Rivals - Supra

88 23 15
                                    

───────────༺♡༻──────────
“You really think I love you? Bet.”
───────────༺♡༻──────────

Special Request by: Jii_Zii
Supra x Reader fanfiction.

Aku menekuni segala bidang, demi diakui oleh setidaknya seseorang saja. Religi, seni, sosial, politik, segalanya. Tanpa mempedulikan seberapa kerasnya usahaku dalam menjalani proses-prosesnya, orang-orang tetap tak akan pernah memandangku. Mereka tak akan menganggapku. Aku-lah yang menjadi pelopornya, tapi Supra yang dipuja-puja.

Memang, bukan salahnya Supra karena mendapat pujian yang tak disangka-sangkanya.

Tapi itulah rencananya, merebut segala pujian yang aku inginkan secara sengaja. Bukan hanya sekali-dua kali ini terjadi. Aku sudah cukup muak, terus-menerus dibandingkan dengannya yang begitu 'sempurna' di segala bidang yang disentuh. Dan, pada saat aku merenungkan kekalahanku, Supra akan menatapku dan menunjukkan seringaiannya.

Membuatku semakin merasa hina akan kegagalan.

Hingga pada akhirnya, aku menyerah. Aku tak ingin lagi berlomba dengannya. Biarlah Supra mendapatkan segala perhatian yang diinginkannya. Selama aku masih memiliki kesempatan untuk berbahagia, maka aku tak perlu melewati kehampaan.

"Wah, wah. Ada (Nama)."

Suaranya terlalu mengusik, untuk diabaikan begitu saja. Semua orang tau, seisi kelas juga sadar, bahwa Supra selalu menargetkanku sebagai batu loncatannya agar dapat terlihat lebih baik.

Persetan dengannya. Hari ini, aku hendak menghabiskan waktuku dengan tenteram tanpa adanya perkelahian yang biasa terjadi antara aku dan Supra. Bahkan rasanya, guru-guru juga muak meleraikan aku dengannya hampir setiap hari.

Supra— yang entah bagaimana tau bahwa aku sedang berada di perpustakaan, duduk tepat di bangku kosong di sebelahku. Badjhingan. Tempat yang kosong enggak cuma di sebelahku, tapi kenapa dia duduk disini coba? Dari sekian banyaknya ikan yang bertebar di lautan, mengapa Si Nelayan— Supra, malah menangkap Rumput Laut yang layu— (Nama)? Tak ada keuntungan baginya untuk terus-terusan menggangguku, selain mendapatkan cakaran penuh cinta dariku.

"Gua lagi capek, Sup. Lu gak usah cari gara-gara," aku menekankan.

Kerjaanku bukan cuma buat ngeladeni si Supra aja, asal kalian tau. Tadi malam, adikku yang paling kecil rewel karena demam, jadinya aku tak tidur semalaman karena merawatnya. Untuk mengejar ketertinggalanku dari si Supra-natural ini, aku juga harus rajin-rajin belajar. Soalnya aku ini goblok, enggak kayak Supra yang jenius dari lahir. Aku sadar diri, udah goblok jangan ditambah malas pula, mau jadi apa coba yang begituan. Makanya itu, aku haruslah berusaha lebih keras dari orang yang sudah benar-benar pintar, agar aku dapat menyamai mereka.

"Perasaan, gua cuma duduk doang, elah. Sensi amat lu, (Nama)," katanya.

Anjim, kurang ajar juga ni orang.

Aku menghadiahinya tatapan sinis, karena di perpustakaan tidak boleh berisik— kalau tidak, aku sudah akan mencekik lehernya itu.

Sabar, (Nama). Sabar-sabarin aja.

Aku sudah bertaubat, karena aku enggak mau kena surat panggilan orangtua. Kasihan orangtuaku kalau harus beradu mulut sama Supra yang muka datarnya minta ditampol ini.

Aku menatapnya tak percaya, "lebih baik waspada sebelum kejadian."

"Oh. Iyakah?" Supra memiringkan wajahnya. "Yaudah si."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Boboiboy Oneshots 2 | Boboiboy x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang