×××××××××××××××××××××××××××××××××××××××××××××××××××
Irshad Tiandano meninggalkan kelab malam itu. Meninggalkan seseorangnya yang dahulu bagaikan kata sandi untuk hidupnya yang harus mendapatkan proteksi pribadi darinya. Ia meninggalkan semuanya, hanya membawa serta amarah yang masih membuncah di dadanya.
Tabung logam yang berfungsi sebagai tempat sampah di depan kelab itu menjadi pelampiasan amarahnya yang pertama sejak dia pergi. Bekas tendangannya dipastikan tidak akan bisa hilang jika hanya diperbaiki dengan cara manual--dengan tangan. Suara logam yang bertabrakan dengan aspal jalanan menggema, memeluk malam dingin.
Pukul dua belas malam akan datang dalam kurun waktu kurang dari sepuluh menit lagi. Yang ada di pikirannya adalah cara agar dia tetap terjaga malam ini. Dia tidak ingin tidur malam ini, tidak setelah mimpi buruk tadi. Andano--panggilan sehari-hari Irshad--sedang berubah menjadi paranoid malam ini setelah mendapat mimpi buruknya di dunia nyata. Itu alasan mengapa dia tidak ingin tidur--dia takut apa yang ada di dalam bunga tidurnya sedikit lebih indah dibandingkan mimpi nyatanya, sehingga membuatnya ingin menghidupi bunga tidurnya sebelum menyadari bahwa satu-satunya yang bisa ia hidupi hanyalah tempat di mana mimpi nyatanya juga menjadi penghuninya. Konyol. Ya. Tapi itulah ketakutan seorang Andano.
Pikirannya kosong. Kakinya melangkah terus sambil sesekali menendang kerikil-kerikil yang berpapasan dengan ujung sepatu putihnya. Angin malam berhembus, menebarkan udara dingin yang menusuk-nusuk tulang. Dirapatkannya jaket putihnya lalu tangannya melesak ke dalam saku jaket itu.
Kakinya tidak menapaki aspal lagi ketika jam dua belas malam datang, melainkan rerumputan. Dia sampai di sebuah taman dengan danau di tengah-tengahnya. Embun-embun yang mulai keluar dari rerumputan mulai menciprati celana putih Andano karena gesekan langkah Andano yang membuat bulir-bulir embun pecah kemana-mana.
Andano terus berjalan mendekati danau itu dan sampai pada tepiannya. Diliriknya bayangan wajah kusutnya: rambut acak-acakan, wajah yang sedikit berminyak. Dia ingat dia tidak berpenampilan seperti ini saat akan pergi ke kelab malam. Di tidak ingat wajahnya berminyak dan rambutnya tampak tidak tersisir rapi saat itu.
Andano menghela napas lalu menyapu hamparan danau buatan. Tidak ada riak di sana. Dasarnya menggelap meskipun masih bisa terlihat. Terkadang daun dari pepohonan di tepi danau terlihat melayang jatuh dan mengusik ketenangan danau dengan membuat gelombang lembut berbentuk lingkaran yang muncul beberapa kali.
Mata Andano memicing melihat sosok gadis berambut panjang, bergaun hitam tanpa lengan, dan tanpa alas kaki. Gadis itu berdiri tepat di tepi danau dan perlahan dia berjongkok sambil menatap dasar danau.
Andano segera menghampiri gadis itu dengan langkah lebar, berusaha mencegah kemungkinan yang buruk. Posisi gadis itu terlalu menjorok ke arah danau--seandainya ada orang jahat yang menepuk pundaknya dengan keras, pastilah dia sudah bersatu dengan dalamnya danau.
Jarak Andano dengan gadis itu hanya tersisa dua langkah lebar, tetapi tidak ada tanda bahwa kehadirannya telah disadari. Jadi dia sedikit mengendap dan akhirnya mengangkat tubuh gadis itu agar sedikit menjauh dari tepian danau.
"Hei! Jangan melakukan percobaan bunuh diri yang konyol!"
Gadis itu menutup matanya beberapa detik sebelum akhirnya menatap Andano dengan tatapan yang tidak tertebak.
×××××××××××××××××××××××××××××××××××××××××××××××××××
KAMU SEDANG MEMBACA
Hitam Putih [8/8]
Short StoryIrshad Tiandano menemukan Sarasvathi Harys saat keduanya berada di puncak keterpurukan masing-masing. Saat keduanya sama sekali tidak tahu bagaimana cara untuk menghapus segala alasan terpurukan mereka. Perbedaan mereka: Salah satunya lebih suka men...