Empat tahun setelah kekalahan Lord Voldemort dan kematian kekasihnya, Casandra Potter, Draco Malfoy memutuskan untuk meninggalkan dunia sihir yang telah menjadi bagian dari hidupnya selama bertahun-tahun. Dia merasa seperti harus menghapus jejak masa lalu yang menyakitkan itu, dan dalam upayanya untuk melupakan, ia mengambil langkah berani ke dalam dunia Muggle yang sepenuhnya asing baginya.
Awalnya, transisi itu tidak terlalu sulit. Di Miami, sinar matahari yang cerah dan cuaca hangat menyambutnya. Draco, yang kini berusia 22 tahun, berpakaian rapi dalam kemeja putih yang terlipat rapi dan celana formal. Setiap langkahnya penuh ketegasan, namun di balik senyum ramah yang ia tunjukkan kepada rekan-rekannya, ada bayangan kesedihan yang tak pernah padam.
Bekerja di sebuah perusahaan keuangan, ia mulai membangun kariernya. Dalam waktu singkat, Draco berhasil mendapatkan pengakuan berkat kemampuan analitisnya yang tajam dan etika kerja yang tinggi. Dia menjadi salah satu staf muda yang paling dihormati, terlibat dalam berbagai proyek besar yang membantu yayasan panti asuhan dan orang-orang tidak mampu. Membantu mereka memberi arti baru bagi hidupnya, membuatnya merasa bahwa, meskipun tanpa sihir, ia masih bisa memberikan dampak positif di dunia ini.
Namun, di dalam hati, meskipun ia berusaha keras untuk melupakan, memori tentang Casandra terus membayanginya. Dia tidak bisa menghilangkan ingatan akan mata hijaunya yang berkilau, yang seakan menyinari kegelapan dalam hidupnya. Draco sering kali duduk di tepi jendela kantornya, memandangi pantai Miami yang berkilauan, dan teringat saat-saat indah mereka di Hogwarts-tersenyum, tertawa, dan saling berbagi mimpi.
Satu hal yang selalu ia simpan adalah liontin merah yang diberikan Casandra sebelum tragedi itu menimpanya. Liontin itu merupakan simbol cinta mereka, dan setiap kali Draco melihatnya, dia merasakan kehangatan dan kesedihan yang bercampur aduk. Dia menyimpan barang-barang lain milik Casandra di dalam kotak kayu kecil yang terletak di bawah tempat tidurnya-tongkat sihir yang kini tak terpakai, jubah Gryffindor yang hangat, dan kacamata bulat yang sering ia kenakan saat membaca.
Terkadang, saat tengah malam, ketika kesunyian menyelimuti apartemennya, Draco akan mengeluarkan barang-barang itu. Ia akan menatap liontin, menyentuh permukaan halusnya, dan membayangkan bagaimana kehidupan mereka seharusnya berjalan. Hati Draco bergetar ketika dia membayangkan tawa Casandra dan cara dia menatapnya dengan cinta. Namun, semua itu hanyalah kenangan. Kenangan yang terus menghantuinya.
Dua tahun berlalu dengan cepat. Kini, Draco berusia 24 tahun dan lebih sukses dari sebelumnya. Ia berhasil beradaptasi dengan kehidupan tanpa sihir, meski kadang-kadang kerinduan untuk kembali ke dunia sihir datang menghampiri. Ia telah belajar untuk hidup dalam dunia yang sama sekali berbeda, namun satu hal yang tidak bisa ia lupakan adalah cinta yang tulus yang ia miliki untuk Casandra.
Setiap akhir pekan, ketika teman-teman kantornya mengundangnya untuk bersenang-senang, Draco sering kali menolak. Ia lebih memilih menghabiskan waktu sendiri, merenung, atau sekadar berjalan-jalan di sepanjang pantai, mengingat kenangan indah bersamanya. Meski ia terlihat sukses di luar, jiwanya masih terasa kosong tanpa kehadiran Casandra.
̶̶̶̶ «̶ ̶̶̶ ̶ «̶ ̶̶̶ 🌘ˋ°•⁀➷🌕 ̶ ̶ ̶»̶ ̶̶̶ ̶ »̶ ̶̶̶
Malam ini Draco berjalan sendirian di pantai yang sunyi, angin laut berembus lembut membawa aroma asin yang menenangkan. Suara deburan ombak terdengar seperti melodi yang menenangkannya, seolah dunia Muggle ini juga mampu memberikan penghiburan kecil untuk hatinya yang terluka. Namun, di balik ketenangan itu, rasa kehilangan yang mendalam kembali menyusup ke dalam pikirannya. Setiap langkahnya terasa seolah menghantarkannya semakin jauh dari dunia yang pernah ia kenal, namun tak juga mampu membuatnya melupakan.
Draco berhenti di dekat tepian, membiarkan ombak kecil menyentuh kakinya. Malam itu, dia memegang liontin merah yang diberikan Casandra, menatapnya dalam-dalam seakan bisa menemukan jawaban di dalamnya. Tanpa sadar, air mata mengalir di pipinya. Ia tak pernah membayangkan dirinya bisa terjebak dalam kerinduan seperti ini, kerinduan yang terus bertambah meski ia telah mencoba melupakan.
Di saat seperti ini, Draco merindukan sentuhan lembut Casandra, cara dia tertawa yang mampu mencerahkan hari-harinya, serta tatapan penuh cinta yang selalu meyakinkannya bahwa semua akan baik-baik saja. Namun, semua itu kini hanya tinggal kenangan. Dalam keheningan malam, Draco membisikkan nama Casandra, suara lirihnya tersapu angin, hilang bersama kenangan indah mereka.
Keesokan harinya, Draco kembali ke kantor dengan perasaan yang sedikit berbeda. Ia merasa ada kedamaian kecil di dalam hatinya setelah malam panjang merenung di pantai. Begitu tiba, sekretarisnya, Ana, menyambutnya dengan senyum ramah.
"Selamat pagi, Tuan Malfoy. Ada undangan acara di atas meja Anda," kata Ana sambil membereskan beberapa berkas.
Draco mengangguk dan melirik ke meja kerjanya, di mana undangan pameran itu tergeletak. Ana, yang sudah cukup lama bekerja dengannya, tampak penasaran.
"Apa Anda punya rencana malam ini? Kalau bosan di rumah, acara pameran itu mungkin menarik," ujarnya sambil tersenyum.
Draco hanya tersenyum tipis. "Saya belum memutuskan, Ana. Bukan biasanya saya tertarik dengan acara seperti itu."
Ana tertawa pelan. "Tentu saja, tapi sesekali keluar dari rutinitas juga tidak buruk, bukan? Saya mendengar mereka punya beberapa karya seni yang menarik."
Draco merasakan dorongan aneh untuk menceritakan sedikit tentang kenangan lamanya, mungkin karena Ana selalu memiliki sikap yang tenang dan tidak pernah memaksa. "Sebenarnya, saya pernah mengenal seseorang yang... sangat menyukai seni. Saya rasa, kalau dia masih ada di sini, dia mungkin akan mengajak saya untuk pergi melihat pameran seperti itu."
Ana mengangguk pelan, tampak mengerti meskipun Draco tidak menjelaskan lebih jauh. "Kadang, kenangan seperti itu justru membuat hidup kita terasa lebih bermakna, ya?"
"Ya... mungkin begitu," jawab Draco sambil menatap undangan di meja.
"Apa Anda ingin saya temani kalau Anda jadi pergi?" Ana menawarkan dengan nada bercanda, mencoba mengangkat suasana.
Draco tertawa kecil, sesuatu yang jarang ia lakukan. "Tidak perlu, Ana. Kalau saya jadi pergi, mungkin saya akan baik-baik saja sendiri."
Ana mengangguk lagi, tersenyum lembut. "Kalau begitu, semoga Anda menikmati malam Anda, Tuan Malfoy. Sesekali menikmati waktu sendiri bisa menjadi obat yang baik."
Mendengar itu, Draco merasa sedikit lebih ringan. Percakapan kecil dengan Ana ternyata cukup menenangkan, mengingatkannya bahwa terkadang kebahagiaan sederhana-seperti percakapan ringan-mampu mengisi kekosongan di hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DM: Another Life
FantasyEmpat tahun setelah kekalahan Lord Voldemort dan kematian kekasihnya, Casandra Potter, Draco Malfoy memutuskan untuk meninggalkan dunia sihir yang telah menjadi bagian dari hidupnya selama bertahun-tahun. Dia merasa seperti harus menghapus jejak mas...