Malam Jumat. Aku gelisah.
Bayangan mahluk berbulu hitam kembali terlintas dalam benakku. Dan akupun teringat dengan sosok yang menyerupai Dimas yang pernah bersetubuh denganku.
Bulu romaku meremang. Aku mulai dilanda ketakutan. Aku takut mahluk itu datang kembali.
Dengan setengah berlari aku mendekati kamar tidur Mutya lalu mengetuk pintunya.
"Mutya, sudah tidur?" Tanyaku agak keras.
"Belum, ada apa Bun?" Jawab Mutya dari dalam kamar.
Aku mendorong pintu kamar Mutya, lalu segera masuk dan menutup kembali pintunya.
"Bunda boleh tidur disini?" Tanyaku.
"Bunda kenapa? Takut?"
"Iya, Bunda takut...."
"Ya sudah tidur saja disini, aku sebenarnya malam ini merasa takut juga...." kata Mutya lalu menggeserkan tubuhnya mendekati dinding.
Aku merebahkan tubuh disamping Mutya. Perasaanku kini menjadi agak tenang.
"Mutya....!" Kataku setelah beberapa lama terdiam.
"Ada apa Bun?" Mutya membalikan badan hingga tidurnya kini menghadap kearahku.
"Bunda mau tanya, tolong jawab dengan jujur, tak perlu malu atau segan untuk memberitahu bunda...." Kataku membuka percakapan.
"Serius amat! Bunda mau tanya apa sih?"
"Jawab dengan jujur, apa kamu tidak ingat telah bersetubuh dengan mahluk berbulu hitam itu?" Tanyaku.
"Aku belum pernah bersetubuh Bun..." jawab Mutya cepat.
"Jawab dengan jujur, bunda yakin kamu pasti sadar telah melakukannya!" Desakku.
"Maaf Bun, malam tadi tak ada kejadian apapun...." Jawab Mutya tapi aku yakin anak ini berbohong.
"Jangan bohong Mutya, Informasi ini sangat penting, tahukah kamu kita ini sedang dipermainkan mahluk gaib? Jadi tolong kamu jangan bohong, kamu harus jujur!" Kataku mendadak kesal dengan jawabannya.
Raut muka Mutya tampak memerah. Namun tak juga terdengar pengakuan dari mulutnya.
"Kamu tak perlu malu atau segan..." Kataku berusaha membuat Mutya buka suara. "Malam itu kamu bersetubuh kan?" Tanyaku lagi.
"Kalau aku jawab, Bunda tak akan marah kan?" Kata Mutya agak pelan.
"Tidak... "
"Benar ya?"
"Iya..." Aku tak sabar.
"Malam itu aku memang melakukannya Bun...." jawab Mutya akhirnya terus terang.
"Dengan mahluk hitam itu kan?"
"Bukan...."
"Bukan? Lalu dengan siapa?!"
"Aku melakukannya dengan mas Dimas!"
"Hah? Yang benar?!" Aku tak percaya.
"Benar Bun, malam itu aku melakukannya dengan mas Dimas. Bukan hanya malam itu, tapi aku sudah cukup sering melakukannya...."
"Tidak Mutya, kamu melakukannya bukan dengan Dimas, Bunda lihat sendiri, kamu sedang bersetubuh dengan mahluk berbulu hitam!!!"
"Sumpah bun, aku melakukannya dengan mas Dimas!"
"Bukan, ah ternyata kita sama... kita telah ditipu oleh mahluk itu...." kataku setengah mengeluh.
"Maksud Bunda?"
"Begini, malam itu bunda benar-benar melihat kamu sedang bersetubuh dengan mahluk itu, dan kamu merasa itu Dimas. Bunda pun telah merasakannya. Bunda beberapa hari lalu, juga merasa telah bersetubuh dengan Dimas namun tadi siang saat Dimas dagang ke rumah, dia tak mengakui telah melakukannya dengan Bunda..." jawabku panjang lebar.
"Hah, bunda telah bersetubuh dengan mas Dimas?!"
"Bukan dengan Dimas, tapi dengan mahluk itu seperti yang kamu alami juga! Kamu ngerti gak sih?!" Kataku kesal saat mendengar ucapan Mutya yang nadanya seperti marah.
"Tapi bun... kalau benar, kenapa kita diganggu mahluk itu? Apa tujuannya ya?"
"Bunda tidak tahu, tapi mungkin ini ada hubungannya dengan sakitnya Dimas, dia bilang kemungkinan sakitnya karena guna-guna... "
"Ayah tahu kejadian ini bun?"
"Tahu tapi dia tidak percaya!"
"Jadi kita harus bagaimana?"
Aku mengangkat bahu. Sejenak kemudian kami tak ada yang bersuara.
"Bunda berapa kali bersetubuh dengan mas Dimas.. eh mahluk itu?" Tanya Mutya memecah kebisuan.
"Bunda tiga kali... kamu?" Jawabku langsung balik bertanya.
"Tadinya setiap malam Selasa dan Jumat, tapi akhir-akhir ini jadi tak menentu harinya...." jawab Mutya.
"Hmmm sering juga ya..."
"Setiap kamu bersetubuh dengan dia, apa kamu puas?" Tanyaku penasaran.
"Ya begitulah bun... aku kan taunya itu mas Dimas.... kalau Bunda bagaimana?"
"Ya sama bunda juga puas...." jawabku. Entah mengapa walaupun takut dan tahu yang menyetubuhiku itu mahluk gaib tapi rasa nikmat yang dirasakan seperti tak mau hilang dari dalam ingatanku.
"Sudah larut malam, kita tidur ya Bun, aku sudah mengantuk..."
"Sama, bunda juga sudah ngantuk....."
--bersambung--