Tw : Mention of su!c!d3 attempt
---------------------------------------------------------------------
Solar sudah terbiasa dengan kehilangan. Dari ibunya yang menukar nyawa miliknya untuk Solar. Ayahnya yang sakit dan meninggalkan keluarga mereka. Disusul oleh kakeknya yang memang telah rapuh oleh waktu. Keluarga mereka sudah terbiasa kehilangan.
Mungkin karena itu ia tidak mudah menangis, meskipun di hari pemakaman kakak keduanya. Solar sudah terlalu banyak menangis, rasanya ia tidak memiliki air mata yang tersisa. Untuk keluarga yang mau menerimanya, Solar harus kuat.
Usianya hanya 12 tahun saat ia menghadiri pemakaman Taufan. Tangan kecilnya menggenggam tangan Duri, kakaknya, yang sudah lemas karena menangis. Matanya memandang kosong ke gundukan tanah yang berisi tubuh Taufan.
Ke sosok kakak tertuanya yang terus mencari keberadaan Taufan, masih belum menerima fakta yang ada. Ke sosok kakak ketiganya yang terus menangis, memaksa Sang Sulung untuk pulang. Ke sosok kedua kakak kembarnya yang saling berpelukan— lebih ke Blaze bertumpu pada Ais untuk terus berdiri. Lalu...
Pada sosok bernetra hijau yang berulang kali pingsan setiap ia menyadari bahwa Taufan tidak lagi ada di dunia ini. Air matanya terus mengalir deras, bulir-bulirnya berjatuhan membasahi tanah. Solar hanya bisa menggenggam tangannya.
Ada yang aneh di dalam hatinya. Perasaan sesak seperti tidak bisa bernapas. Akan tetapi, Solar kesusahan untuk memahami perasaan tersebut. Ia yakin perasaan itu bukanlah kesedihan, karena tidak ada satupun air mata yang keluar dari pelupuk netra perak tersebut.
"Solar..." panggil Duri. Ia menoleh ke arah kakaknya yang masih menangis. "Sekarang... sekarang hanya ada kita berenam. Jangan pergi, ya?"
~~~~oOo~~~~
Duri itu pembohong.
Itulah yang dipikirkan Solar sembari ia terduduk di depan ruangan UGD. Di sebelahnya, Gempa tidak kunjung berhenti menangis, merutuk dirinya berulang kali. Lalu Fang dan Gopal, teman-teman kakaknya tersebut, yang berusaha menenangkan Gempa.
Saat itu, untunglah Fang dan Gopal yang menawarkan diri untuk mengantar Solar balik ke rumah itu tidak segera kembali. Lagipula kondisi kakak-kakaknya tidak ada yang bisa diandalkan, karena itu Solar harus selalu rasional dalam mengambil keputusan.
Gempa baru datang setelah ditelepon oleh Gopal berulang kali. Wajahnya terlihat pucat, berulang kali bertanya mengenai keadaan Duri, lalu menangis di sebelah Solar.
Usia Solar hendak mencapai 13 tahun saat Duri mencoba bunuh diri di kamar Taufan.
"Solar," panggil Gempa. Ia menoleh ke arah kakaknya yang berantakan itu. "Maafin kakak. Kakak gagal, maaf... maaf..."
~~~~oOo~~~~
Solar sudah terbiasa ditinggalkan. Solar sudah terbiasa menerima keadaan dengan cepat. Bahkan ia tidak protes saat Gempa memintanya untuk sekolah asrama di luar kota.
"Maaf ya, ini demi kebaikanmu. Nanti kakak usahakan mampir," ucap Gempa.
Gempa pembohong. Ia tidak pernah hadir sekalipun. Sibuk, kata sahabat-sahabat kakaknya itu.
Tidak ada satupun keluarganya yang hadir saat Solar menang juara 1 olimpiade sains tingkat nasional. Tidak ada saudaranya yang mengucapkan selamat saat Solar terpilih mewakili sekolahnya untuk mengikuti olimpiade matematika tingkat internasional. Malah sahabat-sahabat kakaknya yang rajin menjenguknya.
Setidaknya Blaze akan mengirimkan beberapa hadiah untuknya, meskipun terlambat sekitar tiga bulan setelah ia memenangkan suatu perlombaan.
"Congrats, adek bensin. Kue-kuenya jangan lupa dimakan loh, aku susah-susah bikin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue And Monochrome
FanficPria itu berduka sekian lama tentang kepergian sosok kecil yang berbagi nama dan rupa yang sama dengannya. Sosok yang disayangi oleh semuanya. Sosok yang ia sayangi. Suatu hari nanti, apakah ia akan kembali lagi di pelukan keluarganya? Atau pria itu...