Hari ke-15 setelah perjanjian itu,
langit sore mulai berubah kelabu. Waktu di sekolah terasa melaju begitu cepat, dan meski sudah beberapa hari sejak perjanjian dengan Ethan.
Kelasnya kosong, dan dia baru sadar kalau sudah waktu pulang sekolah.
"Anjing! Nih gak ada yang bangunin gue?!" Gerutu Nara sebal.
Dia bangkit dengan malas, melihat sekitar, kemudian menemukan tas Ethan yang masih ada di meja.
"Tumben ditinggal." gumam Nara sambil memegang tas itu. Agak heran juga, biasanya meski acuh, Ethan selalu bilang sesuatu kalau mau pergi duluan.
Ia keluar kelas sambil membawa tas Ethan, mencoba cari-cari, walau dalam hati merasa aneh. Lorong sekolah sudah sepi, suara langkahnya terdengar menggema.
Tapi begitu sampai di dekat gudang lama, aroma feromon yang familiar tercium samar. Peach. Itu jelas feromon Ethan.
"Lah kok ada bau Ethan?" Bisiknya pelan, ragu sejenak.
Dengan cepat Nara mencoba membuka pintu gudang. Terkunci. Tanpa pikir panjang, dia menabrakkan bahunya ke pintu itu hingga akhirnya terbuka. Begitu melihat ke dalam, matanya langsung menangkap sosok Ethan yang duduk meringkuk di sudut, tubuhnya tampak gemetar.
"Ethan?" Nara mendekat perlahan, menahan suaranya agar nggak terdengar terlalu kaget. Dia jarang lihat Ethan seperti ini, biasanya Ethan selalu cuek, terlihat kuat. Tapi sekarang, di sini, dia seperti anak kecil yang ketakutan.
Ethan tidak menjawab, matanya terpejam, tangannya erat menggenggam lutut. Nara duduk di sebelahnya, menaruh tasnya di lantai.
Berusaha menenangkan dirinya dulu sebelum menenangkan Ethan. Dia menghela napas, kemudian dengan lembut menyentuh bahu Ethan.
"Ethan, gue di sini," katanya, suaranya berusaha dibuat lembut. "Lo gapapa?"
Ethan akhirnya membuka mata, menatap Nara dengan tatapan kosong, namun dalam gemetarnya masih tersimpan sedikit ketakutan.
"Gue...kekunci, " suaranya nyaris berbisik.
Nara mengangguk pelan. "Jangan takut, gue kan udah ada di sini buat temenin lo . "
Ethan diam, hanya mengangguk kecil. Nara nggak menekan lebih jauh. Dia sadar, Ethan butuh waktu untuk pulih dari rasa takutnya.
Mungkin ini pertama kalinya dia lihat Ethan seperti ini, dan jujur, bikin dia merasa agak canggung. Tapi, dia nggak bisa ninggalin begitu aja.
"Ada yang kunciin lo di sini? "tanya Nara sambil sesekali melirik ke arah pintu.
Ethan mengangguk pelan lagi, mukanya masih pucat.
"Nasib lo apes, sih, " kata Nara, sedikit bercanda, tapi tetap dengan nada lembut. "Tapi yang penting lo nggak kenapa-kenapa. Gue yakin lo bakal baik-baik aja. "
Mereka berdua terdiam beberapa saat, hanya suara napas Ethan yang masih terengah-engah yang terdengar di ruangan itu. Nara mencoba berpikir untuk mencairkan suasana.
Dia menatap Ethan yang masih tampak lemah, dan tanpa sadar, tangannya tergerak mengusap lengan Ethan.
"Sumpah, lo kalau mau curhat soal ini gue bakal dengerin. Eh, nggak biasa ya gue kayak gini?" katanya, tertawa kecil mencoba mengalihkan pikiran Ethan.
Ethan kembali seperti sedia kala, walau jelas terlihat dia masih tegang. "...Makasih... "
suaranya masih pelan, namun lebih tenang dibandingkan tadi.
"Iya, kapan lagi gue bisa jadi pahlawan lo?" Nara mengedipkan mata sambil mengangkat bahu.
Ethan masih dingin, dan Nara lega lihat ekspresinya yang biasa dia lihat itu. Setidaknya dia tahu Ethan mulai merasa lebih baik.
Tanpa banyak bicara lagi, Nara tetap duduk di sana, memastikan Ethan tahu bahwa dia tidak sendirian.
Mereka berjalan keluar dari gudang dengan langkah perlahan, udara sore yang sejuk terasa kontras dengan suasana di dalam sana yang sempat penuh ketegangan.
