Hari demi hari

19 8 0
                                    

Hari ke-7.

Nara sudah mulai merasa kalau semuanya ini sudah agak berbeda. Ethan yang dulu sulit diajak bicara, kini mulai memberi respon meskipun tidak banyak.

Namun, bagi Nara, itu belum cukup. Ethan tetap keras kepala, dan meskipun dia sedikit melunak, dia masih tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa perhatian Nara berhasil menembus tembok di sekitarnya.

Pagi itu, Nara melangkah masuk ke sekolah dengan semangat yang tak tergoyahkan. Dia sudah terbiasa menghadapi ketegaran Ethan. Tidak peduli seberapa sering dia ditolak, dia akan terus berusaha. Dia tahu, Ethan bukan orang yang mudah dipahami. Tapi itu bukan alasan untuk berhenti.

Di tengah lorong sekolah yang ramai, Nara melihat Ethan sedang berjalan menuju kelasnya. Matanya tampak lelah, seperti biasa. Tapi kali ini, ada sesuatu yang berbeda. Sejak beberapa hari terakhir, Nara merasa ada ketegangan yang tersisa di udara setiap kali dia berusaha mendekati Ethan.

"Oi, Than!" Nara menyapanya dengan suara ceria.

Ethan yang sedang berjalan cepat tidak langsung menoleh. Dia tetap melangkah dengan gaya santai, seakan tidak mendengar.

"Gak ada kata 'hai' atau apa kek?" Nara melangkah cepat menyusulnya, dan tiba-tiba melompat di depan Ethan, menghadang jalan nya.

Ethan menatapnya dengan pandangan "Minggir, Kin," jawabnya, tanpa minat untuk berbicara lebih lama.

Nara menyeringai, meski dia tahu Ethan hanya bicara seperti itu karena sedang dalam mood buruk.

"Lo tau? Lo udah mulai lebih banyak ngomong daripada sebelumnya, " kata Nara sambil menatapnya dengan cermat.

Ethan hanya mendengus, tidak tertarik untuk melanjutkan percakapan. "Gue gak perlu ngobrol sama lo, Kin. Mending lo minggir dari hadapan gue. "

Nara mengangkat bahu, tetap tidak tergoyahkan. "Gue gak mau. Asal lo tau ya Ethan, gue gak bakalan pergi semudah itu. "

Ethan tidak menjawab. Dia melangkah pergi, meninggalkan Nara yang masih berdiri di sana. Namun, tanpa dia sadari, Nara tetap mengikutinya, dan hal itu terus berlanjut sepanjang hari.

Di kantin, Nara duduk dengan Bara yang sedang asyik makan. Bara menatapnya dengan tatapan penasaran. "Gimana tol hari ini? Ada kemajuan?"

Nara melirik ke meja di ujung ruangan, tempat Ethan duduk sendirian, tampak tenggelam dalam pikirannya. "Gak ada kemajuan sama sekali anjing, Gue ngerasa makin deket, tapi Ethan masi jaga jarak. "

Bara menyendok makanannya, lalu memandang Nara dengan ragu. "Lo bener mau serius ama tuh bocah? Kan lo masi punya cadangan banyak ege. "

Nara tersenyum jengkel, dia masih belum dianggap serius oleh bocah aneh satu ini.

"Gak gitu njing, Iya, gue dulu mungkin brengsek tapi sekarang gue udah tobat. Biarin lah yang dulu tuh masa lalu. "

Bara mengangguk, pura-pura percaya dengan buaya satu ini. "Gue masih belum percaya sih Kin. Tapi lo jangan mainin hati anak orang mulu. "

Nara menatap Bara, mencoba menenangkan temannya. "Tenang bray. Gue tahu apa yang gue lakuin. Gue bakalan jadi kebih baik. "

.........

Beberapa hari setelahnya, Nara masih melanjutkan usaha untuk lebih dekat dengan Ethan. Hari ke-10, Ethan tetap dengan sikap dinginnya.

Pada hari selasa ini, saat jam istirahat, Nara kembali menemui Ethan yang sedang duduk sendirian di bangku taman belakang sekolah. Nara mendekat tanpa bicara dan duduk di sebelahnya.

Ethan melirik ke samping, matanya menatapnya dengan pandangan kosong. “Kenapa lo nggak  berhenti deketin gue sih?”

Nara menatapnya langsung. "Belum waktunya Than, sebelum gue bisa bahagia in lo dan lo bisa maafin semua yang gue lakuin sama lo dulu."

Ethan tersenyum tipis, meski senyum itu lebih mirip cemoohan. "Lo mikir gue peduli soal itu? Gue lebih suka saat lo pergi Kin. "

Nara tidak menjawab, hanya melanjutkan diam-diam. Ada saat-saat tertentu dalam hidup yang membutuhkan kesabaran lebih besar, dan dia tahu ini adalah salah satunya.

........

Hari berikutnya, Nara mulai merasa sedikit frustrasi. Meski dia tahu bahwa dia tidak akan mudah mengubah Ethan, setiap kali dia mencoba, cowok itu semakin menarik diri.

Dia mencoba mengingat apa yang Bara kataka tentang batas dan tentang tidak menyerah meski sulit. Tapi dia juga sadar bahwa ada saatnya dia harus berhenti berusaha terlalu keras.

Di koridor sekolah, saat jam pelajaran selesai, Nara kembali bertemu dengan Ethan, yang kali ini sedang berjalan cepat menuju kelas. Nara tidak berniat menghalanginya kali ini. Tapi ketika mereka berpapasan, dia sempat berhenti sejenak.

"Ethan," Nara memanggil.

Ethan menoleh, wajahnya tetap tanpa ekspresi. “Apa Kin?”

Nara tersenyum tipis. "Gue cuma mau bilang,  Kapanpun lo butuh orang untuk dengerin lo, gue ada."

Ethan menatapnya, seakan menganalisa setiap kata yang keluar dari mulut Nara. Untuk pertama kalinya dalam beberapa hari terakhir, Nara melihat sesuatu yang berbeda dalam tatapan Ethan. Mungkin bukan rasa terima kasih, tapi ada keraguan, ada ketidakpastian.

Namun, tanpa berkata apa-apa, Ethan hanya melanjutkan langkahnya dan menghilang di balik pintu kelas. Nara berdiri di sana, masih dengan senyum di bibir, meski di dalam hati, ada sedikit perasaan bingung.

Mungkin ini bukan tentang membuat Ethan berubah. Mungkin ini hanya tentang menunjukkan bahwa ada orang yang peduli. Meski dia tidak tahu apakah Ethan akan pernah terbuka sepenuhnya, dia tahu satu hal: dia tidak akan berhenti mencoba.

Karena kadang, yang dibutuhkan hanya waktu dan waktu itu, mungkin, milik Ethan.

Tbc...

Eternal MoonlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang