TW & CW: Su*cidal thought, implied religious theme, intrusive violence thought
Notes: Cerita ini dapat dianggap sebagai alternatif dan semacamnya. Sambil membaca, boleh sambil mendengarkan lagu-lagu berikut
https://youtu.be/ugk5pd9xgSw?si=aUNprkwzxn59arSo (Di Akhir Perang - Nadin Amizah)https://youtu.be/efQ5I4Ij0Gg?si=YiANsFxx_v8AApuQ (Kereta Ini Melaju Terlalu Cepat - Nadin Amizah)https://youtu.be/0FiJfOviW4U?si=f791VfsbtooST3-Q (Membasuh - Hindia ft. Rara Sekar)
~~~~oOo~~~
"BELIUNG!!!!"
Dua pasang tangan memeluk diriku dari belakang. Tubuhku tersentak, ditarik ke belakang sebelum sempat jatuh. Ku tengok pada dua sosok yang memelukku sembari menangis. Kedua tubuh mereka bergetar hebat, belum pernah ku lihat hal ini sejak pemakaman orang tua Taufan.
Suara serak Sang Sulung Tertua memecah hening. "...kamu mau ngapain?" tanyanya. Akan tetapi, lidahku kelu untuk menjawab. "Jawab. Kamu mau ngapain?"
Hanya permohonan "maaf" pelan yang dapat ku ucapkan. Tidak seharusnya mereka di sini. Tidak seharusnya aku dipeluk.
Padahal sedikit lagi... tinggal sedikit lagi...
Pelukan keduanya padaku menjadi lebih erat lagi. Seolah jika mereka melepaskanku, aku akan menghilang begitu saja.
"Kak," panggil Sang Sulung Termuda, "kita... kita pulang bersama, yuk?"
Dan tanpa ada pilihan lain, aku mengangguk, membiarkan mereka terus menggandeng kedua tanganku.
~~~~oOo~~~~
Saat aku kembali, Ais seketika memeluk tubuhku. Pelukannya erat, hampir membuatku merasa sesak. Sosok adik yang paling jarang menangis ini, untuk pertama kalinya, menangis begitu hebat. Maka, ku peluk balik dirinya, meminta maaf.
Dan Aze, suaranya bergetar, bertanya padaku, "Kak Upan mau ngapain?"
"Maaf," lagi-lagi hanya itu yang keluar dari mulutku.
Aze pun berjalan mendekat dan ikut memelukku erat. Dengan tercekat, ia berkata, "jangan pergi."
Aku hanya diam membisu, tidak dapat menjawab pertanyaannya.
~~~~oOo~~~~
Hening. Perjalanan pulang sangatlah... hening. Bahkan Aze dan Duri pun ikut terdiam, hanya dapat terdengar isak tangis pelan dari Ais.
"Yang lain masuk kamar dulu, ya? Kami bertiga mau mengobrol," ucap Gempa. Duri sempat menolak, tapi Aze segera menariknya masuk bersama Ais dan Solar ke kamar kembar tengah itu. Kini hanya tersisa kami bertiga di ruang keluarga.
Aku tak berani memandang ke arah dua orang di hadapanku. Ke arah Halilintar yang menatapku penuh dengan kekecewaan. Apalagi ke arah Gempa yang tidak dapat membendung tangisnya lagi.
"Ayo, duduk dulu," ajak Sang Sulung.
"Aku boleh istirahat dulu?" tanyaku ragu. Pikiranku masih kacau, tidak sanggup untuk membahas apapun. Namun, Halilintar menggeleng.
"Kita harus bicarain ini sekarang," balasnya. Maka, aku terduduk di depan mereka dengan berat hati. Sembari menunggu Gempa selesai menangis, aku tetap terdiam. Ragaku terasa hampa, jiwaku sudah pupus, terjatuh di dalam lautan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue And Monochrome
FanfictionPria itu berduka sekian lama tentang kepergian sosok kecil yang berbagi nama dan rupa yang sama dengannya. Sosok yang disayangi oleh semuanya. Sosok yang ia sayangi. Suatu hari nanti, apakah ia akan kembali lagi di pelukan keluarganya? Atau pria itu...