Nara merasa sedikit lega, walau dalam hatinya masih ada rasa cemas. Ethan berjalan di sampingnya, tapi tetap dalam diam, dengan tatapan kosong yang hanya sesekali melirik ke arahnya.
Ketika mereka sampai di lorong sekolah yang sepi, Ethan tiba-tiba menghentikan langkahnya. Nara menoleh, mendapati sorot mata dingin Ethan yang kini menatapnya tajam. Matanya begitu dalam, seperti memendam banyak hal yang selama ini ia sembunyikan.
"Kinara, " panggil Ethan dengan suara rendah, hampir tanpa emosi, tapi tetap penuh ketegasan.
"Kenapa lo peduli sama gue? Bukannya dulu lo yang selalu bully gue?"
Pertanyaan itu membuat Nara tercekat. Ia tahu pertanyaan ini suatu hari akan keluar, tapi mendengarnya langsung dari Ethan dengan nada sedingin itu membuat hatinya sedikit sakit.
Tapi, ia juga tahu kalau Ethan pantas mendapatkan jawaban yang jujur. Ia menghela napas, menguatkan dirinya untuk berbicara.
"Gue... minta maaf, Ethan. Dulu gue... bego, dan gue sadar apa yang gue lakukan ke lo itu salah. Gue nyesel pernah jadi orang yang gangguin lo. "
Entahlah hanya itu jawaban yang terlintas dibenak Nara.
Jika mengatakan yang sejujurnya bahwa dia tidak ingin Ethan menjadi penjahat dimasa depan, mungkin Ethan akan mendaftarkannya di rumah sakit jiwa.
Ethan hanya diam, menatap Nara tanpa ada perubahan di wajahnya. Tatapan itu membuatnya semakin gugup, tapi ia mencoba melanjutkan.
"Gue gak bisa jelasin semua alasannya,” lanjut Nara, suaranya sedikit bergetar tapi ia terus berusaha tenang.
"Tapi, gue udah berubah. Sejak, lo ngasih kesempatan kedua, gue ngerasa gue harus ngelindungin lo dan semuanya. Gue gak mau buat kesalahan yang sama. "
Ethan masih menatapnya tanpa ekspresi
"Kenapa gue?" Tanyanya dingin, nada suaranya hampir seperti tidak percaya.
Nara menundukkan kepala sebentar, lalu mendongak lagi, menatap langsung ke mata Ethan.
"Karena... gue tau lo penting. Gue nggak mau lihat lo terluka lagi, dan gue janji... bakal ada di sini buat lo, setiap lo butuh. "
Ethan menghela napas, masih dengan ekspresi datar. "Gue masih gak paham sama lo, Kin. Dulu, lo selalu berusaha bikin hidup gue susah, tapi sekarang lo malah ngomong kayak gini. "
Nara tersenyum kecil, mencoba memecah sedikit kebekuan di antara mereka.
"Iya emang bener, dulu gue memang sebego itu. Tapi sekarang, gue cuma mau lakuin satu hal untuk bener-bener jagain lo, mastiin lo baik-baik aja. "
Beberapa detik berlalu tanpa kata-kata, dan dalam keheningan itu, Nara merasa ada beban yang terangkat dari hatinya.
Ia tahu, mungkin Ethan masih belum bisa percaya sepenuhnya, dan itu nggak masalah. Ia siap membuktikan niatnya, satu langkah demi langkah, untuk menyelamatkan dan menjaga orang yang sekarang begitu berarti baginya lebih dari yang Ethan ketahui.
Ethan akhirnya mengangguk singkat, masih dengan tatapan dingin.
"Gue gak butuh lo untuk lindungin gue, Kin. Tapi... kalau lo serius, gue lihat dulu sejauh mana lo bisa jaga omongan lo. "
Senyuman kecil muncul di bibir Nara. Itu bukan persetujuan penuh, tapi itu cukup. Dengan tenang, mereka melanjutkan langkah mereka, dan meski Ethan masih terasa jauh, Nara yakin dia akan tetap di sana siap menjaga Ethan, bahkan jika itu berarti dia harus berjuang lebih keras dari sebelumnya.
Tbc...
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Moonlight
RandomNara bertransmigrasi kesebuah novel abo. Nara kira hidupnya akan berakhir setelah penyakit ganas itu merusak tubuhnya, namun tidak! dia malah hidup lagi dan menjadi Kinara Lysandra Gentala disebuah novel abo yang bahkan belum selesai dia baca. Menja...