumah. Saya memiliki hak untuk mengatakan apapun di rumah saya" balasku.
"Bagaimana jika dia tidak akan kembali?" Tanyanya. "Dia akan kembali" jawabku yakin.
Dia pun ikut berdiri dan mengarahkan senjata api miliknya tepat di kepalaku. "Nona harusnya tahu bahwa saya bisa membunuh anda saat ini juga" ujarnya. "Anda tidak akan" jawabku.

KAMU SEDANG MEMBACA
A CANVAS
RomantikaKisah seorang seniman wanita yang jatuh cinta untuk pertama kalinya dengan seorang pria yang dia temui tanpa sengaja, di tengah hujan dibawah atap toko buku Di pertemukan dengan orang yang tepat tetapi waktu yang salah. Cinta mereka tumbuh ditengah...