"Bun aku nanti pulang agak telat ya?" Kata Mutya sambil menyisir rambut sebahunya.
"Mau kemana?" Tanyaku sambil mengangkat muka menatap anak perempuanku satu-satunya itu.
"Biasa Bun , malam Minggu mas Dimas ngajak aku makan...."
"Kamu tidak pulang dulu ke rumah?" Tanyaku heran.
"Tidak Bun, pulang kerja aku langsung dijemput mas Dimas... Mau nonton bioskop dulu sebelum makan..."
Kalau sudah berhubungan dengan Dimas, aku tak bisa menolak. Dan aku pun tak kuatir sama sekali jika Mutya bersama Dimas. Dimas adalah tunangan anakku yang sebentar lagi akan menjadi suaminya.
Mutya dan Dimas sudah pacaran sejak mereka masih duduk di bangku SMA. Pertamanya aku tak tahu mereka pacaran, karena jika Dimas datang ke rumah selalu bersama teman-temannya.
Namun lambat laun aku melihat perilaku berbeda dari Mutya maupun Dimas.
Karena sifat Dimas yang gampang bergaul, terlihat sopan dan baik maka aku dan suami akhirnya tak keberatan mereka untuk pacaran, dengan syarat mereka selama masih SMA tak boleh keluar rumah berduaan!
Sebenarnya aku tak aneh juga dengan Mutya yang menyukai Dimas. Dimas tubuhnya tinggi besar, kulitnya agak kecoklatan,ganteng dan walaupun masih SMA dadanya terlihat bidang dipenuhi bulu hitam. Sedangkan Mutya orangnya manja, bertubuh kecil, cantik, imut dan cerewet. Jika berdiri berdampingan tampak sekali Mutya seperti anak kecil karena tingginya hanya sebatas bahu Dimas.
Dari semuanya itu, hubungan Mutya dengan Dimas membuatku sedikit tenang. Dimas ternyata bisa dipercaya. Dimas selama ini dapat menjaga prilakunya terhadap Mutya.
Tak heran hubungan mereka cukup langgeng. Mereka bisa sampai ke titik pertunangan setelah masing-masing lulus kuliah dan mendapat pekerjaan.
Dan kini mereka selangkah lagi akan menuju babak baru dari kehidupannya, berumah tangga!
--00--
Malam sudah lumayan larut. Jam dinding menunjukkan hampir pukul setengah dua belas malam.
Aku masih memainkan telepon genggam sambil tiduran di atas kursi sofa menunggu kepulangan Mutya.
Sudah tak aneh lagi jika aku hanya seorang diri di dalam rumah tanpa kehadiran suami. Suamiku, mas Dahlan, seorang pengawas proyek perusahaan yang lokasi kerjanya tidak menetap. Suamiku sering berada di luar kota untuk jangka waktu cukup lama.
Sendirian sebenarnya cukup membuatku repot. Namun aku buat supaya itu tak mengganggu keharmonisan rumah tanggaku. Aku selalu mempergunakan handphone agar tak hilang kontak dengan suami. Hampir setiap malam kami melakukan video call, sekedar untuk ngobrol atau berbagi kabar, bahkan kami sering pula melakukan video call untuk melampiaskan hasrat batin. Walau hanya lewat video call tapi itu sudah cukup membuat kami puas.
Seperti saat ini setelah selesai melakukan video call di dalam kamar tidur, aku pindah tempat ke ruang keluarga, tiduran di atas Sofa sambil menunggu kepulangan Mutya.
"Bunda bangun!" Kata Mutya sambil menggoyangkan tubuhku.
"Aduh bunda ketiduran, sekarang jam berapa?" Kataku dengan kondisi masih mengantuk
"Jam dua belas malam Bun, sana cepat ke kamar, malu ih diliatin mas Dimas!"
"Malu? malu kenapa?" Aku heran.
"Ih bunda gak sadar pakai baju apa?" Mutya cemberut.
"Astaghfirullah!" Aku cepat menutupi dada dengan kedua tangan. Aku memang sedang memakan lingerie transparan berwarna merah dengan leher yang terbuka hingga kedua buah dadaku hampir semuanya keluar. Belum lagi pahaku, terpampang sangat jelas karena panjang lingerie hanya sampai di atas paha.