Margheesa

265 28 6
                                    

 Hadir dengan yang baruu.
Makasih yang sudah mampirr.

Happy reading (´-ω-').

  »»————> 𝑮𝒆𝒕 𝒔𝒕𝒂𝒓𝒕𝒆𝒅 <————««

Dhuar.

Suara ledakan menggema secara tiba-tiba. Sebuah keluarga yang sibuk menyelami mimpi terbangun kaget.

Seorang wanita yang semula mendekap tenang putranya langsung terperanjat.

Dor!

Dor!

Dor!

Ada apa ini?

Segera Ia bangunkan putranya tatkala suara adu tembak terdengar di luar kediaman.

"Rupanya benar." monolognya.

la membawa putra bungsunya yang masih berusia 10 tahun itu keluar dari kamar.

Kacau.

Kata itu menggambarkan suasana kediamannya saat ini. Suara ledakan yang sempat berbunyi beberapa waktu yang lalu, kembali menggelegar.

Dengan tergesa ia mencari pengasuh Sang Putra Bungsu. Sampai ia mendapati pengasuh putranya berlarian mencari majikannya.

"Alsa, bawa Heesa ke bawah! Jangan keluar sebelum suara-suara ini benar-benar menghilang! Dan tolong, jangan lagi disini... Jaga Heesa. Lindungi dia. Bawa dia jauh sejauh jauhnya. Sampai mereka tidak bisa menemukan kalian berdua!" ungkapnya.

Pengasuh yang dipanggil Alsa itu berusaha menahan liquid beningnya yang sudah membendung.

Bukan tanpa alasan Ia merasa begini. Ia tahu pasti. Kenapa Nyonya rumahnya memerintahkannya seperti itu.

"Nyo... Nyonya. Tolong. Saya harap anda baik-baik saja. Tuan kecil akan kehilangan anda." isaknya.

Wanita itu tersenyum. Lalu sedetik kemudian menggeleng. la berjongkok, menyamakan tingginya dengan Sang Anak. Mengusap pipi chubby Heesa kecil yang sudah terbanjiri air mata. Anak itu sudah menangis sedari tadi.

"Sayang. Ikutlah bibi pengasuh. Menurutlah padanya. Seperti halnya kamu menurut pada mommy. Jaga diri baik-baik oke?" ungkapnya kemudian.

Bibir Heesa bergetar. Isakan lirih muncul dari organ kecil itu. Air matanya kembali tumpah.

Wanita yang merupakan Ibunya itu, menyekapnya sebentar. Lalu dengan perlahan Ia melangkah munduk dan berlari pergi. Dengan senyuman yang masih terpatri indah.

"Tuan kecil. Mari kita cari tempat aman." Alsa membawa Heesa kedalam gendongannya.

Tubuh perempuan itu juga bergetar. Menahan tangis yang tidak boleh ditunjukkan. Sementara anak itu berusaha memberontak. Ingin menyusul Sang mommy yang kini sudah hilang dari pandangan.

"No!... Hiks... Mommy!... Hiks... Heesa... Hiks... mau sama mommy!... Hiks Mommy harus temenin Heesa hiks... Mommy! Don't leave!... Hiks..." isaknya.

Alsa membawa Heesa turun kebawah tanah. Hatinya berdenyut sangat sakit mendengar isakan Heesa kecil. Ia harus melakukannya, karena Nyonya rumah memerintahkannya. Tega tidak tega, harus tetap tega.

Alsa sampai di sebuah ruangan lengkap dengan kebutuhan makan dan uang tersimpan. Mendekam bersama Tuan Kecilnya itu sekaligus ditemani suara-suara adu tembak yang khas mengundang trauma.

Alsa berusaha menutupi kedua telinga Heesa dengan kedua tangannya. Tapi bagi Heesa, itu percuma. Tangan Alsa hanya bisa meredam, bukan menghilangkan.

Otak kecil Heesa merambat takut. Memeluk lengan pengasuhnya itu. Meringkuk sembari menutup mata. Sekarang air matanya bahkan sudah tidak bisa lagi keluar. Sampai enam hari berlalu, akhirnya selesai. Suara bising itu tidak lagi terdengar. Dengan segera, Alsa mengemasi keperluan Heesa. Membawa uang simpanan atau lebih tepatnya uang titipan Nyonya nya untuk kebutuhan Heesa. Ia membawa Heesa pergi sejauh mungkin.

Heesa Alvond Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang