Lupa

16 7 0
                                    

Hari ke 10.

Pagi ini di lapangan sekolah, upacara selalu dilaksanakan saat hari senin, atau saat menyambut hari nasional.

Nara mengarahkan pandangannya pada Ethan yang terlihat cuek tanpa topi. Nara mengerutkan dahi, jelas tidak nyaman melihatnya berdiri tanpa perlengkapan lengkap.

"Than, tumben lo gak bawa topi?" Nara mendekat, menatapnya dengan alis terangkat.

Ethan melirik sekilas, tampak malas menanggapi. "Bukan urusan lo."

Nara mendesah pelan, tapi senyumnya perlahan muncul dengan penuh tekad. Tanpa pikir panjang, dia langsung melepas topinya sendiri dan menawarkannya pada Ethan. "Yaudah, lo pake aja ini. Buruan dipake, sebelum Pak Leo liat.,"

Ethan mendengus kecil, melipat tangan di depan dada. "Gak usah, Kin. Lo yang butuh, bukan gue. "

Tapi Nara bukannya mundur, malah makin nekad. Dia melangkah lebih dekat dan langsung menaruh topi itu di kepala Ethan, nyaris memaksa hingga cowok itu terpaksa memiringkan kepalanya.

Nara sendiri sebetulnya juga tidak tertib, dia hanya mengunakan topi sekolah, dan setelah itu dia melanggar semua.

Tidak membawa dasi, rambut yang dia warnai biru, ikat pinggang yang tidak sesuai ketentuan, dan seragam yang dia gulung.

"Gak ada alesan buat nolak. Gue udah pakein, lo tinggal diem aja, " katanya sambil tersenyum nakal.

Ethan memutar matanya, tapi kali ini dia tidak menyingkirkan topi itu. Mungkin karena dia sadar, membantah Nara sama aja seperti ngomong ke tembok.

Dia membiarkan topi itu di kepalanya dan hanya menghela napas, seakan pasrah.

"Lo ngapain sih ngerepotin diri sendiri? Gue gak masalah kalau dihukum, " gumam Ethan, suaranya sedikit lebih pelan dari biasanya.

Nara mengangkat bahu santai, "Gak ada yang namanya repot kalau itu buat lo. "

Di tengah percakapan kecil itu, suara lantang dari Pak Leo, guru piket, tiba-tiba menggema di lapangan.

"Kinara! Kamu kenapa gak pakai topi, bajumu itu juga kenapa digulung, ikat pinggangmu mana? Terus itu kenapa rambutnya warna biru?" sorot mata Pak Leo langsung tertuju padanya.

Ethan mendesah pelan, tapi sebelum dia sempat mengembalikan topi itu, Nara buru-buru mundur. Dia tetap tersenyum, menatap Pak Leo dengan wajah sedikit polos, “Maaf, pak... "

Pak Leo mendekat, menggeleng sambil melipat tangan di depan dada, “Lupa bukan alasan, Nara. Kamu tahu aturan. Keluar dari barisan dan lakukan push-up limapuluh kali, setelah upacara datang ke ruangan saya. "

Nara tetap menampilkan senyum tenangnya sambil melirik sekilas ke arah Ethan. Di tengah sorakan pelan teman-teman yang menonton,

Nara melangkah keluar barisan dan mulai melakukan push-up tanpa protes. Ethan berdiri diam, wajahnya terlihat sedikit jengkel, tapi dia tetap tak berkata apa-apa.

Setelah selesai, Nara kembali ke barisan dengan napas sedikit terengah. Saat dia berdiri di sebelah Ethan lagi, dia tersenyum kecil, seakan baru saja memenangkan tantangan.

"Udah puas ngeliat gue dihukum?" godanya, sambil menyikut Ethan pelan.

Ethan hanya mendesah, wajahnya masih datar tapi tatapannya terlihat lebih pelan. "Lo itu bodoh ya. Gak usah maksain diri lo buat gue. "

Nara tertawa kecil, menepuk pundak Ethan. "Biarin aja. Toh, kalau bukan gue yang peduli, siapa lagi?"

Ethan tak menjawab, tapi kali ini dia tidak menghindar dari tatapan Nara. Meskipun cuma sesaat, Nara merasa mungkin ini langkah kecil yang mendekatkan mereka.

Tbc....

Eternal MoonlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang