Bab 6

394 75 4
                                    

Don't forget to vote and comment!

:
:
:

"Wiss... Gue mau yang soto satu, Bi. Pake telor dua, kuahnya dikit aja nyemek-nyemek."

Redy yang baru saja pulang, melihat Febi sedang berada di dapur membuat mie instan, langsung saja minta dibuatkan juga. Febi hanya balas meliriknya sekilas, kembali sibuk memotong cabe rawit.

Tidak ingin terjadi hal yang tidak diinginkan, Redy segera pergi melangkahkan kakinya dari sana.

"Tumben anteng di rumah. Masak mie, lagi." Redy kembali berucap seraya mendudukkan dirinya di samping Bian yang sedang menonton televisi di ruang keluarga.

Bian tersenyum miring menyambut kedatangan Redy, "Tumben juga lo pulang, Mas. Nggak nginep di sana lagi."

"Ck, cemburuan banget lo jadi adek," jawab Redy beralih merebahkan dirinya di pangkuan Bian. "Gue temenin tidur deh lo hari ini, biar nggak ambekan mulu lo," lanjutnya sambil mencolek dagu Bian.

Bian berdecih. Namun sebelum kembali menjawab kakaknya, kembarannya datang menaruh dua mangkuk mie miliknya dan milik Redy dengan cukup kasar.

Redy akhirnya bangun dari pangkuan Bian.

"Ikhlas nggak lo bikinnya? Jangan sampe gue sakit perut, makan ini mie," sinis Redy setelah Febi kembali membawa semangkuk mie miliknya dan segelas es kopi.

"Sakit perut ya tinggal ke dokter, besok 'kan lo juga bakalan ke rumah sakit," sahut Bian belum puas menyindir Redy.

Redy hanya menatap datar ke arah sumber suara. Sedangkan Febi mulai menyeruput es kopinya, terlihat tidak peduli.

Setelah cukup lama terdiam melihat kedua adik kembarnya yang mulai makan, Redy akhirnya kembali bersuara.

"Kalau lagi stress... Atau ada masalah itu cerita. Bukannya malah makan mie sama ngopi."

Melihat Febi yang berhenti mengunyah, "Apalagi pake cabe banyak banget," Redy melanjutkan ucapnnya seraya mengambil mangkuknya.

Dengusan kasar terdengar dari mulut Febi, "Iya! Lagi banyak masalah emang gue. Liat, makan malem cuma pake mie doang. Ayah lo tuh, sembarangan uang jajan maen potong aja."

Akhirnya Febi dengan menggebu-gebu mengutarakan kekesalannya.

"Tau tuh! Nggak tau apa kita udah pake uang bulan ini buat beli sepeda kemaren malem," ucap Bian menambahi tidak kalah keras.

Redy membolakan matanya, "Ya santai aja anjir, lo muncrat!"

Bian dan Febi seketika diam, mendengar suara Redy yang lebih ngegas dibandingkan mereka.

"Ya kalian jual lagi aja," ucap Redy setelah menormalkan emosinya dan makan dengan tenang sekarang.

"Yaelah Mas. Kirain mau ngasih, nanya-nanya ada masalah apa enggak," balas Bian kecewa.

Redy berhenti makan, "Masuk kantor ayah aja juga baru sehari, masih lama gue gajian."

"Lagian kalian sendiri juga yang bikin gara-gara."

Mulai deh ngomelnya. Bian dan Febi hanya kembali makan dengan santai, sudah terbiasa.

Melihat banyaknya cabe di mangkuk Febi, Redy menelan ludahnya pelan, lalu mengambilnya beberapa. "Mana nyari masalahnya juga sama bocah," lanjutnya kembali mengomel.

Mendengar kalimat terakhir Redy dan melihat miliknya diambil, Febi mulai tidak terima. "Itu cabe gue, Mas. Kalo mau pedes bilang, jangan ambil punya orang," ucap Febi lirih namun menusuk.

Kamar Matahari No. 3 [HAECHAN ANGST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang