11

26 5 0
                                    

Note: Jadilah pembaca yang bijak, ini hanyalah kisah fiktif. Ambil sebagai pelajaran, tidak untuk ditiru.

Happy Reading ^^

🎀🌷🎀🌷🎀🌷🎀🌷🎀🌷🎀🌷🎀🌷🎀🌷🎀🌷🎀🌷

"Dia cantik banget sih, heran," decak Langit merasa gemas sendiri melihat Jeenan yang asyik memakan bekalnya.

"Norak," kata Skylen pelan. Pemuda itu mengambil tempat yang letaknya tidak jauh dari Jeenan. Karena memang tidak ada lagi tempat yang kosong selain di sana. Diam-diam dia pun melirik ke arah gadis itu. Cara makannya, memang boleh selucu itu? Kenapa dia seperti anak kecil?

"Halah, ngaku aja lo! Naksir juga 'kan sama selera gue kali ini! Bilangnya norak!" 

Skylen tidak membalas. Khawatir orang-orang menganggapnya tidak waras jika sibuk berdebat dengan langit. Maka dia putuskan untuk menghabiskan bakso pesanannya.

"Len!" panggil Gitara. Dia memanggil Skylen. Walau laki-laki itu anak baru. Tidak ada salahnya menitipkan Jeenan padanya. Sebab, rasa mulas di perutnya benar-benar butuh untuk dipenuhi keinginannya. Skylen menatap Gitara dengan datar. "Gue titip Jeenan boleh, gak? Lo liat? Laki-laki yang pakai baju seragam di keluarin itu." Skylen mengalihkan pandangannya pada objek yang Gitara tunjukkan dengan gerakan alis matanya. Pemuda itu hanya mengangguk.

"Dia predator berbahaya buat Jeenan. Nah, lo lebih tinggi dari dia. Lo body dikit juga tuh orang tumbang, nah karena itu, gue rasa bakal aman kalau gue titip Jeenan ke lo. Jadi, titip, ya! Gue mau berak dulu," kata Gitara benar-benar membuat Skylen mendengkus.

"TITIP LEN! KALAU NGEDEKETIN, USIR AJA!"

Memenuhi perintah Gitara, Skylen pindah di sebelah Jeenan. Meski tetap berjarak. Hampir saja Jeenan tersedak dibuatnya. Tapi, Skylen langsung menyerahkan botol minum berwarna ungu yang dipenuhi stiker milik Jeenan.

"Gua cuman jagain, anggap aja gak ada," katanya datar.

Jeenan menormalkan pernapasannya. Gadis itu mencengkeram roknya kuat-kuat. Sebisa mungkin, dia tetap fokus dengan makanannya dan mengabaikan keberadaan Skylen. Dalam hati, Jeenan berdoa. Semoga saja Kahfi atau Arshaka ke kantin untuk menemaninya.

"Ngapain?" tanya Kahfi pada Jeenan. Dia melirik ke arah Skylen yang nampak tidak terusik dengan kehadirannya. Gadis itu mengembuskan napasnya dengan lega saat mendapati sang adik menghampirinya. "Ih pacaran, ya? Bilangin Bunda ah!" Jihan melotot panik.

"Aku nggak pacaran! Dia bukan pacar. Aku— gak ada, Kahfi!" Kahfi tertawa. Dia duduk di sebelah Jeenan. Tidak membiarkan sang Kakak berduaan dengan laki-laki yang bukan mahramnya. "Kahfi, jangan bilang Bunda. Aku gak bohong. Tanya sama kakaknya, aku bukan siapa-siapa," lanjut Jeenan.

Sial! Dalam hati Skylen mengumpat karena tidak tahan melihat Jeenan yang mulai menarik di matanya.

"Ya, ngomongnya biasa aja. Gak semua laki-laki otaknya sebersih gue," sindir Kahfi. Skylen menatap Kahfi sebentar. Sedikit penasaran dengan status laki-laki itu untuk Jeenan. Sampai Jeenan agak sedikit manja kepadanya. "Dia Kakak gue, jangan macam-macam sama dia. Satu macam pun gak akan gue izinin." Penegasan itu membuat Skylen menghela napas.

"Bocah model dia, gak bikin gue turn on." Cukup frontal sampai Kahfi hampir tersedak ludahnya sendiri.

Jeenan mengerutkan keningnya. Apa ada pembelajaran dari Bunda yang Jeenan lewatkan? Kenapa Jeenan tidak tahu istilah satu itu. "Kahfi, turn on itu apa? Jurus baru? Atau apa?" tanya Jeenan pelan tapi masih bisa didengar Skylen. Kahfi berdecak. Ini karena Jeenan teramat dijaga. Entah sampai tarbiyah jinsiyah yang kakaknya itu pelajari dengan Bunda.

"See? Turn on aja dia gak tau. Bocil bukan level gua," kata Skylen angkuh.

"Ya, wajar! Umurnya baru enam belas tahun. Pokoknya, kalau mau main-main jangan sama Kakak gue," peringat Kahfi.

Skylen tidak menjawab. Dia fokus dengan makanannya.

"Kamu gak makan?" tanya Jeenan.

"Puasa insyaallah," balas Kahfi pelan.

"Nanti pulangnya aku traktir makan kalau gitu. Tapi, temenin aku kajian di masjid. Mau gak?" tawar Jeenan. Meskipun kakak beradik, antara Jeenan dan Kahfi sudah seperti teman sebaya. Tumbuh bersama sejak kecil, membuat ikatan persaudaraan mereka begitu kuat. Dan boundaries yang Jihan ajarkan membuat Jeenan dan Kahfi paham batasan sehat dalam hubungan Kakak-beradik.

"Mau ikut gak, Bang?" tawar Kahfi asal. Skylen menggelengkan kepalanya.

"Gua Kristen, sorry," balas Skylen datar. Jeenan sempat dibuat membeku mendengarnya.

Kahfi tak banyak bicara. Sengaja saja dia tanya seperti itu, supaya Jeenan tidak melakukan hal-hal di luar batas. Paling tidak, dia perlu sadar.

"Kenapa panggil gue, Bang?" tanya Skylen. Dia mulai melunak. Tidak sekaku sebelumnya.

"Ya, karena lo udah pasti seusia Kakak gue. Dan umur gue sendiri baru empat belas tahun," kata Kahfi membuat Skylen terkejut. Dia pikir mereka ini saudara kembar. Wajahnya cukup mirip soalnya.

"Gue pikir kembar," balas Skylen.

"Mau minta nomor HP lho boleh, gak?" tanya Kahfi mulai mengakrabkan dirinya.

"Boleh."

"Cieeee PDKT!" goda Jeenan membuat Kahfi dan Skylen menatapnya dengan datar. Gadis ini kenapa sih?

"Dia gak suka temenan, temennya dikit. Jarang tukeran nomor HP sama orang, kalau balas chat bisa sampai sebulan, profil WA-nya kosong kayak gak ada kehidupan, tanda baca pesannya dimatiin. Energi sosialnya gampang abis, maklumin aja kalau agak gini," kata Kahfi.

Skylen tertawa. Sesuai prediksi, Jeenan memang berbeda dari perempuan yang biasanya Skylen temui.

"Mungkin di mata orang yang tepat, dia keliatan asyik?" Skylen agak tidak yakin mengatakannya. Jeenan yang jadi bahan perbincangan, turut menyimak.

"Ya, harus orang yang bener-bener se-frekuensi." Skylen menganggukkan kepalanya.

"Temenan gak sih kita?" ajak Kahfi.

Skylen menganggukkan kepalanya, "deal!"

"Kahfi temen kamu ada berapa sekarang?" tanya Jeenan random.

"Banyaklah," balas Kahfi.

"Sombong banget! Aku juga punya temen! Qilla sama Ayesha," kata Jeenan.

"Halah, jauh gitu mana bisa meet up!"

"Bisa kalau Papa anterin!" Y-ya gak salah sih.

"Ci, kata gue mending lo balik deh. Pusing gue," keluh Kahfi. Jeenan sungguhan merapikan kotak bekalnya.

Kahfi sudah khawatir kakaknya tersinggung, mengingat saat sedang menstruasi Jeenan selalu mudah tersinggung dan begitu sensitif.

"Cici marah?" tanya Kahfi.

"Siapa?" tanya Jeenan. Kahfi hanya mampu menghela napasnya. "Aku? Kenapa marah?"

"Ya udahlah, Ci. Kata gue mah lu balik aja ke rumah. Balik aja balik."

"Ih apa sih? Gak jelas, bye!"

Jeenan membawa kotak bekalnya. Gadis itu lupa kalau botol minumnya tertinggal. "Lo tau, orang-orang ngira dia tuh anak bungsunya. Didukung sama muka dan kelakuan bocahnya itu. Kadang gue bertanya-tanya, apa yang salah sama otaknya," kata Kahfi.

"Menurut gua, dia justru unik. Itu lebih baik, karena jarang perempuan yang bisa menjaga dirinya sebaik itu di jaman yang lu tau lah," balas Skylen.

"Ya, that's why gue selalu pantau dia meskipun gue adeknya. Sebagai anak perempuan satu-satunya di rumah. Gue sama Koko gue ngerasa harus banget jaga dia, bahkan tanpa disuruh sekalipun. Karena dia memang berarti buat kami." Kahfi tidak akan tinggal diam ketika ada yang berani mengusik kakaknya.

"Di keluarga kami, gak boleh pacaran. Bergaul sembarangan sama lawan jenis tanpa kepentingan. Jadi, gue harap lu bisa paham batasan kalau ada dia. Dan karena lo sekelas sama dia. Gue mau minta tolong buat selaku kabarin gue kalau terjadi sesuatu sama dia," pinta Kahfi serius.

"Oke."

Dirgantara's Siblings [SQUEL KISAH DARI JIHAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang