×××××××××××××××××××××××××××××××××××××××××××××××××××
"Pengiringku, apa kau siap?"
"Oh, Marittya. Aku yang seharusnya bertanya."
Gadis bernama Marittya itu tertawa renyah, membuat mata sipitnya tinggal segaris.
"Apa kau siap, mempelai wanita?"
"Aku sangat siap. Aku siap bahkan sebelum persiapannya siap."
Saras ikut tertawa renyah sambil meraih sebuah tiara kecil berhiaskan mutiara putih di beberapa sudut lalu dipasangkan di atas kepalanya.
"Apa sudah ada banyak tamu?" tanya Marittya.
Saras mengintip dari balik tirai biru langit di sampingnya. "Ya. Banyak tuan dan nyonya di luar."
"Ah, jika saja ada kata yang bermakna lebih dari kata bahagia, akan kugunakan kata itu hari ini."
"Kembalilah ke ruanganmu, Marittya. Kau harus siap sedia di sana. Dua puluh menit lagi resepsimu akan dilangsungkan. Aku akan terus di belakangmu nanti."
"Kau sahabat terbaik, Saras. Terima kasih untuk tiga tahun ini."
"Aku pun berterimakasih, Marittya. Jika saja waktu itu kita tidak ditakdirkan bertemu, mungkin masa kelamku masih mencoba membunuhku dan aku tidak akan hadir di sini hari ini."
"Biarkan aku memelukmu."
Saras menyambut pelukan Marittya. "Semoga Adam membahagiakanmu."
Marittya mengangguk. "Aku akan kembali ke ruanganku. Sampai nanti, Saras."
Perayaan bersatunya dua insan hari ini sangat mengharukan sekaligus membahagiakan. Perayaan tidak berakhir di gedung saat pukul delapan malam. Marittya dan Adam merencanakan kelanjutan perayaan di taman belakang gedung. Seluruh tamu dan pengiring berkumpul di sana.
Saras sedang duduk di sebuah meja berukuran kecil di pojok ruangan saat perhatiannya terpusat pada kerumunan tamu yang terbentuk di depan panggung kecil tempat Marittya dan Adam bersanding. Melempar bunga.
Ini bukan pertama kalinya Saras mengikuti sesi pelemparan bunga. Sebelum-sebelumnya ia pernah mencoba dan yang terakhir kali adalah bersama Marittya--gadis itu yang mendapatkannya. Saras pernah bahkan terbilang sering ikut dalam pelemparan bunga, tetapi Saras belum pernah sekalipun mendapatkan bunga itu.
Sebelum Marittya dan Adam berbalik badan untuk melemparkan bunga bersama-sama, Marittya sempat berkedip samar ke arah Saras yang mulai menyatu dalam kerumunan.
Sorakan terdengar riuh saat bunga itu melayang di udara setelah Marittya dan Adam melemparnya. Semua tamu undangan yang berkerumun merentangkan tangan ke atas, berharap tangan mereka dapat meraih bunga itu. Itu juga yang dilakukan Saras.
Dewi keberuntungan tampaknya turun dan datang menemui Saras malam ini. Tangannya berhasil meraih bunga itu...
...bersamaan dengan tangan lain yang berukuran lebih besar dari tangannya.
Riuh rendah tepuk tangan terdengar oleh telinga Saras yang malah berputar ke arah pemilik tangan yang tadi bersamaan meraih bunga dengannya.
"Inilah soal yang sama di ulangan yang berbeda, benar bukan?"
Saras terpaku.
"Semoga lekas menikah," ucap beberapa tamu sambil menepuk pundak Saras dan lelaki di hadapannya.
"Bagaimana hidup? Apakah maknanya masih sama dengan tiga tahun yang lalu?" tanya Andano saat keduanya duduk di meja yang sebelumnya sudah diduduki Saras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hitam Putih [8/8]
Short StoryIrshad Tiandano menemukan Sarasvathi Harys saat keduanya berada di puncak keterpurukan masing-masing. Saat keduanya sama sekali tidak tahu bagaimana cara untuk menghapus segala alasan terpurukan mereka. Perbedaan mereka: Salah satunya lebih suka men...